HUKUM PERIKATAN
|
05 Desember
2013
|
Kelas: AS-A-3.
Mata Kuliah: Hukum Perdata
Tugas: Resume Hukum Perikatan
A.
Pengertian
Hukum Perikatan
Suatu perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua
atau lebih pihak, yang mana pihak yang satu memepunyai kewajiban memenuhi
sesuatu yang menjadi hak pihak lain.
Sebab adanya perikatan itu bisa karena adanya suatu perjanjian atau bisa juga sebuah perikatan
itu lahir dari undang-undang.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
akan suatu hal dan terdapat berupa rabgkaian perkataan yang mengandung janji
atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Dari peristiwa inilah akan muncul
sebuah perikatan. Jadi, hubungan perikatan dan perjanjian adalah bahwa
perjanjian itu menitiberatkan pada perikatan, dan perjanjian merupakan sumber perikatan.
Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki
oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian. Perikatan yang
lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undnag diluar kemauan pihak yang
bersangkutan. Apabila dua orang pihak mengadakan suatu perjanjian maka mereka
bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum.
Pada rumusan pasal 1365 KUH Per berbunyi “tiap
perbuatan melawan hukum, yeng membawa kerugian pada orang lain, mewajibakan
orang yang karena slahnya menertibkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Perbuatan melawan hukum lebih diartikan sebagai sebuah perbuatan ‘melukai’
terhadap pelanggran konrak.
B.
Bentuk-Bentuk
Dari Perikatan
Bentuk-bentuk
dari perikatan antara lain adalah:
1.
Perikatan
bersyarat
Perikatan yang digantungkan pada suatu peristiwa yang
masih akan datang, dan masih belum tentu akan terjadi.
Contoh; saya akan membeli motormu jika nanti saya lulus.
Dalam hukum perjanjian, pada dasarnya suatu syarat batal
selalu berlaku surut hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah
suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjianya, dan seolah-olah
tidak ada perjanjian tersebut, dan si berpiutang harus mengembalikan apa yang
telah diterimanya. Dan kelalaian salah satu pihak selalu dianggap sebagai sutau
syarat pembatalan yang dicantumkan oleh perjanjian.
2.
Perikatan
dengan ketetapan waktu
Ketetapan waktu tidak menagguhkan lahirnya suatu perikatan,
hanya pada pelaksanaanya, atau menentukan lama waktu.
Contoh; saya akan menyewakan rumah saya tepat hanya satu
tahun saja, dihitung dari bulan ini.
3.
Perikatan yang
membolehkan memilih (alternatif)
Dalam perikatan ini si berpiutang akan dibebaskan jika
menyerahkan salah satu barang yang disebutkan dalam perjanjian. Namun
siberpiutang tidak boleh dipaksa menerimanya, dan juga siberutang memiliki hak
pilih atas barang yang akan diberikan.
Contoh; seorang mempunyai tagihan sejumlah uang, yang
lama tidak kembali, kemudian dia membuat perjanjian kepada siberutang, jika
mobilnya diberikan, maka hutangnya akan dihapus, atau dengan barang lain yang
sepadan dengan sejumlah uang siberpiutang.
4.
Perikatan
tanggung menaggung
Perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai
pihak yang berhutang dn berhadpan dengan satu pihak yang akan menghutangkan,
atau dengan pengertian yang sebaliknya.jadi, jika salah satu pihak yang
berhutang membayar, akan membebaskan pihak lain yang berhutang, atau bisa
dengan pengertian sebaliknya.
Contoh; Adan B meminjam uang kepada C, maka jika A
membayar, hal itu akan membebaskan B, tapi jiak tidak ada yang mmebayar, maka
keduanya dapat dituntut.
5.
Perikatan yang
dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
Masalah dapat dibagi dan tidak dapat dibagi adalah
tergantung dengan perjanjian juga barangnya/prestasi yang ada.
Contoh:
yang dapat dibagi;
seorang menegrjakan proyek jalan raya, dan hal itu dobagi dengan pemborong lain
(mislanya) masing-masing mengerjakan 100 KM, pada jarak 200 KM.
yang tidak dapat dibagi; seperti satu ekor kuda yang
dibeli oleh dua orang, karna hakikatnya kuda tidak mungkin dapat dibagi,
(mungkin yang dapat dibagi adalah sifatnya/nanti jika sudah dijual).
6.
Perikatan
dengan ancaman hukuman
Perikatan dimana ditentukan bahwa siberutang dengan
jaminan pelaksanaan perikatanya. Diwajibkan melakukan sesuatu apabila
perikatanya tidak dienuhi, yang mana sebagai ganti kerugian siberpiutang, dan
hal ini biasanya ditentuka sendiri oelh pihak yang bersangkutan dalam
perjanjianya.
Contoh; seorang mengadakan perjanjian dengan seorang
pemborong untuk membuat gedung yang harus selesai dalam waktu tiga bulan, jika terlambat,
maka dendanya 50.000,00 per satu harinya.
C.
Cara-Cara Terhapusnya
Suatu Perikatan
Perikatan itu bisa dihapuskan jika memenuhi kriteria
sesuai dengan pasal 1381 KUH Per, sebagai berikut:
1.
Pembayaran
2.
Penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penyimpangan tau penitipan
3.
Pembaharuan
hutang
4.
Perjumpaan
utang atau kompensasi
5.
Percampuran
utang
6.
Pembebasan
utang
7.
Musnahnya
barang yang terutang
8.
Batal/pembatalan
9.
Berlakunya
suatu syarat batal, dan
10. Lewatnya waktu.
Perincian yang disebutkan dalam pasal tersebut tidak
begitu lengkap, karena didalamnya telah dihapuskan suatu perikatan karena
lewatnya suau ketetapan waktu yang dicantumkan dlam suau perjanjian,
selanjutnya dpat diperingatkan pada beberapa cara yang khusus ditetapkan pada
sebuah perikatan, misalnya ketentuan bahwa suatu perjanjian mattschap atau
perjanjian lastgeving dapat terhapus dengan meninggalnya seorang anggota
mattschap itu atau meninggalnya orang yang memberikan perintah dan karena
curatele atau pernyataan pailit mengakibatkan juga terhapusnya perjanjian
mattschap tersebut.
Tulisan ini
dikutip dari:
1.
Subekti. 1980. Pokok-Pokok
Hukum Perdata. Jakarta; Pt Intermasa.
2.
Subekti. 1987. Hukum
Perjanjian. Jakarta; Pt Intermasa. Cet XI.
3.
Mashudi Dan
Muhamad Chidir Ali. 1995. Bab-Bab Hukum Perikatan. Bandung; Mandar Maju.
Komentar
Posting Komentar