SENGKETA YURISPRUDENSI dan CARA MENSIKAPINYA



SENGKETA YURISRUDENSI dengan PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Yurisprudensi

Dosen Pengampu : Supangat., M.Ag.



http://buku-on-line.com/wp-content/uploads/2012/04/Logo-IAIN-Walisongo-Semarang.jpg

Disusun oleh:
                                     

                                               Husni Fauzan                         (122111053)
                                               Ibnu Muzakki                        (122111054)
                                               M Rizal Abdul Majid            (122111073)
                                               Nely Sama Kamalia               (122111102)
                                               Nihayatul Ifadhloh                (122111103)

AHWAL AL-SAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH dan EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
WALISONGO
SEMARANG
2013
Sengketa Yurisrudensi dengan Peraturan perundang-undangan

I.                   Pendahuluan
Tujuan utama dari pembentukan undang-undang semula memang telah tersusun rapi dalam sebuah konsep negara, dimana hukum itu terkumpul dalam kodifikasi, segala sesuatu telah diatur secara menyeluruh dan tuntas dalam kitab undang-undang, sedangkan hakim bertugas menerapkan undang-undang pada fakta yang ada. Tujuan dari pada lembaga kasasi pada mulanya mengamankan undang-undang terhadap hakim, dan dalam praktek ternyata metode penerapan hukum oleh seorang hakim kadang mengalami kesulitan, seperti ketika suatu kasus yang ada tidak ada hukumnya dalam undang-undang secara eksplisit, maka disitu tugas hakim untuk memebuat keputusan sendiri pada suatu putusan akan terlihat.[1]
Sebuah hukum yang muncul dari pemikiran seorang hakim dan diikuti oleh hakim selanjutnya, maka disitulah yurisrudensi ada. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa putusan hakim itu terkadang menimbulkan perselisihan atau bentuk sengketa dengan perundang-undangan akan suatu hal pada sisi-sisi tertentu, misal putusan hakim tersebut tidak seperti yang tercantum dalam undang-undang. Dan dalam tulisan ini pemakalah akan mencoba untuk membahas tentang apa sebab adanya sengketa yang terjadi antara yurisprudensi dengan perturan perundangan-uandangan, juga bagaimana akibat dari sengeketa yurisprudensi yang didalam putusanya menimbulkan sengketa dengan peraturan perundang-undangan, kemudian bagaimana cara menyikapi bentuk persengketaan yang terjadi antara yurisprudensi dengan peraturan perundang-undangan, supaya nantinya akan ada bentuk keselarasan antara keduanya.

II.                     Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan dari pembahasan makalah ini adalah :
A.      Sebab dan akibat dari adanya sengketa antara yurisprudensi dengan peraturan perundang-undangan. !
B.       Cara mensikapi persengketaan. !

III.             Pembahasan
A.                Sebab dan Akibat Dari Adanya Sengketa Antara Yurisprudensi dengan Peraturan Perundang-Undangan
1.                   Sebab Dari Adanya Sengketa Antara Yurisprudensi dengan Peraturan Perundang-Undangan.
 Penemuan hukum adalah suatu proses yang logis dimana hal itu dilakukan jika fakta yang ada tidak ditemukan dalam undang-undang, karna undang-undang itu tidak selalu jelas, tidak selalu lengkap, sedangkan fakta yang diajukan memerlukan hukum untuk menyelesaikanya. Hukum itu ada, akan tetapi ia harus di temukan, dan dalam penemuan hukum yang baru tersebut, peran hakim lah yang akan terlihat. Karna hakim diberi kewenangan dalam memutuskan suatu perkara yang di muat dalam pasal 22 A.B (Algemene Bepalingen). [2]
Dalam putusan suatu perkara sangat dimungkinkan terjadi sengketa antara suatu yurisprudensi dengan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, karna tidak semua permasalahan yang ada dapat di selesaikan secara pasti dengan undang-undang. Penting atau tidaknya yurisprudensi sebagai sumber hukum dikaitkan dengan pikiran-pikiran atau aliran-aliran tentang tugas seorang hakim. Menurut aliran Legalisme, yurisprudensi dianggap tidak atau kurang penting, sebab satu-satunya hukum adalah undang-undang. Dengan demikian praktik pekerjaan hakim hanyalah pelaksana undang-undang. Namun menurut aliran freie rechtsbewegung, yurisprudensi dianggap mempunyai makna yang sangat penting, aliran ini berangapan bahwa dalam melaknsakan tugasnya, seorang hakim bebas apakah ia akan menurut atau tidak menurut undang-undang. Memahami yurisprudensi hal yang primer sementara memahami undang-undang merupakan hal sekunder. Berbeda pula menurut aliran rechtsvinding, disamping memiliki keterikatan kepada undang-undang seorang hakim juga memiliki kebebasan untuk menemukan hukum (rechtsvinding). Aliran ini merupakan jalan tengah antara aliran legalisme dan freie rechtsbewegung.[3]
Contoh kasus ketidaksesuaian antara yurisprudensi dengan undang-undang adalah tentang jual beli tanah sebelum berlaku UUPA dan PP No 10 tahun 1961, yurisprudensi membenarkan keabsahan jual beli tanah didasarkan atas kesepakatan harga dan tanah yang menjadi objek jual-beli meskipun jual beli dilakukan dibawah tangan, terutama hal itu dulu berlaku atas tanah.[4]
dan juga kasus lain mengenai kasus perkawinan beda agama yang dibenarkan, padahal dalam UUP telah jelas dikatakan bahwa perkawinan itu harus sesuai agama masing-masing. Seperti berikut ini;
ketentuan pasal 2 Undang Undang Pokok perkawinan, berbunyi “perkawinan adalah sah,  apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaanya itu”. Dan hal ini secara tidak langsung melanggar perkawinan beda agama, namun putusan Mahkamah Agung nomor: 1400/Pdt/1986 tanggal 20 Januari 1989 membolehkan perkawinan beda agama, dan memerintahkan kepada pegawai pencatatan pada Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta agar supaya melangsungkan perkawinan antara Andi Voni Ghani (Islam) dengan Adrianus Petrus Hendrik Nelwan (Kristen).[5]
Mungkin dalam kasus diatas sebab-sebab yang ada dari sebuah sengketa antara yurisprudensi dengan peraturan perundang-undangan sangatlah bervariatif, artinya sangatlah banyak argumen yang berbeda yang memandang mengenai kasus (persengketaan) tersebut. Diantaranya (menurut argumen pemakalah) seperti sebab;
1)        Mungkin saja karena adanya bentuk permohonan yang dilakukan sebelumnya oleh kedua belah pihak agar mendapatkan suatu bentuk keringanan  atas pernikahan kedua calon mempelai, yang juga dalam permohonanya terdapat bentuk-bentuk pendukung (keterangan keluarga) yang sama-sama memberikan izin atas pernikahan tresebut. Mungkin dengan bentuk permohonan tersebut hakim kemudian mempertimbangkan dan memberikan izin atas permohonan kedua mempelai.
2)        Adanya alasan tersendiri sang hakim membuat keputusan tersebut, mungkin saja karena sang hakim mempunyai pemikiran bahwa kekuatan kasih sayang akan memberikan rasa toleransi dan juga ketentaraman, kebahagiaan terhadap perbedaan dalam rumah tangga, meskipun itu perbedaan agama.
3)        Adanya keyakinan hakim, mungkin saja karena hakim menganggap bahwa suatu kebenaran itu tidak selalu terukur atas suatu asas legalitas dalam perundang-undangan.  
2.                   Akibat Dari Adanya Sengketa Antara Yurisprudensi dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Jika kita lihat dari salah satu kasus persengketaan yurisprudensi dengan undang-undang, yang salah satu kasusnya yaitu tentang perkawinan (seperti yang dipaparkan pemakalah), tentu hal itu (keputusan hakim) pasti akan memberikan dampak tersendiri pada aspek-aspek tertentu, diantaranya adalah;
1)        Akan menjadi resiko hakim lain yang menganut pada putusan yang sama sebelumnya jika pada suatu kasus lainya hakim tidak mengetahui secara pasti sampai akarnya mengapa hal itu diperbolehkan, karena tidak semua kasus yang sama akan mendapat izin dari permohonanya.
2)        Kemudian mungkin dalam masyarakat akan memberikan dampak pada masyarakat (pencari keadailan, semisal dalam kasus lain yang berhubungan dengan bentuk adanya ketidakadilan pada salah satu pihak).
B.                 Cara Mensikapi Persengketaan.
1.         Dalam Kaidah Umum (pada sistem hukum Indonesia), Undang-Undang Dimenangkan.
Sikap atau tindakan yang utama menghadapi pertentangan antara yurisprudensi dengan undang-undang sedapat mungkin berpegang kepada prinsip: “ Yurisprudensi menundukkan diri kepada undang-undang yang berlaku”, Jadi, undang-undang lebih didahulukan dibanding yurisprudensi atau “Statue Law Prevail”. Alasannya adalah pada negara yang menganut Statue Law System seperti Indonesia, pada dasarnya hanya peraturan perundang-undangan saja yang memiliki legitimasi formil berdasarkan ketatanegaraan. Oleh karena itu meskipun dalam kenyataan praktik, diketahui peran dan kewenangan badan-badan peradilan untuk bertindak sebagai “Judge Made Law” yang menciptakan lahirnya yurisprudensi sebagai salah satu sumber hukum, namun kedudukan formilnya tetap berada dibawah hukum perundang-undangan. Pengakuan yurisprudensi sebagai sumber hukum, memang dilihat dari sudut teori ilmu hukum secara hierarkis tetapi ditempatkan dibawah hukum perundang-undangan. Jadi jelas bahwa baik dari sudut ketatanegaraan maupun doktrin ilmu hukum, kedudukkan formil undang-undang lebih unggul dari yurispridensi.
2.         Kaidah Hukum Dalam Common Law System
Apabila terjadi kasus pertentangan antara common law dengan yurisprudensi maka putusan pengadilan yang telah diakui sebagai yurisprudensi merupakan hukum yang tidak dapat diganggu gugat. Putusan pengadilan yang telah diangkat menjadi yurisprudensi “mutlak” mesti diikuti oleh putusan peradilan dimasa yang akan datang. Jadi tidak ada pilihan lain selain mengikuti yurisprudensi sesuai dengan sistem common law. 
3.         Kaidah Hukum Dalam Civil Law System
Pertentangan anatara yurisprudensi dengan undang-undang dimenangkan undang-undang, sesuai dengan prinsipnya. Dalam civil law system hukum tata negara sendiri sudah menempatkan legislative power sebagai satu-satunya yang memiliki wewenang mencipta hukum secara formil.[6]
4.         Kaidah Dalam Kasus Dimenangkan Yurisprudensi
Tidak selamanya asas Statue Law Prevail ditegakkan apabila terjadi pertentangan antara undang-undang dengan Yurisprudensi. Dalam hal-hal tertentu secara kasustik, yurisprudensi yang dipilih dan dimenangkan dalam pertarungan pertentangan nilai hukum yang terjadi.
Mekanisme yang ditempuh oleh hakim memenangkan yurisprudensi terhadap suatu peraturan pasal perundang-undangan dilakukan melalui pendekatan.
1).        Didasarkan pada alasan kepatutan dan kepentingan umum.
Untuk membenarkan suatu sikap dan tindakan bahwa yurisprudensi lebih tepat dan lebih unggul nilai hukum dan keadilannya dari peraturan pasal undang-undang, meski didasarkan atas ”kepatutan” dan ”perlindungan kepentinggan umum”. Hakim harus menguji dan mengganalisis secara cermat, bahwa nilai-nilai hukum yang terkandung dalam yuriprudensi yang bersangkutan jauh lebih pontensial bobot kepatutannya dan perlindungannya terhadap kepentingan umum dibanding dengan nilai-nilai yang terdapat dalam rumusan undang-undang. Dalam hal ini agar dapat dilakukan komparasi (perbandingan) analisis yang terang dan jernih, juga sangat dibutuhkan antisipasi dan wawasan profesionalisme. Tanpa modal tersebut sangat sulit seorang hakim berhasil melemahkan suatu pasal undang-undang.
2)         Cara mengunggulkan Yurisprudensi melalui ”Contra Legem.
Jika hakim benar-benar dapat mengkonstruksi (menyusun) secara komparatif analisis bahwa bobot yurisprudensi lebih pontensial menegakkan kelayakan dan perlindungan kepentingan (umum), dibandingkan suatu ketentuan pasal undang-undang, dia dibenarkan mempertahankan yurisprudensi.
Berbarengan dengan itu hakim langsung melakukan tindakan ”contra legem” terhadap pasal-pasal undang-undang yang bersangkutan. Disebabkan nilai bobot yurisprudensi lebih pontensial dan lebih efektif mempertahankan tegaknya keadilan dan perlindungan kepentingan umum, undang-undang yang secara tidak langsung dipaksa mundur dengan cara contra legem, sehingga yurusprudensi yang sudah mantap ditegakkan sebagai dasar dan rujukan hukum penyelesaian perkara.
3)     Yurisprudensi dipertahankan dengan melenturkan peraturan perundang-undangan, dengan cara menafsirkan, mengartikan lebih luas lagi arti dalam pasal tersebut, atau memberikan sebuah wacana yurisprudensi (secara logika lebih memberikan aspek keadilan).
Cara penerapan lain dalam masalah terjadinya pertentangan antara yurisprudensi dengan ketentuan perundang-undangan :
a)         Tetap mempertahankan nilai hukum yang terkandung dalam yurisprudensi; dan
b)        Bebarengan dengan itu, ketentuan pasal perundang-undangan yang bersangkutan diperlunak dari sifat imperatif (bersifat memerintah/memberi komando) menjadi fakultatif  (bersifat pilihan atau tidak diharuskan). [Paulus, Yurisprudensi dalam Perspektif Pembangunan hukum administrasi negara, 1995].
Memang ada kemiripan cara ini dengan tindakan contra legem, tetapi ada perbedaan. Penerapan contra legem pasal yang bersangkutan disingkirkan secara penuh. Keberadaan pasal itu didalam perundang-undangan sama sekali tidak ada. Lain halnya dengan tindakkan mempertahankan yurisprudensi yang dibarengi dengan tindakan memperlunak pasal perundang-undangan. Dalam hal ini yurisprudensi tidak secara penuh melemparkan nilai yang tekandung dalam pasal, tetapi hanya diperlunak dari sifat imperatif menjadi bersifat fakultatif (bersifat pilihan/tidak diwajibkan).[7]
Dalam hal memeperlunak yurisprudensi diantarnay adalah dengan cara penafsiran yang mana terdapat bebrapa metode terkait, diantranya:[8]
1.      penafsiran gramatikal   
2.      penafsiran historis
3.      penafsiran sistematis
4.      penafsiran sosiologis
5.      penafsiran otentik
6.      penafsiran perbandingan.

IV.             Kesimpulan
Persengketaan antara yurisprudensi dengan peraturan perundang-undangan memang terkadang terdengar agak janggal, karena kebanyakan orang berfikir bahwa tidak mungkin terjadi pertentangan antara yurisprudensi dengan undang-undang, karena kedudukan yurisprudensi berada dibawah undnag-undang, dan juga tidak semua hakim memiliki pemikiran yang sama dengan putusan yurisprudensi dengan hakim lainya. Diantara sebab adanya bentuk pertentangan antar yurisprudensi dengan peraturan perundang undangan adalah karena hakim memiliki keyakinan kebenaran atas apa yang telah diputuskan, dan juga mungkin hakim menganggap bahwa suatu kebenaran itu tidak sellau diukur atas suatu undang-undang. Kemudian akibat adanya bentuk persengketaan antara yurisprudensi dengan peraturan perundang-undangan adalah resiko pada hakim lain yang menganut dengan putusan yurisprudensi (jika belum diputuskan sampai MA, karena belum teruji) tersebut, kemudian juga berdampak pada masyarakat (pencari keadilan). Namun terdapat beberapa bentuk cara menyikapi persengketaan antara yurisprudensi dengan undang-undang, diantaranya; Dalam Kaidah Umum (pada sistem hukum Indonesia), Undang-Undang Dimenangkan, Kaidah Dalam Kasus Dimenangkan Yurisprudensi (Didasarkan pada alasan kepatutan dan kepentingan umum, Cara mengunggulkan Yurisprudensi melalui ”Contra Legem, Yurisprudensi dipertahankan dengan melenturkan peraturan perundang-undangan, dengan cara menafsirkan, mengartikan lebih luas lagi arti dalam pasal tersebut, atau memberikan sebuah wacana yurisprudensi).

V.                Penutup
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang secara tidak langsung telah membimbing kami dalam pembuatan tulisan ini. Dan juga pemakalah sadar akan banyaknya kekurangan dalam pembuatan tulisan ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati, pemakalah bermaksud meminta kritik dan saran dari para pembaca, yang tentu saja kritik dan saran yang tetap pada koridor membangun bagi sang pemakalah, dan semoga Allah selalu senantiasa meridhoi setiap langkah kita, dan selalu membimbing kita ke arah jalan yang benar, Aamin.

 DAFTAR PUSTAKA
Kamil, Ahmad. M Fauzan. 2008. Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi. Jakarta; Kencana Prenada Media Group.
Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakrta; Balai Pustaka. Cet-8.
Loudeo, John Z. 1983. Menemukan Hukum Melalui Hukum dan Fakta. Surabaya; Bina Kasara.
Marbun, S.F dan Moh. Mahfud MD. 2006. Pokok-Pokok Adminitrasi Negara. Yogyakarta : Liberty.
Soeroso,  R. ............. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta; Sinar Grafika.
http//Yogiikhwan.wordpress.com/. Yogi Ikhwan, S.T.di akses pada tanggal 11 September 2013, pukul 15:21.


[1] John Z Loudeo. Menemukan Hukum Melalui Hukum dan Fakta. (Surabaya; Bina Kasara, 1983). Hlm 66.
[2] C.S.T Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. (Jakrta; Balai Pustaka, 1989). Cet-8, Hlm 49.
[3] S.F Marbun dan Moh. Mahfud MD. Pokok-Pokok Adminitrasi Negara. (Yogyakarta : Liberty,  2006). Hlm 36.
[4] Ahmad Kamil. M Fauzan. Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi. Jakarta; Kencana Prenada Media Group. 2008. Hlm 39.
[5] http//Yogiikhwan.wordpress.com/. Yogi Ikhwan, S.T.diakses pada tanggal 11 September 2013, pukul 15:21.
[6] Ahmad Kamil. M Fauzan. Kaidah-Kaidah Hukum Yurisprudensi. Jakarta; Kencana Prenada Media Group. 2008. Hlm 41.
[7] http//Yogiikhwan.wordpress.com/. Yogi Ikhwan, S.T.di akses pada tanggal 11 September 2013, pukul 15:21.
[8] R.Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta; Sinar Grafika. ....... Hlm.98

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH MASAILUL FIQH dalam PRESPEKTIF IJTIHAD METODE BAYANI

HARTA BERSAMA PASCA PERKAWINAN MENURUT ULAMA’ MADZHAB

PERJANJIAN JOINT VENTURE