TEKNIK MEDIASI NON LITIGASI
TEKNIK MEDIASI
Makalah
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah
Kemahiran
Non Litigasi
Dosen
Pengampu : Drs. Taufik,CH.,MH

Disusun oleh:
Nely Sama Kamalia (122111102)
Nihayatul Ifadhloh (122111103)
Nur Halimah (122111106)
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
WALISONGO
SEMARANG
Teknik Mediasi
I.
Pendahuluan
Permasalahan
merupakan suatu hal yang harus di selesaikan, baik permasalahan yang bersifat
sosial maupun yang berujung pada sebuah hukum. Cara penyelesaian permasalahan
terdapat beberapa bentuk, diantaranya adalah; litigasi, arbitrase, Early
Neutral Evaluation (ENE), mediasi, negosiasi, dan pencarian fakta.
Mediasi
merupakan salah satu bentuk penyelesaian permasalahan yang mengedepankan bentuk
perundingan diantara yang bersangkutan dengan bantuan pihak ketiga yang saling
dipercayai oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Namun pada intinya pihak
mediator tidak memberikan andil terlalu banyak pada proses penyelesaian
konflik, karena bentuk mediasi sepenuhnya keinginan dari pihak-pihak yang
bersangkutan. Setelah para pihak bersepakat untuk menyetujui hasil mediasi maka
hasil mediasi dapat dikukuhkan dengan cara diajukan ke pengadilan untuk
mendapatkan pengukuhan sebagai akta perdamaian yang sah, hal ini berlaku untuk
bentuk mediasi yang berada di luar peradilan. Untuk bentuk mediasi yang berada
dalam ranah pengadilan juga sudah diatur berdasarkan ketentuan pasal 130
HIR/154 Rbg bahwa setiap perkara yang masuk dalam pengadilan harus melalui
proses mediasi terlebih dahulu dengan berbagai ketentuan yang berlaku untuk
para pihak yang terlibat konflik didalamnya.
Dalam
tulisan ini pemakalah akan memaparkan tentang gambaran mediasi khususnya yang
berada diluar peradilan, kemudian juga membahas tentang teknik mediasi itu
seperti apa dan bagaimana, kemudian juga peran dan fungsi seorang mediator
dalam proses mediasi, dan terahir tentang kode etik yang harus dimiliki oleh
seorang mediator.
II.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan
permasalahan dari pembahasan makalah ini adalah :
1. Teknik Dan Proses
Mediasi !
2. Peran Dan
Fungsi Mediator !
3. Kode Etik
Mediator !
III.
Pembahasan
A. Teknik Proses
mediasi
Hampir setiap hari kita disuguhi
konflik dalam media masa, baik dalam berita maupun realita yang kita sendiri
menyaksikanya. Dari mulai bersifat per individual hingga kelompok bahkan
internasional. Terdapat beberapa pendekatan dalam memhami konflik. Salah
satunya adalah mediasi. Mediasi merupakan suatu wadah yang membantu para pihak
untuk ikut andil dalam menyelesaikan konflik dengan berbagai proses yang
terarah oleh seorang mediator untuk mengatur para pihak.[1]
Proses berarti tahapan atau langkah
dari awal hingga akhir. Proses mediasi dapat dibedakan antara proses mediasi di
luar pengadilan dan proses mediasi yang terintegrasi dengan proses berperkara
di pengadilan. Bagaimana proses mediasi di luar pengadilan tidak diatur dalam
peraturan perundang undangan. proses mediasi sangat bervariasi tergantng pada
kontek penggunaannya. Karena pada asasnya, proses mediasi tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan,
maka proses mediasi cenderung bersifat universal dan tidak bersifat legalistik.
Namun dalam tulisan ini (hanya) akan
dijelaskan proses mediasi secara non litigasi. Terdapat beberapa Proses Mediasi
di Luar Pengadilan atau secara non litigasi menurut Moore ;
1.
Mediator
memulai hubungan dengan para pihak
Para pihak dapat berupa perorangan,
organisasi, ataupun badan hukum. Jika para pihak sudah sepakat menunjuk dan
menerima seseorang atau lebih sebagai mediator, maka mediator sudah dapat
melakukan tugas-tugas selanjutnya. Namun, jika hanya satu pihak meminta atau
memprakarsai, maka mediator harus mendekati pihak lain untuk meminta persetujuan
pihak itu. Karena penerimaan para pihak terhadap diri mediator adalah langkah
awal yang esensial bagi seorang mediator untuk memulai perannya.
Keterlibatan
mediator dalam sebuah sengketa dapat berawal dari tawaran jasa oleh mediator
kepada para pihak. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi. Mediator memberi wawasan kepada para pihak bahwa
penyelenggaraan mediasi dapat dilakukan melalui beberapa pilihan pendekatan,
misalnya antara pendekatan formal dan
informal, tertutup ketat dan terbuka. Pada
tahap awal ini mediator mengadakan pertemuan dengan para pihak secara terpisah
pisah guna membahas pilihan-pilihan sesuai keinginan atau kebutuhan para pihak.
Tugas mediator hanya memberi wawasan kepada para pihak.
2.
Mengumpulkan
dan menganalisis berbagai informasi terkait sengketa
Pengumpulan
dan analisis berbagai informasi yang berkaitan dengan sengketa perlu
dilakukan oleh mediator untuk mengidentifikasi para pihak yang
terlibat sengketa, masalah-masalah yang dipersengketakan, dan kepentingan para
pihak, mengungkapkan dan menganalisis dinamika hubungan para pihak pada masa
lalu dan masa sekarang, tentunya dengan
batasan yang wajar.
3.
Menyusun
Rencana Mediasi
Penyususnan
rencana mediasi dimaksudkan untuk mempertimbangkan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut.
a.
Siapa yang
berperan dalam proses mediasi
b.
Di mana tempat
mediasi berlangsung
c.
Bagaimana
penataan fisik ruang pertemuan
d.
Apa prosedur
yang perlu digunakan dan bagaimana membuat aturan perundingan dilakukan
e.
Bagaimana kondisi psikologis para pihak
f.
Apa
masalah-masalah atau isu-isu yang penting bagi para pihak
4.
Membangun
kepercayaan dan kerja sama di antara para pihak
Setelah para
pihak menerima kehadiran mediator, mediator tidak harus segera memepertemukan
para pihak. Mediator dapat memulai proses mediasi dengan cara melakukan
pertemuan-pertemuan terpisah kepada para pihak, sebelum para pihak dipertemukan
secara langsung . Pendekatan seperti ini lebih diperlukan jika sengketa melibatkan emosi yang tinggi.
Pada tahap ini mediator dapat memberikan wawasan kepada para pihak tentang
mediasi. Setelah para pihak memperlihatkan kesiapan mental dan kerja sama
menempuh preses mediasi, barulah mediator mengadakan tatap muka langsung bersama
dengan para pihak.
5.
Memulai sidang
mediasi
Pada Pertemuan
pertama yang dihadiri lengkap para pihak, mediator sebaiknya melakukan tiga hal
pokok. Pertama, mediator memperkenalkan diri sendiri, kemudian meminta para
pihak atau kuasa hukum untuk memperkenalkan diri. Kedua, mediator perlu untuk
menjelaskan kepada para pihak tentang pengertian mediasi dan peran atau tugas-tugas mediator. Mediator perlu
menekankan ciri-ciri utama mediasi, yaitu mediator bersifat netral dan tidak
memiliki kewenangna memutus, serta adanya kaukus selama proses mediasi. Ketiga,
mediator menekanan perlunya aturan mediasi sehingga mediator harus menganjurkan
agar proses mediasi berjalan atas dasar aturan-aturan.
Langkah
berikutnya adalah mediator meminta para pihak untuk melakukan pernyataan
pembukaan. Pernyataan pembukaan memuat
latar belakang sengketa atau duduk perkara serta usulan penyelesain dari sudut
pandang masing-masing pihak. Dari pernyataan pembukaan ini, mediator harus
merumuskan masalah-masalah dan menyusun agenda perundingan.
6.
Merumuskan
Masalah-Masalah dan menyusun Agenda
Mediator harus
mampu membantu para pihak mengidentifikasi masalah yang terjadi atau yang
dipersepsikan oleh para pihak. Dari identifikasi masalah-masalah itu, mediator
dapat merumuskan agenda perundingan atau mediasi. Mediator dapat
mengidentifikasi masalah melalui wawancara, meminta para pihak untuk menuliskan
sengketa dari sudut pandang masing-masing, dan menyarikan dari pernyataan- pernyataan
pembukaan para pihak.
Agenda mediasi
disarikan dari masalah-masalah penyebab sengketa. Agenda perundingan yang jelas merupakan
langkah awal penting bagi keberhasilan penyelenggaraan proses mediasi. Yang dimaksud dengan agenda mediasi atau agenda
perundingan adalah masalah-masalah yang dibahas dalam perundingan atau proses
mediasi.
7.
Mengungkapkan
kepentingan tersembunyi dari para pihak
Salah satu
faktor penyebab konflik adalah adanya benturan kepentingan atau tidak
terpenuhinya kepentingan salah satu atau para pihak. Jika kepentingan mereka
tidak terpenuhi dengan tawaran-tawaran yang terjadi dalam proses mediasi, maka
para pihak cenderung menolak tawaran-tawaran itu. Sering kali dalam praktik mediasi,
mediasi mengalami jalan buntu (deadlock) karena proses mediasi tidak
mampu memuaskan kepentingan salah satu pihak atau para pihak. Oleh sebab itu,
menjadi tugas pokok bagi seorang mediator untuk mampu mengungkapkan
kepentingan-kepentingan tersembunyi saah satu pihak atau para pihak. Secara teoritas terdapat dua pendekatan untuk
mengungkapkan kepentingan para pihak.
Pertma adalah pendektan langsung, yaitu mediator menanyakan apa yang menjadi
kepentingan pihak. Kedua, dapat dilakukan dengan mendengar secara cermat
pernyataan-pernyataan dari para pihak yang menyiratkan kepentingan.
8.
Mengembangkan
pilihan pilihan penyelesaian masalah
Jika satu
masalah hanya diatasi dengan satu opsi penyelesaian, maka para pihak cenderung
terperangkap dalam perundingan tawar-menawar yang posisional dan menggiring mereka ke jalan buntu. Misalnya, jika masalah
pokok yang dibahas adalah soal ganti rugi, maka mediator harus mendorong para
pihak untuk tidak hanya membahas soal
jumlah, tetapi juga hal-hal lain
yang terkait, misalnya cara pembayaran ganti kerugian, apakah pembayaran
tunai atau angsuran, atau kapan ganti kerugian dapat dilakukan.
9.
Menganalisis
pilihan-pilihan penyelesaian
Jika para pihak telah dapat menemukan sekurang-kurangnya
dua opsi penyelesaian atas sebuah masalah, mediator kemudian harus mendorong
para pihak untuk membahas tiap opsi, Opsi mana yang paling dapat memuaskan
kepentingna para pihak, opsi itulah yang paling dapat diterima menjadi sebuah
penyelesaian atas suatu masalah. opsi yang dapat memenuhi kepentingan kedua
belah pihak, tidak cukup hanya bersifat
desirability tapi juga harus enforceability.
10.
Proses tawar-menawar
Proses tawar-menawar
merujuk pada suatu keadaan bahwa satu pihak telah memberikan tawaran-tawaran
atau konsesi-konsesi kepada pihak mitra runding untuk memperoleh imbalan
sebaliknya dari mitra runding.[2]
B. Peran dan
fungsi mediator
Mediasi sendiri merupakan suatu proses kerjasama dengan
pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik, sehingga tercipta suatu kedamaian.
Pihak ketiga yang disebut mediator dengan demikian berfungsi sebagai penengah,
berposisi sebagai pihak yang netral yang tidak berpihak pada salah satu dari
pihak yang bersengketa. Seorang mediator juga akan terlihat aktif dalam mencoba
menemukan jalan keluar yang dirumuskan bersama-sama. Peran seoarang mediator
tidak lain adalah untuk membangun kembali komunikasi yang baik diantara para
pihak. Memang mediasi tidak selamnya berjalan damai dan lancar, dan tidak
secara instan dapat menyelesaikan konflik.[3]
Mediator pada umumnya merupakan bagian dari suatu lembaga
yang aktif dalam penyelesaian masalah hukum, seperti LPKBHI. Namun seorang
mediator juga dapat berperan independen yang mana tidak terikat oleh bentuk
organisani, dan biasanya dari seorang tokoh masyarakat, ataupun tokoh adat yang
cukup berpengalaman dalam menyelesaikan sengketa. seorang mediator berperan
aktif dalam menjembatani sejumlah pertemuan antara para pihak. Mediator akan
berposisi menjadi seorang katalisator yang mendorong lahirnya diskusi-diskusi
konstruktif dimana para pihak terlibat secara aktif dalam membicarakan akar
persengketaan mereka.[4]
Peran seorang mediator dalam menyelesaikan konflik sangat
menentukan bagaimana para pihak akan mencoba untuk saling terbuka dan
berbicara, namun tetap harus diingat seorang mediator peranya hanya terbatas
untuk mencoba membuka jalan keluar diantara pihak yang bersengketa tanpa
mencoba memberikan intervensi kepada pihak-pihak terkait. Terdapat beberapa
macam peran yang dapat dilakukan oleh seorang mediator dalam menyelesaikan
konflik, diantaranya:
1. Diagnosa Konflik
Seorang
mediator seharusnya terlebih dahulu menyusun poin-poin penting dan membuat
skala prioritas menyangkut poin mana yang harus mendapat perhatian khusus guna
di perdalam cara pemecahan masalahnya, diantra poin penting tersebut:
a. Identitas
para pihak
b. Latar
belakang sengketa
c. Spesifikasi
sengketa
d. Landasan
hukum sengketa
e. Petitum
gugatan
2. Identifikasi Masalah
Jika
dalam proses identifikasi konflik mediator telah mampu mengambil kesimpulan
awal berdasarkan asumsi-asumsi, maka dalam identifikasi masalah mediator akan
melakukan penelaahan secara lebih mendalam pada konflik kedua belah pihak.
Mediator juga harus mampu mengidentifikasi dalm persoalan kedua belah pihak,
apakah wanprestasi ataukah PMH (perbuatan melawan hukum).
3. Menyusun Agenda
Agar
mediasi lebih terarah dan efekti, maka mediator harus menyusun agenda
pertemuan. PERMA mediasi memberikan jatah waktu untuk melakukan mediasi selama
40 hari kerja, dan kemudian menyusun materi yang akan dibahas.
4. Mempelancar Dan
Menyusun Komunikasi
Para
pihak yang sedang dalam konflik memang sangat susah dalam proses komunikasi,
disitulah peran mediator sangat penting, mungkin untuk mempertemukan
ketersinambungan komunikasi keduanuya sulit, namun setidaknya mediator menjadi
pendengar dan mencatat poin-poin penting konflik, kemudian mediator menemukan
keinginan substansial dan primer kedua belah pihak.
5. Membimbing Untuk
Melakukan Tawar Menawar Dan Kompromi
Meidator
harus mampu mengendalikan keinginan para pihak yang dirasa merugikan salah satu
pihak. Mediasi diperlukan adanya penawaran kooperatif dimana diantara para
pihak saling memberikan bentuk penawaran utuk tujuan dan kepentingan bersama.
6. Penyelesaian Masalah
Dengan Pilihan-Pilihan
Mediator
harus mampu memberikan pilihan-pilihan yang dapat diajukan kepada para pihak
jika tidak menemukan jalan terbaik dalam penyelesaian permasalahan. Karana pada
hakikatnya mediasi lebih mengarah pada bnetuk pendekatan moral.[5]
Mediator juga memiliki bebrapa fungsi, diantaramya; Sebagai
“Katalisator” makdusnya mampu mendorong lahirnya suasana yang mednukung
agar tercipta suatu komuniaskai diantara pihak-pihak. Sebagai “Pendidik”
mediator memahami kehendak dari kendala dari para pihak. Sebagai “Penerjemah”
mediator berusaha menyampaikan maksud dari kedua belah pihak dengan bahasa yang
dikemas dengan sedemikian rupa agar tidak membuat pihak-pihak salah memahami
satu sama lain. Sebagai “Nara Sumber”
mampu mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia. Sebagai “Penyandang
Berita Jelek” mediator harus mampu menyadari bahwa para pihak dalam proses
perundingan dapat bersikap emosional, maka mediator harus siap menerima
perkataan yang mungkin bisa dikatakan kasar oleh para pihak.
Sebagai “Agen Realitas” mediator siap menjadi pihak yang dipersalahkan
apabila para pihak tidak merasa puas dengan hasil mediasi.[6]
C. Kode Etik
Mediator
Kode etik adalah
dokumen yang tersedia secara umum yang menyediakan pesan yang jelas terhadap
mereka yang terlibat dalam mediasi dan kepada masyarakat tentang batasan etik
dan profesional yang dikaitkan dengan praktek mediasi oleh mediator. Hal ini
pula ditegaskan oleh David Spanser dan Michael Bogan. Yaitu menyebutkan bahwa
kode etik atau ethical standard sebagai
ramuan dari prinsip-prinsip dasar dalam praktek mediasi.
Kode etik yang
dikeluarkan oleh The Law Council Of Australia, David Spanser dan Michael
Bogan memuat berbagai substansi sebagai berikut, antara lain:
Defini, Kerahasiaan, parsialitas,
Kualitas proses, Netralitas, Penghentian mediasi, Kompetensi, pencatatan
kesepakatan, publisitas dan pengumuman, Fee
(biaya mediasi). Penerjemahan
prinsip-prinsip dasar mediasi tersebut dalam kode etik tentunya ditentukan oleh
masing-masing lembaga yang didasarkan atas dasar-dasar pertimbangan
kelembagaan. Pedoman perilaku mediator yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik
indonesia misalnya, membahasakan prinsip-prinsip itu dalam kerangka tanggung
jawab dan kewajiban mediator. Karena pedoman perilaku mediator yang dikeluarkan
oleh Mahkamah Agung Republik indonesia ditunjukan kepada mediator yang
menjalankan fungsi mediator sebagaimana tercantum dalam daftar di pengadilan
negeri dan pengadian agama, maka disitu diatur pula persoalan sanksi dan
pengawasan oleh ketua pengadilan tingkat pertama.
Substansi kode
etik yang hampir sama juga dapat ditemukan dalam kode etik mediator yang
dikeluarkan oleh Pusat Mediasi Nasional (PMN). Kode etik mediator yang
dikeluarkan oleh PMN mencakup sub-sub, antara lain:
1.
Ketentuan
umum 6. Kesepakatan untuk
mediasi
2.
Ketidakberpihakan 7. Penghentian atau penundaan mediasi
3.
Benturan
kepentingan 8. Ketentuan-ketentuan
lain
4.
Kerahasiaan 9. Pelaksanaan kode etik
5.
Mengenai
proses 10. Ketentuan penutup
Dapat
disimpulkan bahwa kode etik mediator adalah penjabaran etika mediasi yang
sebenarnya berakar dari prinsip-prinsip dasar yang menyangga keberadaan mediasi
sebagai ADR. Yang mana memuat etika yang seharusnya dijunjung oleh mediator
demi eksistensi dan keberlangsungan profesi mediasi sebagai ADR. Sehingga
substansi kode etik disebut pula sebagai pertimbangan etik bagi mediator-mediator
atau kewajiban etik mediator.[7]
Sebagai mediator
dalam menangani suatu konflik ada hal-hal
yang perlu dipenuhi, seperti kepercayaan dan pastinya tidak memihak, juga tidak ragu dalam
mencari keputusan yang pastinya win-win solution. Namun keputusan tetap
berada ditangan pihak-pihak. Yang diharapkan adalah saling mengalah, untuk menang
bersama, Sekalipun belum maksimal, tapi setidaknya itulah yang terbaik.[8]
IV.
Kesimpulan
Pada dasarnya
mediasi di luar pengadilan tidak dalam peraturan perundang undangan,
tetapi lebih didasarkan pada pengalaman
para praktisi. Moore mengidentifakasi proses mediasi ke dalam dua belas tahapa,
yaitu :
1.
Mediator
memulai hubungan dengan para pihak
2.
Mengumpulkan
dan menganalisis berbagai informasi terkait sengketa
3.
Menyusun
Rencana Mediasi
a.
Siapa yang
berperan dalam proses mediasi
b.
Di mana tempat
mediasi berlangsung
c.
Bagaimana
penataan fisik ruang pertemuan
d.
Apa prosedur
yang perlu digunakan dan bagaimana membyat aturan perundingan dilakukan
e.
Bagaimana kondisi psikologis para pihak?
f.
Apa masalah
masalah atau isu isu yang penting bagi para pihak
4.
Membangun
kepercayaan dan kerja sama di antara para pihak
5.
Memulai sidang
sidang mediasi
6.
Merumuskan
Masalah Masalah dan menyusun Agenda
7.
Mengungkapkan
kepentingan tersembunyi dari para pihak
8.
Mengembangkan
pilihan pilihan penyelesaian masalah
9.
Menganalisis
pilihan pilihan penyelesaian
10.
Proses tawar
menawar
Peran
seorang mediator dalam menyelesaikan konflik sangat menentukan bagaimana para
pihak akan mencoba untuk saling terbuka dan berbicara. Terdapat beberapa macam
peran yang dapat dilakukan oleh seorang mediator dalam menyelesaikan konflik,
diantaranya:
1.
Diagnosa Konflik
a. Identitas
para pihak
b. Latar
belakang sengketa
c. Spesifikasi
sengketa
d. Landasan
hukum sengketa
e. Petitum
gugatan
2.
Identifikasi Masalah
3.
Menyusun Agenda
4.
Mempelancar Dan Menyusun Komunikasi
5.
Membimbing Untuk Melakukan Tawar Menawar Dan Kompromi
6.
Penyelesaian Masalah Dengan Pilihan-Pilihan
Dapat
disimpulkan bahwa kode etik mediator adalah penjabaran etika mediasi yang
sebenarnya berakar dari prinsip-prinsip dasar yang menyangga keberadaan mediasi
sebagai ADR. Yang mana memuat etika yang seharusnya dijunjung oleh mediator
demi eksistensi dan keberlangsungan profesi mediasi sebagai ADR. Sehingga
substansi kode etik disebut pula sebagai pertimbangan etik bagi
mediator-mediator atau kewajiban etik mediator.
V.
Penutup
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
secara tidak langsung telah membimbing kami dalam pembuatan tulisan ini. Dan
juga pemakalah sadar akan banyaknya kekurangan dalam pembuatan tulisan ini.
Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati, pemakalah bermaksud meminta kritik
dan saran dari para pembaca, yang tentu saja kritik dan saran yang tetap pada
koridor membangun bagi bagi pemakalah, dan semoga Allah selalu senantiasa
meridhoi setiap langkah kita, dan selalu membimbing kita ke arah jalan yang
benar, Aamin..
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Syahrizal. 2011. Mediasi; Dalam Hukum Syariah, Hukum
Adat, Dan Hukum Nasional. Jakarta; Kencana. Ed 1. Cet 2.
Fanani, Ahwan. At.All. 2015. Meneglola Konflik Membangun Damai.
Semarang; Walisongo Mediation Center (Wmc).
Fanani, Ahwan. 2012. Pengantar
Mediasi (Fasilitas) Prinsip Metode, Teknik. Semarang; Walisongo Pers.
Jamil, M. Mukhsin,. 2007. Mediasi Dan Resolusi Konflik.
Semarang; Walisongo Mediatin Centre (Wmc).
Rahmadi, Takdir. 2010. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui
Pendekatan Mufakat. Jakarta; Raja Wali Pers.
Witanto. 2008. Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata Di
Lingkungan Peradilan Umum Dan Agama. Bandung; Alfabeta.
[1] Ahwan Fanani. At.All. Meneglola Konflik
Membangun Damai. Semarang; Walisongo Mediation Center (Wmc). 2015. Hlm 178.
[2] Takdir Rahmadi. Mediasi Penyelesaian
Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada,
2010, Hlm 99.
[3] M. Mukhsin Jamil. Mediasi Dan Resolusi
Konflik. Semarang; Walisongo Mediatin Centre (Wmc). 2007. Hlm 98-99.
[4] Syahrizal Abbas. Mediasi; Dalam Hukum
Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional. Jakarta; Kencana. 2011. Ed 1. Cet
2. Hlm 76.
[5] Witanto. Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara
Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Agama. Bandung; Alfabeta. 2008.
Hlm; 101-118.
[6] Takdir Rahmadi. Mediasi Penyelesaian
Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta; Raja Wali Pers. 2010. Cet 1.
Ed 1. Hlm 14.
[7] Ahwan Fanani. Pengantar Mediasi
(Fasilitas) Prinsip Metode, Teknik. Semarang; Walisongo Pers. 2012. Hlm
64-65.
[8] Ahwan Fanani. At.All. Meneglola Konflik
Membangun Damai. Semarang; Walisongo Mediation Center (Wmc). 2015. Hlm 182.
Komentar
Posting Komentar