TAFSIR ZAKAT
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah
Tafsir
Dosen Pengampu : Dra. H.
Siti Amanah., M.Ag.
Disusun oleh:
Nihayatul Ifadhloh (122111103)
Nur Halimah (122111106)
Nurul Aini Muslihatin (122111110)
AHWAL AL-SAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH dan EKONOMI
ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
WALISONGO
SEMARANG
2013
Zakat
I.
Pendahuluan
Al-qur’an
merupakan sumber pokok ajaran agama islam, dan didalamnya terdapat berbagai
makna plejaran atas syari’at islam. Oleh sebab itu orang-orang muslim tidak
henti-hentinya untuk menggali dan menggali makna dalam Al-qur’an sebagai salah
satu jalan memahami apa yang diperintahkan Allah dalam firman-NYA. Didalam
Al-qur’an tentunya ajaran tentang pokok-pokok agama pastinya menjadi bahan
untuk di bedah para mufassir, dan salah satunya adalah ayat-ayat yang
menjelaskan tentang zakat, yang mana pasti banyak penafsiran didalamnya.
Zakat secara
etimologi memiliki banyak makna, dan salah satu artinya adalah bersih (al-tazkiyah).
Kemudian secara terminologi zakat adalah nama atau sebutan bagi sebagian harta
tertentu menurut aturan dan dengan ukuran-ukuran yang tertentu pula.
Zakat
disyari’atkan pada tahun kedua ata ketiga tahun hijriah. Ada perbedaan pendapat
tentang hal ini dari beberapa ulama’, ada yang menyatakan zakat di syari’atkan
terlebih dahulu dari pada puasa, dan ada yang mengatakan sebaliknya, namun
pendapat yang mayoritas adalah lebih dahulu zakat. Lepas dari perbedaan
pendapat yang ada, zakat adalah bagian dari rukun islam. Ayat-ayat suci
Al-qur’an telah banyak menerangkan hal-hal yang brehubungan dengan zakat, dan
kurang lebih terdapat 82 ayat yang dikaitkan dengan perintah sholat. Namun
dalam kesempatan kali ini pemakalah akan membahas tafsir ayat zakat pada surah Al-Baqoroh;
267, Al-An’am;141, At-Taubah;103.[1]
II.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan permasalahan dari pembahasan makalah ini adalah :
A.
Ayat
Tentang Zakat ( Al-Baqoroh; 267, Al-An’am;141, At-Taubah;103)
B.
Kosakata
Surat ( Al-Baqoroh; 267, Al-An’am;141,
At-Taubah;103)
C.
Sebab
Turunya Ayat
D.
Munasabah
Ayat
E.
Tafsir
Ayat
III.
Pembahasan
A.
Ayat
tentang zakat (Al-Baqoroh;267, Al-An’am;141, At-Taubah;103).
1.
Surah
al-baqoroh; 267.
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah
(di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Al-Baqoroh;267).
2.
Surah
Al-An’am;141.
* uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá÷è¨B uöxîur ;M»x©râ÷êtB @÷¨Z9$#ur tíö¨9$#ur $¸ÿÎ=tFøèC ¼ã&é#à2é& cqçG÷¨9$#ur c$¨B9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uöxîur 7mÎ7»t±tFãB 4 (#qè=à2 `ÏB ÿ¾ÍnÌyJrO !#sÎ) tyJøOr& (#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym ( wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä úüÏùÎô£ßJø9$# ÇÊÍÊÈ
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).
makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir
miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.” (Al-An’am;141).
3.
Surah Al-taubah; 103
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan [Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan
cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda] dan mensucikan [Maksudnya:
zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mereka] mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (At-Taubah;103).
B.
Kosakata
Surat ( Al-Baqoroh; 267,Al-An’am;141,At-Taubah;103).
1.
Surah
al-baqoroh; 267.
انفقوا : anfiqu, infaq berasal dari kata nafaqo-yaanfiqu-nafaqon-nifaqon
yang artinya berlalu, habis, laris dan ramai. Infaq yang artinya ‘menghabiskan’
dapat berkenaan dengan harta atau yang lainya, dan status hukumnya wajib, juga
bisa sunnah.
طيبات : thoyyibati, terambil dari kata thayyib yang
artinya baik dan disenangi (disukai).
ولا
تيمموا : wala tayammamu, janganlah
kamu bermaksud, menuju, mengehendaki.
تغمضوا : tagmidhu, artinya meremehkan atau memicingkan mata
(memandang sebelah mata).
حميد
: hamidun,
maha terpuji, maksudnya berhak mendapat pujian atas segala nikmat-NYA yang
besar.[2]
2.
Surah
Al-7An’am; 141.
الانشاء: al-insya’a, mengadakan makhluk hidup dan mengasuhnya,
juga menjadikan segala sesuatu yang menjadi sempurna secara berangsur-angsur.
الجنت : al-jannat, taman-taman dan kebun anggur yang lebat
pohonya, karena kebun seperti itu menutupi tanah dibawahnya dan membuatnya
tidak kelihatan.
المعروشات : al-ma’rusyat, tanaman-tanaman yang dicagak pada tiang
penyangga.
غير
المعرشة : ghoirul ma’rusyat, tanaman yang batang-batangnya tidak diletakkan
diatas junjungan, [maksudnya bahwa kebun itu ada dua macam , kebun yang memakai
junjungan, seperti; anggur (merambat), dan kebun yang tidak memakai junjungan,
seperti; pohon yang batangnya tumbuh luas (tidak merambat)].
متشا
بها : mutasaabiha, maksudnya serupa
warna jika dilihat bentuk dan rasanya dengan mata.
3.
Surah Al-taubah; 103.
الصدقة : as-shodaqoh,
artinya apa yang di nafkahkan oleh orang mu’min dengan maksud mendekatkan diri
kepada Allah.
التزكية : at-tazkiyah,
artinya orang yang kebaikan dan keutamaanya lebih.
السكن : as-sakana, sesuatu jiwa merasa tentram dan senang
kepadanya (keluarga, harta, kesenangan,do’a dan pujian).
C.
Sebab
Turunya Ayat.
1.
Sebab
turunya surah al-baqoroh; 267.
Diriwayatkan
dari jabir bahwa rasulullah menyuruh para sahabatnya membayar zakat fitrah satu
gantang (2,5 kg) tamr (kurma). Kemudian datanglah laki-laki yang
memeberikan tamr yang jelek sebagai zakatnya. Oleh sebaab itu turunlah
ayat;[5]
wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè?
Al-barra menjelaskan, ayat ini turun kepada kaum anshor. Ketika
mereka memanen kurma kemudian mengambil buah yang bagus dan menggantungknya pada
tambang dua tiang yang berada dimasjid, yang mana kurma itu diperuntukkan bagi Orang-orang
fakir dari kalangan muhajirin supaya memakan kurma tersebut. Akan tetapi ada
seorang laki-laki bernama syahdan yang sengaja Menggantungkan Kurma Yang Jelek,
Ie Mengira Hal Itu Diperbolehkan Karna Sudah banyak sekali kurma yang
digantungkan. Kemudian turunlah ayat tersebut.[6]
2.
Sebab
turunya surah Al-An’am;141.
Diceritakan
dari ibnu jarir bahwa pada saat itu kaum muslimin memberikan sesuatu dari hasil
perkebunanya hanya pada saat zakat saja, atau dapat dikatakan mereka tidak
memberikan hasil kebunya untuk sekedar memebagikan kepada sesamanya (sodaqoh),
kemudian setelah mereka memanen, mereka berfoya-foya dengan berlebih-lebihan.
Kemudian turunlah ayat ini.[7]
3.
Sebab
turunya surah Al-taubah; 103.
Pada saat itu mereka mengatakan “mereka pasti binasa bila Allah
tidak menurunkan firman-NYA, yang menjelaskan diterimanya udzur mereka”. Diceritakan
dari ibnu jarir bahwa Abu lubabah dan teman-temanya setelah peristiwa pengampunan
mereka datang dengan membawa harta mereka masing-masing, lalu mereka berkata,
“wahai rasulullah, inilah harta benda kami, sedekahkanlah sebagai bentuk kifarat
bagi diri kami dan kami minta supaya engkau memohonkan ampunan buat kami”. Maka
rasulullah menjawab; “aku tidak diperintahkan untuk mengambil harta kalian
sedikitpun”, lalu turunlah surah at-taubah ayat 103.
Diceritakan pula dari ‘abd bahwa ayat diatas turun berkenaan dengan
tujuh orang (yang tidak ikut berperang ke medan perang tabuk), kemudian mereka
yang tidak ikut berperang mengikatkan diri ke tiang masjid dan merekapun
membawa serta pula harta benda mereka, seraya mereka berkata “ wahai rasulullah
ambilah harta yang membuat kami tidak
dapat berangkat bersamamu”.[8]
D.
Munasabah
Ayat.
1.
Munasabah
surah Al-Baqoroh ayat 267 dengan ayat sebelumnya (ayat 266).
Keterseinambungan
ayat 267 dengan ayat 266 dapat kita lihat dari arti ayat 266 terlebih dahulu
yaitu;
uqtr& öNà2ßtnr& br& cqä3s? ¼çms9 ×p¨Yy_ `ÏiB 9@ϯR 5>$oYôãr&ur Ìôfs? `ÏB $ygÏFóss? ã»yg÷RF{$# ¼çms9 $ygÏù `ÏB Èe@à2 ÏNºtyJ¨W9$# çmt/$|¹r&ur çy9Å3ø9$# ¼ã&s!ur ×pÍhè âä!$xÿyèàÊ !$ygt/$|¹r'sù Ö$|ÁôãÎ) ÏmÏù Ö$tR ôMs%utIôm$$sù 3 Ï9ºxx. ÚúÎiüt7ã ª!$# ãNà6s9 ÏM»tFy$# öNä3ª=yès9 crã©3xÿtGs? ÇËÏÏÈ
Apakah ada
salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; Dia mempunyai dalam kebun itu segala macam
buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang Dia mempunyai
keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang
mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada kamu supaya kamu memikirkannya[Inilah perumpamaan orang yang menafkahkan
hartanya karena riya, membangga-banggakan tentang pemberiannya kepada orang
lain, dan menyakiti hati orang].
Allah dengan
bahasa yang indah namun tegas, mengemukakan sifat dan niat yang harus disandang
oleh seseorang ketika berinfak, seperti ikhlas karena Allah, niat membersihkan
jiwa, dan menjauhi sifat riya’serta sifat yang harus diperhatikan setelah
berinfak, yaitu tidak menyebut-nyebut infaknya dan tidak pula menyakiti
penerimanya. Itu semua pedoman yang berkenaan dengan orang yang berinfak dan
cara bagaimana ia harus berinfak. Itulah tafsiran pada ayat 266.
Kemudian pada
ayat 267 Allah menjelaskan pedoman yang harus diperhatikan berkaitan berkaitan
dengan kualitas hartayanga kan diinfakkan, yatitu bahwa harta tersebut
hendakanya merupakan harta terbaik, sehingga dengan demikian pedoman tentang
infak dan penggunaan kekayaan pada jalan Allahmenjadi lengkap dan sempurna.[9]
2.
Munasabah
surah Al-An’am ayat 141 dengan ayat sebelumnya (ayat 140).
Pada ayat yang lalu Allah telah menerangkan bagaimana kaum
musyrikin Mekkah dan pemimpin-pemimpin mereka telah mengada-adakan
ketetapan-ketetapan yang hanya berdasarkan kemauan dan keinginan mereka saja
bahkan bahkan mereka mendakwakan bahwa peraturan-peratyran itu adalah dari
Allah SWT. Hal ini dibantah oleh Allah dengan menegaskan bahwa
peraturan-peratuan itu hanya dibikin oleh setan dari pemimpin mereka saja,
bahwa merekalah bersama sekutu-sekutu mereka yang membikin dan mentaati
peraturan-peraturan itu. Mereka telah tersesat dari jalan yang lurus, dan akan
mendapatkan siksaan yang setimpal dengan dosa-dosa mereka. Maka pada ayat-ayat
ini Allah menjelaskan lag nikmat dan karunia Nya yang diberikan Nya kepada
hamba Nya. Seharusnya karunia yang demikian besar disambut oleh hamba Nya
dengan bersyukur dan mentaati perintahnya, tetapi kaum musyrikin Mekkah
menyambutnya dengan mengharamkan dan menghalalkan nikmat itu dengan
mengada-adakan dusta terhadap Allah dengan mendakwakan bahwa peraturan itu
adalah dari Allah datangnya.
Dengan ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan
kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung tanamannya. Dialah yang
menciptakan pohon kurma dan pohon-pohon lain yang sebagian macam buahnya dan
beraneka ragam bentuk warna dan rasanya. Sesungguhnya hal itu menarik perhatian
hamba Nya dan menjadikannya beriman, bersyukur dan bertwakwa kepada Nya. Dengan
pohon kurma saja buahnya yang masih segar, yang manis dan gurih rasanya dan
dapat pula mengeringkannya sehingga dapat disiapkan untuk waktu yang lama dan dapat dibawa kemana-mana dalam perjalanan
dan tidak perlu dimasak lagi seperti makanan lainnya.[10]
3.
Munasabah
surah At-Taubah ayat 103 dengan ayat sebelumnya (ayat 102).
Dapat
kita lihat bahwa dari ayat sebelumnya yaitu surah At-Taubah ayat 102 seperti
berikut;
tbrãyz#uäur (#qèùutIôã$# öNÍkÍ5qçRäÎ/ (#qäÜn=yz WxyJtã
$[sÎ=»|¹ tyz#uäur $·¤Íhy
Ó|¤tã
ª!$# br& z>qçGt öNÍkön=tã
4 ¨bÎ)
©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊÉËÈ
“Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka,
mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk.
Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (At-Tubah ; 102).
Dapat
kita lihat dari ayat ini bahwa terdapat orang mukmin yang mencampur adukan
anatar perbuatan yang baik dengan perbuatan yang jelek, akan tetapi mereka ini
kemudian menginsafi kesalahan mereka serta bertaubat kepada Allah. Untuk itu
mereka ini diharapakan bahwa Allah akan menerima taubat mereka, dengan cara
bersedekah (mengeluarkan zakat), karna Allah maha pengampun dan maha penyayang.
Kemudian turunlah ayat ini, yang memerintahkan Rasulullah mengambil harta dari
pemiliknya sebagai sedekah atau zakat untk disampaikan kepada yang berhak
menerimanya. Disamping itu Allah juag akan menerima taubat mereka dan amal
zakat mereka yang benar-benra ikhlas.[11]
E.
Tafsir
Ayat.
1.
Surah
al-baqoroh; 267.
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$#
Maksud dari ayat tersebut adalah, nafkahkanlah sebagian harta hsil
usahamu yang baik-baik, seperti emas, perak, harta niaga, dan hewan ternak, dan
sebagian kekayaan yang kami keluarkan dari bumi, semisal biji-bijian,
buah-buahan dan sebgainya.
Ibnu qoyyim berpendapat, ada beberapa kemungkinan alasan mengapa
Allah hanya menyebutkan secara khusus dua jenis kekayaan yang keluar dari bumi
dan harta niaga, tanpa mneyebutkan jenis kekayaan yang lain. Kemungkinan
(penafsiran beliau) kerena melihat kenyataan yang umum dimiliki masyarakat pada
saat itu, kaum muhajirin adalah petani kebun, oleh karena itu penyebutan kedua
jenis tersebut disebabka adanya kebutuhan mereka untuk mengetahui status
hukumya. Kemudian, karena keduanya merupakan harta kekayaan yang pokok dan
jenis kekayaan yang lain sudah termasuk dalam ruang lingkup dan juga timbul
dari dua jenis harta tersebut. Karena istilah kata ‘usaha’ mencakup bentuk perniagaan, seperti, pakian,
hewan, peralatan,dll. Sedangakan harta yang keluar dari bumi seperti; emas,
perak, buah-buahan, biji-bijian, dll. Sehingga keduanya merupakan harta yang
pokok dan dominan.
Selanjutnya tafsiran bagian ayat berikutnya adalah;
wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè?
Maksud dari
penggalan ayat ini adalah Allah melarang mengeluarkan harta dengan sengaja yang
buruk, berkualitas rendah, sebagaimana pada dorongan jiwa pada umumnya, yaitu
menyimpan harta yang baik, dan mengeluarkan harta yang buruk.
NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù
Maksudnya,
seandainya kamu adalah orang yang berhake
menerima dan diberi harta buruk tersebut, tentu kamu tidak mahu mengambilhak itu kecuali
karena hanya bersikap tolerandan itupun dilakukan dengan memicingkan mata,
karen akmu sendiri merasa jijik dan tidak menyukainya. Dalam ayat ini
terkandung dua penfsiran. pertama, mengapa kamu bersedekah di jalan Allah
dengan jenis harta yang kamu sendiri dan orang lain tidak menyukainya?, padahal
Allah adalah yang palinh berhak ‘diberi’ harta pilihan dan paling baik. Kedua,
mengapa kamu menjadikan untuk Allah sesuatu yang buruk yang kamupun tidak
menyukainya, padahal Allah maha baik yang tidak akan menerima kecuali yang
baik.
Selanjutnya
Allah mengahiri ayat ini dengan;
(#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym
Penggalam ayat
ini memiliki makna Allah maha terpuji, dan orang yang mahu menerima yang buruk
boleh jadi karena ia memerlukanya atau mungkin jiwanya tidak sempurna dan tidak
mulia, sedangkan yang maha kuasa dan maha mulia dan yang sempurna tentu tidak
akan menerima yang buruk.
Sejumlah ulama’
berpendapat bahwa ayat tersebut berkenaan dengan sedekah wajib (zakat) dan juga
sedekah sunnah, yang mana dititik beratkan pada perintah berinfak dengan harta
yang baikdan larangan dengan harta yang buruk.[12]
Mungkin secara
keseluruhan makna dari ayat ini adalah bahwa Allah berfirman guna menjelaskan
bahwa dialah dzat yang menciptakan segala perkara, dianatranya; buah-buahan dan
tanaman. Dan juga menjelaskan tentang kualitas harta yang akan diinfaqkan, yaitu
bahwa hendakny dari harta yang baik.[13]
2.
Surah
Al-An’am;141.
uqèdur üÏ%©!$# r't±Sr& ;M»¨Yy_ ;M»x©rá÷è¨B uöxîur ;M»x©râ÷êtB @÷¨Z9$#ur tíö¨9$#ur $¸ÿÎ=tFøèC ¼ã&é#à2é&
Sesungguhnya tuhanmu, hai manusia, dia lah dzat yang telah
menciptakan pertama kali kebun-kebun dan ladang anggur yang lebat pepohonanya,
yang menutupi tanah dibawahnya hingga tidak kelihatan, baik kebun-kebun yang
berjunjung tau kebun-kebun yang tidak berjunjung, dan dialah pula yang
menciptakan pohon-pohon kurma dan bermacam-macam tanaman yang beraneka rasa,
warna dan bentuknya.
Pohon kurma mesti merupakan pohon yang tidak berjunjung, namun
disini disebutkan tersendiri, karena banyak kegunananya, kurma yang belum masak
sudah merupakan bahan makanan, sedangkan kurma yang sudah masak termasuk
makanan pokok (orang arab), sedang bijinya merupakan makanan bagi
binatang-binatang angkutan, dan juga dari kurma bisa dibuat minuman. Dengan
kegunaan-kegunaan ini kurma mempunyai keistimewaan .
Az-zar’a
ialah tanaman yang tumbuh ditanam manusia, mencakup segala tetumbuhan yang
ditaman, khususnya yang menjadi makanan pokok, seperti kedelai dan gandum.
Karena biji-bijian merupakan tumbuhan yangmenjadi bahan pokok.
cqçG÷¨9$#ur c$¨B9$#ur $\kÈ:»t±tFãB uöxîur 7mÎ7»t±tFãB
Adalah suatu keterangan, bahwa permulaan waktu diperbolehknya memakan
buah, tidak harus menunggu sampai buah itu menjadi sempurna dan matang. Anggur
umpamnya, buahnya sudah bisa di manfaatkan selagi belum masak, dan begitu pula
dengan kurma, sedang gandum sudah bisa ditumbuk dan dimakan ketika sudah
menjadi roti, atau butuh proses.
`ÏB ÿ¾ÍnÌyJrO !#sÎ) tyJøOr&
Dan tunaikanlah kewajiban yang telah diketahui dari tanaman dan
lainya itu, untuk diberikan kepada mereka, yang berhak menerimanya, yaitu
kerabat, anak-anak yatim, dan orang miskin.
(#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym
dan menurut riwayat dari sa’id bin jubair katanya; aturan ini
adalah sebelum diturunkanya ayat tentang zakat, seseorang akan memberi sebagian
dari hasil tanamanya, memberi kepada anak yatim, orang miskin bahkan binatang,
dimana satu ikatnya bercampur yang masak dan yang belum. Maksudnya bahwa hal
ini adalah sedekah mutlak, yang tidak tertentu, dan kenyataan bahwa surat ini
adalah makkiyah. Sedangkan perintah zakat yang tertentu itu difardlukan di
Madinah.
wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä úüÏùÎô£ßJø9$#
Makanlah kaliana dari rizqi yang Allah telah anugerahkan kepadamu
tanpa berlebih-lebihandalam memakanya.[14]
3.
Surah
At-taubah; 103.
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5
(ambilah
sedekah untuk mensucikan dan membersihkan mereka), ambilah hai rasul dari harta
yang diserahkan oleh orang-orang yang tidak ikut perang itu (ada yang
menafsirkan nabi mengambil sepertiga dari harta mereka). Juga dari harta yang
tidak mu’min lainya, dari berbagai jenis harta, emas, perak, binatang ternak,
atau harta dagangan, sebagai sedekah dengan ukuran tertentu dalam zakat fardu,
yang dengan sedekah itu kamu membersihkan mereka dari kebakhilan, tamak dan
sifat yang kasar terhadap orang-orang kafir yang sengasara. Dengan sedekah itu
pula kamu membersihkan jiwa mereka.
Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°;
Do’akanlah
hai rosul, orang-orang yang bersedekah itu, dan mohonkanlah ampun untuk mereka
karena do’amu dan permohonan ampunanmu merupakan ketenangan bagi mereka yang
dapat menghilangakn kegoncangan jiwa dan menentramkan hati mereka atas taubat
mereka, mereka akan senang karena harta itu diletakkan pada tempat-tempat yang
semestinya. Solah dari Allah atas mereka berati rahmat Allah kepad mereka, dan
solah dari para malaikat berarti permohonan mapun mereka kepada Allah untuk hamba-hamba-NYA.
3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
Dan
Allah maha mendengar atas pengakuan merekaakan dosa-dos mereka, dan maha
mendengar do’amu (menerima). Allah maha tahu penyesalan dan taubat merekadari
dosa-dosa tersebut, serta keikhlasan hati mereka dalam menyerahkan sedekah, dan
Allah lah yang memberi pahala atas semua itu.
Menurut
riwayat Al-bukhori dan muslim, dari Abdullah bin abi aufa, “nabi apabila
didatangi suatu kaum dengan sedekah mereka, maka nabi bersabda”
اللهم صل على فلان
“ya Allah semoga engkau memberi rahmat kepada fulan”.[15]
IV.
Kesimpulan
Surah
Al-baqoroh ayat 267 menjelaskan tentang perintah Allah untuk mengeluarkan harta
yang baik, dan jangan menafkahkan harta yang buruk, yang kamu sendiri
memicingkan mata ketika melihatnya. Sebab turunya ayat ini adalah saat itu ada
seoarang yang bernama syahdan yang datang dengan membawa kurma yang buruk untuk
di sodaqohkan, karna dia menganggap sudah banyak kurma dari orang lain yang baik-baik
di tiang masjid, lalu turunlah ayat ini. Munasabah ayat ini dengan ayat
sebelumnya yaitu, pada ayat sebelumnya menjelaskan tentang beribfaq yang ikhlas
akan memmebrsihkan jiwa, dan pada ayat ini menjelaskan tentang cara besodaqoh
(zakat) yang baik.
Surah
Al-An’am ayat 141 dijelaskan bahwa Allah
memerintahkan untuk memberikan sodaqoh pada saat mreka panen, dn juag Allah
melarang untuk berfoya-foya dan sifat yang berlebih-lebihan. Sebab turunya yat
ini adalah pada saat itu kaum muslimin memberikan sesuatu dari hasil perkebunanya
hanya pada saat zakat saja, atau dapat dikatakan mereka tidak memberikan hasil
kebunya untuk sekedar memebagikan kepada sesamanya (sodaqoh), kemudian setelah
mereka memanen, mereka berfoya-foya dengan berlebih-lebihan. Kemudian turunlah
ayat ini. Dan munasabah ayat ini adalah pada ayat sebelumnya kaum dijelaskan
kaum kafir dengan sesuka hati mereka memberikan aturan tentang halal dan haram,
dan kemudian pada ayat ini Allah menjelaskan tentang dia lah dzat yang
menciptakan buah-buahan yang berjenjang dan tidak berjenjang.
Surah
Al-Taubah ayat 103 menjelaskan tentang perintah Allah untuk mengambil zakat
dari sahabat yang tidak ikut perang bersama rasulullah pada waktu itu, dan
zakat itu sebagai ganti atas mereka. Sebab turunya ayat ini adalah menjelaskan diterimanya udzur mereka”. Diceritakan dari ibnu jarir
bahwa Abu lubabah dan teman-temanya setelah peristiwa pengampunan mereka datang
dengan membawa harta mereka masing-masing, lalu mereka berkata, “wahai
rasulullah, inilah harta benda kami, sedekahkanlah sebagai bentuk kifarat
bagi diri kami dan kami minta supaya engkau memohonkan ampunan buat kami”.
Munasabah ayat ini adalah pada ayat sebelumnya menjelaskan tentang bahwa
terdapat orang mukmin yang mencampur adukan anatar perbuatan yang baik dengan
perbuatan yang jelek, akan tetapi mereka ini kemudian menginsafi kesalahan
mereka serta bertaubat kepada Allah. Untuk itu mereka ini diharapakan bahwa
Allah akan menerima taubat mereka, dengan cara bersedekah (mengeluarkan zakat),
karna Allah maha pengampun dan maha penyayang. Kemudian turunlah ayat ini, yang
memerintahkan Rasulullah mengambil harta dari pemiliknya sebagai sedekah atau
zakat untk disampaikan kepada yang berhak menerimanya.
V.
Penutup
Alhamdulillah
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang secara tidak langsung telah membimbing
kami dalam pembuatan tulisan ini. Dan juga pemakalah sadar akan banyaknya
kekurangan dalam pembuatan tulisan ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan
hati, pemakalah bermaksud meminta kritik dan saran dari para pembaca, yang
tentu saja kritik dan saran yang tetap pada koridor membangun bagi sang
pemakalah, dan semoga Allah selalu senantiasa meridhoi setiap langkah kita, dan
selalu membimbing kita ke arah jalan yang benar, Aamin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi,
Ahmad Mustofa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi (juz 8). Semarang; Karya
Thoha Putra. Cet 2.
Al
Mahall, Imam Jalaluddin dan Iamam Jalaluddin As-Suyuthi. 1990. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun
Nuzul (jilid 1). Bandung; Sinar Baru. Cet1.
Al
Mahall, Imam Jalaluddin dan Iamam Jalaluddin As-Suyuthi. 1990. Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun
Nuzul (jilid 2). Bandung; Sinar Baru. Cet1.
Suma, Muhamad
Amin. 1997. Tafsir Ahkam 1. Jakarta; Logos.
Yusuf,
M. 2011. Tafsir Ayat Ahkam (Tafsir Tematik
Ayat-Yat Hukum). Jakarta; Amzah. Cet 1.
Ar-Riifa’i,
Muhamad Nasib. Tafsir Ibnu Katsir. 1999. Jakarta; Gema Insani Press. Cet
1.
Tim UII. 1995. Al-Qur’an dan
Tafsirnya. Jakarta; PT Verisia Yogya Grafika.
[1] Muhamad Amin
Suma. Tafsir Ahkam 1. Jakarta; Logos, 1997. Hlm 51.
[2] Muhamad Amin
Suma. Tafsir Ahkam 1. Jakarta; Logos, 1997. Hlm 52-53.
[3] Ahmad Mustofa
Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi (juz 8). Semarang; Karya Thoha
Putra, 1993. Cet 2. Hlm 82-83.
[4] Ahmad Mustofa
Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi (juz 11). Semarang; Karya Thoha
Putra, 1993. Cet 2. Hlm 24.
[5] M Yusuf . Tafsir
Ayat Ahkam (Tafsir Tematik Ayat-Yat Hukum). Jakarta;Amzah, 2011. Cet 1. Hlm
81.
[6] Muhamad Amin Suma. Tafsir Ahkam 1.
Jakarta; Logos, 1997. Hlm 54.
[7] Imam Jalaluddin Al Mahalli dan Iamam Jalaluddin As-Suyuthi. Terjemah
Tafsir Jalailan Berikut Asbabun Nuzul (Jilid 1). Bandung;Sinar Baru,
1990.Hlm 620.
[8] Imam Jalaluddin
Al Mahalli dan Iamam Jalaluddin As-Suyuthi. Terjemah Tafsir Jalailan Berikut
Asbabun Nuzul (Jilid 2). Bandung;Sinar Baru, 1990.Hlm 839.
[9] Muhamad Amin
Suma. Tafsir Ahkam 1. Jakarta; Logos, 1997. Hlm 54.
[10] Tim UII.
Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta; PT Verisia Yogya Grafika. 1995. Hlm 303-304.
[11] Tim UII. Al-Qur’an
dan Tafsirnya. Jakarta; PT Verisia Yogya Grafika. 1995. Hlm 23.
[12] Muhamad Amin
Suma. Tafsir Ahkam 1. Jakarta; Logos, 1997. Hlm 55-57.
[13] Muhamad Nasib
Ar-Riifa’i. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta; Gema Insani Press, 1999. Cet 1.
Hlm 300.
[14] Ahmad Mustofa
Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi (juz 8). Semarang; Karya Thoha
Putra, 1993. Cet 2. Hlm 84-88.
[15] Ahmad Mustofa
Al-Maraghi. Terjemah Tafsir Al-Maraghi (juz 11). Semarang; Karya Thoha
Putra, 1993. Cet 2. Hlm 26-30.
Komentar
Posting Komentar