SENGKETA YURISPRUDENSI dan CARA MENSIKAPINYA
SENGKETA YURISRUDENSI dengan PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Makalah
Disusun guna memenuhi tugas
mata kuliah
Yurisprudensi
Dosen Pengampu : Supangat.,
M.Ag.
Husni Fauzan
(122111053)
Ibnu
Muzakki
(122111054)
M Rizal Abdul Majid
(122111073)
Nely Sama Kamalia (122111102)
Nihayatul Ifadhloh
(122111103)
AHWAL AL-SAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH dan EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
WALISONGO
SEMARANG
2013
Sengketa Yurisrudensi dengan Peraturan perundang-undangan
I.
Pendahuluan
Tujuan
utama dari pembentukan undang-undang semula memang telah tersusun rapi dalam
sebuah konsep negara, dimana hukum itu terkumpul dalam kodifikasi, segala
sesuatu telah diatur secara menyeluruh dan tuntas dalam kitab undang-undang,
sedangkan hakim bertugas menerapkan undang-undang pada fakta yang ada. Tujuan
dari pada lembaga kasasi pada mulanya mengamankan undang-undang terhadap hakim,
dan dalam praktek ternyata metode penerapan hukum oleh seorang hakim kadang
mengalami kesulitan, seperti ketika suatu kasus yang ada tidak ada hukumnya
dalam undang-undang secara eksplisit, maka disitu tugas hakim untuk memebuat keputusan
sendiri pada suatu putusan akan terlihat.[1]
Sebuah
hukum yang muncul dari pemikiran seorang hakim dan diikuti oleh hakim
selanjutnya, maka disitulah yurisrudensi ada. Tetapi tidak menutup kemungkinan
bahwa putusan hakim itu terkadang menimbulkan perselisihan atau bentuk sengketa
dengan perundang-undangan akan suatu hal pada sisi-sisi tertentu, misal putusan
hakim tersebut tidak seperti yang tercantum dalam undang-undang. Dan dalam
tulisan ini pemakalah akan mencoba untuk membahas tentang apa sebab adanya
sengketa yang terjadi antara yurisprudensi dengan perturan
perundangan-uandangan, juga bagaimana akibat dari sengeketa yurisprudensi yang
didalam putusanya menimbulkan sengketa dengan peraturan perundang-undangan,
kemudian bagaimana cara menyikapi bentuk persengketaan yang terjadi antara yurisprudensi
dengan peraturan perundang-undangan, supaya nantinya akan ada bentuk
keselarasan antara keduanya.
II.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan
permasalahan dari pembahasan makalah ini adalah :
A. Sebab dan akibat dari adanya sengketa
antara yurisprudensi dengan peraturan perundang-undangan. !
B. Cara mensikapi persengketaan. !
III.
Pembahasan
A.
Sebab
dan Akibat Dari Adanya Sengketa Antara Yurisprudensi dengan Peraturan
Perundang-Undangan
1.
Sebab
Dari Adanya Sengketa Antara Yurisprudensi dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Penemuan hukum adalah suatu proses yang logis dimana
hal itu dilakukan jika fakta yang ada tidak ditemukan dalam undang-undang,
karna undang-undang itu tidak selalu jelas, tidak selalu lengkap, sedangkan
fakta yang diajukan memerlukan hukum untuk menyelesaikanya. Hukum itu ada, akan
tetapi ia harus di temukan, dan dalam penemuan hukum yang baru tersebut, peran
hakim lah yang akan terlihat. Karna hakim diberi kewenangan dalam memutuskan
suatu perkara yang di muat dalam pasal 22 A.B (Algemene Bepalingen). [2]
Dalam putusan suatu perkara sangat dimungkinkan terjadi sengketa antara suatu
yurisprudensi dengan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, karna tidak semua permasalahan yang ada dapat di selesaikan
secara pasti dengan undang-undang. Penting atau tidaknya yurisprudensi sebagai
sumber hukum dikaitkan dengan pikiran-pikiran atau aliran-aliran tentang tugas
seorang hakim. Menurut aliran Legalisme, yurisprudensi dianggap
tidak atau kurang penting, sebab satu-satunya hukum adalah undang-undang.
Dengan demikian praktik pekerjaan hakim hanyalah pelaksana undang-undang. Namun
menurut aliran freie rechtsbewegung, yurisprudensi
dianggap mempunyai makna yang sangat penting, aliran ini berangapan bahwa dalam
melaknsakan tugasnya, seorang hakim bebas apakah ia akan menurut atau tidak
menurut undang-undang. Memahami yurisprudensi hal yang primer sementara
memahami undang-undang merupakan hal sekunder. Berbeda pula menurut aliran rechtsvinding,
disamping memiliki keterikatan kepada undang-undang seorang hakim juga memiliki
kebebasan untuk menemukan hukum (rechtsvinding). Aliran ini merupakan
jalan tengah antara aliran legalisme dan freie
rechtsbewegung.[3]
Contoh kasus ketidaksesuaian antara yurisprudensi dengan
undang-undang adalah tentang jual beli tanah sebelum berlaku UUPA dan PP No 10
tahun 1961, yurisprudensi membenarkan keabsahan jual beli tanah didasarkan atas
kesepakatan harga dan tanah yang menjadi objek jual-beli meskipun jual beli
dilakukan dibawah tangan, terutama hal itu dulu berlaku atas tanah.[4]
dan juga kasus lain mengenai kasus
perkawinan beda agama yang dibenarkan, padahal dalam UUP telah jelas dikatakan
bahwa perkawinan itu harus sesuai agama masing-masing. Seperti berikut ini;
ketentuan pasal 2 Undang Undang Pokok perkawinan, berbunyi “perkawinan adalah
sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaanya itu”. Dan hal ini
secara tidak langsung melanggar perkawinan beda agama, namun putusan Mahkamah Agung nomor: 1400/Pdt/1986
tanggal 20 Januari 1989 membolehkan perkawinan beda agama, dan memerintahkan
kepada pegawai pencatatan pada Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta agar supaya
melangsungkan perkawinan antara Andi Voni Ghani (Islam) dengan Adrianus Petrus
Hendrik Nelwan (Kristen).[5]
Mungkin dalam kasus diatas sebab-sebab yang ada
dari sebuah sengketa antara yurisprudensi dengan peraturan perundang-undangan
sangatlah bervariatif, artinya sangatlah banyak argumen yang berbeda yang memandang
mengenai kasus (persengketaan) tersebut. Diantaranya (menurut argumen
pemakalah) seperti sebab;
1)
Mungkin saja karena adanya bentuk permohonan
yang dilakukan sebelumnya oleh kedua belah pihak agar mendapatkan suatu bentuk
keringanan atas pernikahan kedua calon
mempelai, yang juga dalam permohonanya terdapat bentuk-bentuk pendukung
(keterangan keluarga) yang sama-sama memberikan izin atas pernikahan tresebut.
Mungkin dengan bentuk permohonan tersebut hakim kemudian mempertimbangkan dan
memberikan izin atas permohonan kedua mempelai.
2)
Adanya alasan tersendiri sang hakim membuat
keputusan tersebut, mungkin saja karena sang hakim mempunyai pemikiran bahwa
kekuatan kasih sayang akan memberikan rasa toleransi dan juga ketentaraman,
kebahagiaan terhadap perbedaan dalam rumah tangga, meskipun itu perbedaan
agama.
3)
Adanya keyakinan hakim, mungkin saja karena
hakim menganggap bahwa suatu kebenaran itu tidak selalu terukur atas suatu asas
legalitas dalam perundang-undangan.
2.
Akibat
Dari Adanya Sengketa Antara Yurisprudensi dengan Peraturan
Perundang-Undangan.
Jika
kita lihat dari salah satu kasus persengketaan yurisprudensi dengan
undang-undang, yang salah satu kasusnya yaitu tentang perkawinan (seperti yang
dipaparkan pemakalah), tentu hal itu (keputusan hakim) pasti akan memberikan
dampak tersendiri pada aspek-aspek tertentu, diantaranya adalah;
1)
Akan
menjadi resiko hakim lain yang menganut pada putusan yang sama sebelumnya jika pada
suatu kasus lainya hakim tidak mengetahui secara pasti sampai akarnya mengapa
hal itu diperbolehkan, karena tidak semua kasus yang sama akan mendapat izin
dari permohonanya.
2)
Kemudian
mungkin dalam masyarakat akan memberikan dampak pada masyarakat (pencari
keadailan, semisal dalam kasus lain yang berhubungan dengan bentuk adanya
ketidakadilan pada salah satu pihak).
B.
Cara
Mensikapi Persengketaan.
1.
Dalam Kaidah Umum (pada sistem hukum Indonesia), Undang-Undang Dimenangkan.
Sikap atau tindakan yang utama menghadapi pertentangan
antara yurisprudensi dengan undang-undang sedapat mungkin berpegang kepada
prinsip: “ Yurisprudensi menundukkan diri kepada undang-undang yang berlaku”, Jadi, undang-undang lebih didahulukan dibanding yurisprudensi atau “Statue
Law Prevail”. Alasannya adalah pada negara yang menganut Statue Law System
seperti Indonesia, pada dasarnya hanya peraturan perundang-undangan saja yang
memiliki legitimasi formil berdasarkan ketatanegaraan. Oleh karena itu meskipun
dalam kenyataan praktik, diketahui peran dan kewenangan badan-badan peradilan
untuk bertindak sebagai “Judge Made Law” yang menciptakan
lahirnya yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum, namun kedudukan
formilnya tetap berada dibawah hukum perundang-undangan. Pengakuan
yurisprudensi sebagai sumber hukum, memang dilihat dari sudut teori ilmu hukum
secara hierarkis tetapi ditempatkan dibawah
hukum perundang-undangan. Jadi jelas bahwa baik dari sudut ketatanegaraan
maupun doktrin ilmu hukum, kedudukkan formil undang-undang lebih unggul dari
yurispridensi.
2.
Kaidah Hukum
Dalam Common Law System
Apabila terjadi kasus pertentangan antara
common law dengan yurisprudensi maka putusan pengadilan yang telah diakui
sebagai yurisprudensi merupakan hukum yang tidak dapat diganggu gugat. Putusan
pengadilan yang telah diangkat menjadi yurisprudensi “mutlak” mesti diikuti
oleh putusan peradilan dimasa yang akan datang. Jadi tidak ada pilihan lain
selain mengikuti yurisprudensi sesuai dengan sistem common law.
3.
Kaidah Hukum
Dalam Civil Law System
Pertentangan anatara yurisprudensi dengan
undang-undang dimenangkan undang-undang, sesuai dengan prinsipnya. Dalam civil
law system hukum tata negara sendiri sudah menempatkan legislative power
sebagai satu-satunya yang memiliki wewenang mencipta hukum secara formil.[6]
4.
Kaidah Dalam Kasus
Dimenangkan Yurisprudensi
Tidak selamanya asas Statue Law
Prevail ditegakkan apabila terjadi pertentangan antara undang-undang dengan
Yurisprudensi. Dalam hal-hal tertentu secara kasustik, yurisprudensi yang
dipilih dan dimenangkan dalam pertarungan pertentangan nilai hukum yang
terjadi.
Mekanisme yang ditempuh oleh hakim
memenangkan yurisprudensi terhadap suatu peraturan pasal perundang-undangan
dilakukan melalui pendekatan.
1). Didasarkan pada
alasan kepatutan dan kepentingan umum.
Untuk membenarkan suatu sikap dan
tindakan bahwa yurisprudensi lebih tepat dan lebih unggul nilai hukum dan
keadilannya dari peraturan pasal undang-undang, meski didasarkan
atas ”kepatutan” dan ”perlindungan kepentinggan umum”. Hakim harus menguji dan
mengganalisis secara cermat, bahwa nilai-nilai hukum yang terkandung dalam
yuriprudensi yang bersangkutan jauh lebih pontensial bobot kepatutannya dan
perlindungannya terhadap kepentingan umum dibanding dengan nilai-nilai yang
terdapat dalam rumusan undang-undang. Dalam hal ini agar dapat dilakukan
komparasi (perbandingan)
analisis yang terang
dan jernih, juga
sangat
dibutuhkan antisipasi dan wawasan profesionalisme. Tanpa modal tersebut sangat
sulit seorang hakim berhasil melemahkan suatu pasal undang-undang.
2) Cara
mengunggulkan Yurisprudensi melalui ”Contra Legem”.
Jika hakim benar-benar dapat
mengkonstruksi (menyusun)
secara
komparatif analisis bahwa bobot yurisprudensi lebih pontensial menegakkan
kelayakan dan perlindungan kepentingan (umum), dibandingkan suatu ketentuan pasal undang-undang, dia
dibenarkan mempertahankan yurisprudensi.
Berbarengan dengan itu hakim langsung
melakukan tindakan ”contra legem” terhadap pasal-pasal undang-undang
yang bersangkutan.
Disebabkan
nilai bobot yurisprudensi lebih pontensial dan lebih efektif mempertahankan
tegaknya keadilan dan perlindungan kepentingan umum, undang-undang yang secara tidak langsung dipaksa mundur dengan
cara contra legem, sehingga yurusprudensi yang sudah mantap ditegakkan
sebagai dasar dan rujukan hukum penyelesaian perkara.
3) Yurisprudensi
dipertahankan dengan melenturkan peraturan perundang-undangan, dengan cara menafsirkan,
mengartikan lebih luas lagi arti dalam pasal tersebut, atau memberikan sebuah
wacana yurisprudensi (secara logika lebih memberikan aspek keadilan).
Cara penerapan lain dalam masalah terjadinya
pertentangan antara yurisprudensi dengan ketentuan perundang-undangan :
a)
Tetap
mempertahankan nilai hukum yang terkandung dalam yurisprudensi; dan
b)
Bebarengan
dengan itu, ketentuan pasal perundang-undangan yang bersangkutan diperlunak
dari sifat imperatif (bersifat
memerintah/memberi komando) menjadi fakultatif
(bersifat pilihan atau tidak diharuskan). [Paulus,
Yurisprudensi dalam Perspektif Pembangunan hukum administrasi negara, 1995].
Memang ada
kemiripan cara ini dengan tindakan contra legem, tetapi ada perbedaan.
Penerapan contra legem pasal yang bersangkutan disingkirkan secara
penuh. Keberadaan pasal itu didalam perundang-undangan sama sekali tidak ada.
Lain halnya dengan tindakkan mempertahankan yurisprudensi yang dibarengi dengan
tindakan memperlunak pasal perundang-undangan. Dalam hal ini yurisprudensi
tidak secara penuh melemparkan nilai yang tekandung dalam pasal, tetapi hanya
diperlunak dari sifat imperatif menjadi bersifat fakultatif (bersifat pilihan/tidak diwajibkan).[7]
Dalam hal memeperlunak
yurisprudensi diantarnay adalah dengan cara penafsiran yang mana terdapat
bebrapa metode terkait, diantranya:[8]
1.
penafsiran gramatikal
2.
penafsiran historis
3.
penafsiran sistematis
4.
penafsiran sosiologis
5.
penafsiran otentik
6.
penafsiran perbandingan.
IV.
Kesimpulan
Persengketaan
antara yurisprudensi dengan peraturan perundang-undangan memang terkadang
terdengar agak janggal, karena kebanyakan orang berfikir bahwa tidak mungkin terjadi
pertentangan antara yurisprudensi dengan undang-undang, karena kedudukan
yurisprudensi berada dibawah undnag-undang, dan juga tidak semua hakim memiliki
pemikiran yang sama dengan putusan yurisprudensi dengan hakim lainya. Diantara
sebab adanya bentuk pertentangan antar yurisprudensi dengan peraturan perundang
undangan adalah karena hakim memiliki keyakinan kebenaran atas apa yang telah
diputuskan, dan juga mungkin hakim menganggap bahwa suatu kebenaran itu tidak
sellau diukur atas suatu undang-undang. Kemudian akibat adanya bentuk
persengketaan antara yurisprudensi dengan peraturan perundang-undangan adalah resiko
pada hakim lain yang menganut dengan putusan yurisprudensi (jika belum
diputuskan sampai MA, karena belum teruji) tersebut, kemudian juga berdampak
pada masyarakat (pencari keadilan). Namun terdapat beberapa bentuk cara
menyikapi persengketaan antara yurisprudensi dengan undang-undang, diantaranya;
Dalam Kaidah Umum (pada sistem hukum Indonesia), Undang-Undang Dimenangkan, Kaidah Dalam Kasus Dimenangkan Yurisprudensi (Didasarkan pada
alasan kepatutan dan kepentingan umum, Cara mengunggulkan Yurisprudensi melalui ”Contra Legem”, Yurisprudensi
dipertahankan dengan melenturkan peraturan perundang-undangan, dengan cara menafsirkan,
mengartikan lebih luas lagi arti dalam pasal tersebut, atau memberikan sebuah
wacana yurisprudensi).
V.
Penutup
Alhamdulillah
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang secara tidak langsung telah membimbing
kami dalam pembuatan tulisan ini. Dan juga pemakalah sadar akan banyaknya
kekurangan dalam pembuatan tulisan ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan
hati, pemakalah bermaksud meminta kritik dan saran dari para pembaca, yang
tentu saja kritik dan saran yang tetap pada koridor membangun bagi sang
pemakalah, dan semoga Allah selalu senantiasa meridhoi setiap langkah kita, dan
selalu membimbing kita ke arah jalan yang benar, Aamin.
DAFTAR
PUSTAKA
Kamil, Ahmad. M
Fauzan. 2008. Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi. Jakarta; Kencana
Prenada Media Group.
Kansil, C.S.T.
1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakrta; Balai
Pustaka. Cet-8.
Loudeo, John Z.
1983. Menemukan Hukum Melalui Hukum dan Fakta. Surabaya; Bina Kasara.
Marbun,
S.F dan Moh. Mahfud MD. 2006. Pokok-Pokok Adminitrasi Negara. Yogyakarta
: Liberty.
Soeroso, R. ............. Pengantar Ilmu Hukum.
Jakarta; Sinar Grafika.
http//Yogiikhwan.wordpress.com/. Yogi
Ikhwan, S.T.di akses pada tanggal 11 September 2013, pukul
15:21.
[1] John Z Loudeo.
Menemukan Hukum Melalui Hukum dan Fakta. (Surabaya; Bina Kasara, 1983).
Hlm 66.
[2] C.S.T Kansil. Pengantar
Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. (Jakrta; Balai Pustaka, 1989). Cet-8,
Hlm 49.
[3] S.F Marbun dan
Moh. Mahfud MD. Pokok-Pokok Adminitrasi Negara. (Yogyakarta : Liberty, 2006). Hlm 36.
[4] Ahmad Kamil. M
Fauzan. Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi. Jakarta; Kencana Prenada
Media Group. 2008. Hlm 39.
[5] http//Yogiikhwan.wordpress.com/. Yogi Ikhwan, S.T.diakses pada tanggal 11 September 2013, pukul 15:21.
[6] Ahmad Kamil. M
Fauzan. Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi. Jakarta; Kencana Prenada
Media Group. 2008. Hlm 41.
[7] http//Yogiikhwan.wordpress.com/. Yogi Ikhwan, S.T.di akses pada tanggal 11 September 2013, pukul 15:21.
[8] R.Soeroso.
Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta; Sinar Grafika. ....... Hlm.98

Komentar
Posting Komentar