TEKNIK MEDIASI NON LITIGASI

TEKNIK MEDIASI

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Kemahiran Non Litigasi

Dosen Pengampu : Drs. Taufik,CH.,MH

  
 

Disusun oleh:
Nely Sama Kamalia (122111102)
Nihayatul Ifadhloh (122111103)
Nur Halimah (122111106)

HUKUM PERDATA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
WALISONGO
SEMARANG
2015

Teknik Mediasi
I.                   Pendahuluan
Permasalahan merupakan suatu hal yang harus di selesaikan, baik permasalahan yang bersifat sosial maupun yang berujung pada sebuah hukum. Cara penyelesaian permasalahan terdapat beberapa bentuk, diantaranya adalah; litigasi, arbitrase, Early Neutral Evaluation (ENE), mediasi, negosiasi, dan pencarian fakta.
Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian permasalahan yang mengedepankan bentuk perundingan diantara yang bersangkutan dengan bantuan pihak ketiga yang saling dipercayai oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Namun pada intinya pihak mediator tidak memberikan andil terlalu banyak pada proses penyelesaian konflik, karena bentuk mediasi sepenuhnya keinginan dari pihak-pihak yang bersangkutan. Setelah para pihak bersepakat untuk menyetujui hasil mediasi maka hasil mediasi dapat dikukuhkan dengan cara diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan pengukuhan sebagai akta perdamaian yang sah, hal ini berlaku untuk bentuk mediasi yang berada di luar peradilan. Untuk bentuk mediasi yang berada dalam ranah pengadilan juga sudah diatur berdasarkan ketentuan pasal 130 HIR/154 Rbg bahwa setiap perkara yang masuk dalam pengadilan harus melalui proses mediasi terlebih dahulu dengan berbagai ketentuan yang berlaku untuk para pihak yang terlibat konflik didalamnya.
Dalam tulisan ini pemakalah akan memaparkan tentang gambaran mediasi khususnya yang berada diluar peradilan, kemudian juga membahas tentang teknik mediasi itu seperti apa dan bagaimana, kemudian juga peran dan fungsi seorang mediator dalam proses mediasi, dan terahir tentang kode etik yang harus dimiliki oleh seorang mediator.

II.                Rumusan Masalah
  Adapun rumusan permasalahan dari pembahasan makalah ini adalah :
1.      Teknik Dan Proses Mediasi !
2.      Peran Dan Fungsi Mediator !
3.      Kode Etik Mediator !

III.             Pembahasan
A.    Teknik Proses mediasi
Hampir setiap hari kita disuguhi konflik dalam media masa, baik dalam berita maupun realita yang kita sendiri menyaksikanya. Dari mulai bersifat per individual hingga kelompok bahkan internasional. Terdapat beberapa pendekatan dalam memhami konflik. Salah satunya adalah mediasi. Mediasi merupakan suatu wadah yang membantu para pihak untuk ikut andil dalam menyelesaikan konflik dengan berbagai proses yang terarah oleh seorang mediator untuk mengatur para pihak.[1]
Proses berarti tahapan atau langkah dari awal hingga akhir. Proses mediasi dapat dibedakan antara proses mediasi di luar pengadilan dan proses mediasi yang terintegrasi dengan proses berperkara di pengadilan. Bagaimana proses mediasi di luar pengadilan tidak diatur dalam peraturan perundang undangan. proses mediasi sangat bervariasi tergantng pada kontek penggunaannya. Karena pada asasnya, proses mediasi  tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, maka proses mediasi cenderung bersifat universal dan tidak bersifat legalistik.  Namun dalam tulisan ini (hanya) akan dijelaskan proses mediasi secara non litigasi. Terdapat beberapa Proses Mediasi di Luar Pengadilan atau secara non litigasi menurut Moore ;
1.    Mediator memulai hubungan dengan para pihak
Para pihak dapat berupa perorangan, organisasi, ataupun badan hukum. Jika para pihak sudah sepakat menunjuk dan menerima seseorang atau lebih sebagai mediator, maka mediator sudah dapat melakukan tugas-tugas selanjutnya. Namun, jika hanya satu pihak meminta atau memprakarsai, maka mediator harus mendekati pihak lain untuk meminta persetujuan pihak itu. Karena penerimaan para pihak terhadap diri mediator adalah langkah awal yang esensial bagi seorang mediator untuk memulai perannya.
Keterlibatan mediator dalam sebuah sengketa dapat berawal dari tawaran jasa oleh mediator kepada para pihak. Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi. Mediator  memberi wawasan kepada para pihak bahwa penyelenggaraan mediasi dapat dilakukan melalui beberapa pilihan pendekatan, misalnya antara pendekatan formal  dan informal, tertutup ketat dan terbuka.  Pada tahap awal ini mediator mengadakan pertemuan dengan para pihak secara terpisah pisah guna membahas pilihan-pilihan sesuai keinginan atau kebutuhan para pihak. Tugas mediator hanya memberi wawasan kepada para pihak.
2.    Mengumpulkan dan menganalisis berbagai informasi terkait sengketa
Pengumpulan dan analisis berbagai informasi yang berkaitan dengan sengketa perlu dilakukan  oleh mediator  untuk mengidentifikasi para pihak yang terlibat sengketa, masalah-masalah yang dipersengketakan, dan kepentingan para pihak, mengungkapkan dan menganalisis dinamika hubungan para pihak pada masa lalu  dan masa sekarang, tentunya dengan batasan yang wajar.
3.    Menyusun Rencana Mediasi
Penyususnan rencana mediasi dimaksudkan untuk mempertimbangkan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut.
a.          Siapa yang berperan dalam proses mediasi
b.         Di mana tempat mediasi berlangsung
c.          Bagaimana penataan fisik ruang pertemuan
d.        Apa prosedur yang perlu digunakan dan bagaimana membuat aturan perundingan dilakukan
e.          Bagaimana  kondisi psikologis para pihak
f.          Apa masalah-masalah atau isu-isu yang penting bagi para pihak
4.    Membangun kepercayaan dan kerja sama di antara para pihak
Setelah para pihak menerima kehadiran mediator, mediator tidak harus segera memepertemukan para pihak. Mediator dapat memulai proses mediasi dengan cara melakukan pertemuan-pertemuan terpisah kepada para pihak, sebelum para pihak dipertemukan secara langsung . Pendekatan seperti ini lebih diperlukan  jika sengketa melibatkan emosi yang tinggi. Pada tahap ini mediator dapat memberikan wawasan kepada para pihak tentang mediasi. Setelah para pihak memperlihatkan kesiapan mental dan kerja sama menempuh preses mediasi, barulah mediator mengadakan tatap muka langsung bersama dengan para pihak.


5.    Memulai sidang mediasi
Pada Pertemuan pertama yang dihadiri lengkap para pihak, mediator sebaiknya melakukan tiga hal pokok. Pertama, mediator memperkenalkan diri sendiri, kemudian meminta para pihak atau kuasa hukum untuk memperkenalkan diri. Kedua, mediator perlu untuk menjelaskan kepada para pihak tentang pengertian mediasi dan peran  atau tugas-tugas mediator. Mediator perlu menekankan ciri-ciri utama mediasi, yaitu mediator bersifat netral dan tidak memiliki kewenangna memutus, serta adanya kaukus selama proses mediasi. Ketiga, mediator menekanan perlunya aturan mediasi sehingga mediator harus menganjurkan agar proses mediasi berjalan atas dasar aturan-aturan.
Langkah berikutnya adalah mediator meminta para pihak untuk melakukan pernyataan pembukaan. Pernyataan pembukaan  memuat latar belakang sengketa atau duduk perkara serta usulan penyelesain dari sudut pandang masing-masing pihak. Dari pernyataan pembukaan ini, mediator harus merumuskan masalah-masalah dan menyusun agenda perundingan.
6.    Merumuskan Masalah-Masalah  dan menyusun Agenda
Mediator harus mampu membantu para pihak mengidentifikasi masalah yang terjadi atau yang dipersepsikan oleh para pihak. Dari identifikasi masalah-masalah itu, mediator dapat merumuskan agenda perundingan atau mediasi. Mediator dapat mengidentifikasi masalah melalui wawancara, meminta para pihak untuk menuliskan sengketa dari sudut pandang masing-masing, dan menyarikan dari pernyataan- pernyataan pembukaan para pihak.
Agenda mediasi disarikan dari masalah-masalah penyebab sengketa.  Agenda perundingan yang jelas merupakan langkah awal penting bagi keberhasilan penyelenggaraan proses mediasi.  Yang dimaksud dengan agenda mediasi atau agenda perundingan adalah masalah-masalah yang dibahas dalam perundingan atau proses mediasi.
7.    Mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak
Salah satu faktor penyebab konflik adalah adanya benturan kepentingan atau tidak terpenuhinya kepentingan salah satu atau para pihak. Jika kepentingan mereka tidak terpenuhi dengan tawaran-tawaran yang terjadi dalam proses mediasi, maka para pihak cenderung menolak tawaran-tawaran itu. Sering kali dalam praktik mediasi, mediasi mengalami jalan buntu (deadlock) karena proses mediasi tidak mampu memuaskan kepentingan salah satu pihak atau para pihak. Oleh sebab itu, menjadi tugas pokok bagi seorang mediator untuk mampu mengungkapkan kepentingan-kepentingan tersembunyi saah satu pihak atau para pihak.  Secara teoritas terdapat dua pendekatan untuk mengungkapkan kepentingan  para pihak. Pertma adalah pendektan langsung, yaitu mediator menanyakan apa yang menjadi kepentingan pihak. Kedua, dapat dilakukan dengan mendengar secara cermat pernyataan-pernyataan dari para pihak yang menyiratkan kepentingan.
8.    Mengembangkan pilihan pilihan penyelesaian masalah
Jika satu masalah hanya diatasi dengan satu opsi penyelesaian, maka para pihak cenderung terperangkap dalam perundingan tawar-menawar yang posisional  dan menggiring  mereka ke jalan buntu. Misalnya, jika masalah pokok yang dibahas adalah soal ganti rugi, maka mediator harus mendorong para pihak untuk tidak hanya membahas soal  jumlah, tetapi juga  hal-hal lain yang terkait, misalnya cara pembayaran ganti kerugian, apakah pembayaran tunai  atau angsuran, atau kapan   ganti kerugian dapat dilakukan.  
9.    Menganalisis pilihan-pilihan penyelesaian
Jika para  pihak telah dapat menemukan sekurang-kurangnya dua opsi penyelesaian atas sebuah masalah, mediator kemudian harus mendorong para pihak untuk membahas tiap opsi, Opsi mana yang paling dapat memuaskan kepentingna para pihak, opsi itulah yang paling dapat diterima menjadi sebuah penyelesaian atas suatu masalah. opsi yang dapat memenuhi kepentingan kedua belah pihak, tidak cukup hanya bersifat desirability tapi juga harus enforceability.
10.     Proses tawar-menawar
Proses tawar-menawar merujuk pada suatu keadaan bahwa satu pihak telah memberikan tawaran-tawaran atau konsesi-konsesi kepada pihak mitra runding untuk memperoleh imbalan sebaliknya dari mitra runding.[2]

B.     Peran dan fungsi mediator
Mediasi sendiri merupakan suatu proses kerjasama dengan pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik, sehingga tercipta suatu kedamaian. Pihak ketiga yang disebut mediator dengan demikian berfungsi sebagai penengah, berposisi sebagai pihak yang netral yang tidak berpihak pada salah satu dari pihak yang bersengketa. Seorang mediator juga akan terlihat aktif dalam mencoba menemukan jalan keluar yang dirumuskan bersama-sama. Peran seoarang mediator tidak lain adalah untuk membangun kembali komunikasi yang baik diantara para pihak. Memang mediasi tidak selamnya berjalan damai dan lancar, dan tidak secara instan dapat menyelesaikan konflik.[3]
Mediator pada umumnya merupakan bagian dari suatu lembaga yang aktif dalam penyelesaian masalah hukum, seperti LPKBHI. Namun seorang mediator juga dapat berperan independen yang mana tidak terikat oleh bentuk organisani, dan biasanya dari seorang tokoh masyarakat, ataupun tokoh adat yang cukup berpengalaman dalam menyelesaikan sengketa. seorang mediator berperan aktif dalam menjembatani sejumlah pertemuan antara para pihak. Mediator akan berposisi menjadi seorang katalisator yang mendorong lahirnya diskusi-diskusi konstruktif dimana para pihak terlibat secara aktif dalam membicarakan akar persengketaan mereka.[4]
Peran seorang mediator dalam menyelesaikan konflik sangat menentukan bagaimana para pihak akan mencoba untuk saling terbuka dan berbicara, namun tetap harus diingat seorang mediator peranya hanya terbatas untuk mencoba membuka jalan keluar diantara pihak yang bersengketa tanpa mencoba memberikan intervensi kepada pihak-pihak terkait. Terdapat beberapa macam peran yang dapat dilakukan oleh seorang mediator dalam menyelesaikan konflik, diantaranya:
1.      Diagnosa Konflik
Seorang mediator seharusnya terlebih dahulu menyusun poin-poin penting dan membuat skala prioritas menyangkut poin mana yang harus mendapat perhatian khusus guna di perdalam cara pemecahan masalahnya, diantra poin penting tersebut:
a.       Identitas para pihak
b.      Latar belakang sengketa
c.       Spesifikasi sengketa
d.      Landasan hukum sengketa
e.       Petitum gugatan
2.      Identifikasi Masalah
Jika dalam proses identifikasi konflik mediator telah mampu mengambil kesimpulan awal berdasarkan asumsi-asumsi, maka dalam identifikasi masalah mediator akan melakukan penelaahan secara lebih mendalam pada konflik kedua belah pihak. Mediator juga harus mampu mengidentifikasi dalm persoalan kedua belah pihak, apakah wanprestasi ataukah PMH (perbuatan melawan hukum).
3.      Menyusun Agenda
Agar mediasi lebih terarah dan efekti, maka mediator harus menyusun agenda pertemuan. PERMA mediasi memberikan jatah waktu untuk melakukan mediasi selama 40 hari kerja, dan kemudian menyusun materi yang akan dibahas.
4.      Mempelancar Dan Menyusun Komunikasi
Para pihak yang sedang dalam konflik memang sangat susah dalam proses komunikasi, disitulah peran mediator sangat penting, mungkin untuk mempertemukan ketersinambungan komunikasi keduanuya sulit, namun setidaknya mediator menjadi pendengar dan mencatat poin-poin penting konflik, kemudian mediator menemukan keinginan substansial dan primer kedua belah pihak.
5.      Membimbing Untuk Melakukan Tawar Menawar Dan Kompromi
Meidator harus mampu mengendalikan keinginan para pihak yang dirasa merugikan salah satu pihak. Mediasi diperlukan adanya penawaran kooperatif dimana diantara para pihak saling memberikan bentuk penawaran utuk tujuan dan kepentingan bersama.
6.      Penyelesaian Masalah Dengan Pilihan-Pilihan
Mediator harus mampu memberikan pilihan-pilihan yang dapat diajukan kepada para pihak jika tidak menemukan jalan terbaik dalam penyelesaian permasalahan. Karana pada hakikatnya mediasi lebih mengarah pada bnetuk pendekatan moral.[5]
Mediator juga memiliki bebrapa fungsi, diantaramya; Sebagai “Katalisator” makdusnya mampu mendorong lahirnya suasana yang mednukung agar tercipta suatu komuniaskai diantara pihak-pihak. Sebagai “Pendidik” mediator memahami kehendak dari kendala dari para pihak. Sebagai “Penerjemah” mediator berusaha menyampaikan maksud dari kedua belah pihak dengan bahasa yang dikemas dengan sedemikian rupa agar tidak membuat pihak-pihak salah memahami satu sama lain.  Sebagai “Nara Sumber” mampu mendayagunakan sumber-sumber informasi yang tersedia. Sebagai “Penyandang Berita Jelek” mediator harus mampu menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional, maka mediator harus siap menerima perkataan yang mungkin bisa dikatakan kasar oleh para  pihak.  Sebagai “Agen Realitas” mediator siap menjadi pihak yang dipersalahkan apabila para pihak tidak merasa puas dengan hasil mediasi.[6]
C.    Kode Etik Mediator
Kode etik adalah dokumen yang tersedia secara umum yang menyediakan pesan yang jelas terhadap mereka yang terlibat dalam mediasi dan kepada masyarakat tentang batasan etik dan profesional yang dikaitkan dengan praktek mediasi oleh mediator. Hal ini pula ditegaskan oleh David Spanser dan Michael Bogan. Yaitu menyebutkan bahwa kode etik atau ethical standard sebagai ramuan dari prinsip-prinsip dasar dalam praktek mediasi.  
Kode etik yang dikeluarkan oleh The Law Council Of Australia, David Spanser dan Michael Bogan memuat berbagai substansi sebagai berikut, antara lain:
Defini, Kerahasiaan, parsialitas, Kualitas proses, Netralitas, Penghentian mediasi, Kompetensi, pencatatan kesepakatan,  publisitas dan pengumuman, Fee (biaya mediasi). Penerjemahan prinsip-prinsip dasar mediasi tersebut dalam kode etik tentunya ditentukan oleh masing-masing lembaga yang didasarkan atas dasar-dasar pertimbangan kelembagaan. Pedoman perilaku mediator yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik indonesia misalnya, membahasakan prinsip-prinsip itu dalam kerangka tanggung jawab dan kewajiban mediator. Karena pedoman perilaku mediator yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung Republik indonesia ditunjukan kepada mediator yang menjalankan fungsi mediator sebagaimana tercantum dalam daftar di pengadilan negeri dan pengadian agama, maka disitu diatur pula persoalan sanksi dan pengawasan oleh ketua pengadilan tingkat pertama.
Substansi kode etik yang hampir sama juga dapat ditemukan dalam kode etik mediator yang dikeluarkan oleh Pusat Mediasi Nasional (PMN). Kode etik mediator yang dikeluarkan oleh PMN mencakup sub-sub, antara lain:
1.         Ketentuan umum             6. Kesepakatan untuk mediasi
2.         Ketidakberpihakan           7. Penghentian atau penundaan mediasi
3.         Benturan kepentingan      8. Ketentuan-ketentuan lain
4.         Kerahasiaan                      9. Pelaksanaan kode etik
5.         Mengenai proses              10. Ketentuan penutup
Dapat disimpulkan bahwa kode etik mediator adalah penjabaran etika mediasi yang sebenarnya berakar dari prinsip-prinsip dasar yang menyangga keberadaan mediasi sebagai ADR. Yang mana memuat etika yang seharusnya dijunjung oleh mediator demi eksistensi dan keberlangsungan profesi mediasi sebagai ADR. Sehingga substansi kode etik disebut pula sebagai pertimbangan etik bagi mediator-mediator atau kewajiban etik mediator.[7]
Sebagai mediator dalam menangani suatu konflik ada hal-hal yang perlu dipenuhi, seperti kepercayaan dan pastinya tidak memihak, juga tidak ragu dalam mencari keputusan yang pastinya win-win solution. Namun keputusan tetap berada ditangan pihak-pihak. Yang diharapkan adalah saling mengalah, untuk menang bersama, Sekalipun belum maksimal, tapi setidaknya itulah yang terbaik.[8]
IV.             Kesimpulan
Pada dasarnya mediasi di luar pengadilan tidak dalam peraturan perundang undangan, tetapi  lebih didasarkan pada pengalaman para praktisi. Moore mengidentifakasi proses mediasi ke dalam dua belas tahapa, yaitu :
1.      Mediator memulai hubungan dengan para pihak
2.      Mengumpulkan dan menganalisis berbagai informasi terkait sengketa
3.      Menyusun Rencana Mediasi
a.         Siapa yang berperan dalam proses mediasi
b.        Di mana tempat mediasi berlangsung
c.         Bagaimana penataan fisik ruang pertemuan
d.        Apa prosedur yang perlu digunakan dan bagaimana membyat aturan perundingan dilakukan
e.         Bagaimana  kondisi psikologis para pihak?
f.         Apa masalah masalah atau isu isu yang penting bagi para pihak
4.      Membangun kepercayaan dan kerja sama di antara para pihak
5.      Memulai sidang sidang mediasi
6.      Merumuskan Masalah Masalah  dan menyusun Agenda
7.      Mengungkapkan kepentingan tersembunyi dari para pihak
8.      Mengembangkan pilihan pilihan penyelesaian masalah
9.      Menganalisis pilihan  pilihan penyelesaian
10.  Proses tawar menawar
Peran seorang mediator dalam menyelesaikan konflik sangat menentukan bagaimana para pihak akan mencoba untuk saling terbuka dan berbicara. Terdapat beberapa macam peran yang dapat dilakukan oleh seorang mediator dalam menyelesaikan konflik, diantaranya:
1.         Diagnosa Konflik
a.    Identitas para pihak
b.    Latar belakang sengketa
c.    Spesifikasi sengketa
d.   Landasan hukum sengketa
e.    Petitum gugatan
2.         Identifikasi Masalah
3.         Menyusun Agenda
4.         Mempelancar Dan Menyusun Komunikasi
5.         Membimbing Untuk Melakukan Tawar Menawar Dan Kompromi
6.         Penyelesaian Masalah Dengan Pilihan-Pilihan
Dapat disimpulkan bahwa kode etik mediator adalah penjabaran etika mediasi yang sebenarnya berakar dari prinsip-prinsip dasar yang menyangga keberadaan mediasi sebagai ADR. Yang mana memuat etika yang seharusnya dijunjung oleh mediator demi eksistensi dan keberlangsungan profesi mediasi sebagai ADR. Sehingga substansi kode etik disebut pula sebagai pertimbangan etik bagi mediator-mediator atau kewajiban etik mediator.
V.                Penutup
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang secara tidak langsung telah membimbing kami dalam pembuatan tulisan ini. Dan juga pemakalah sadar akan banyaknya kekurangan dalam pembuatan tulisan ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati, pemakalah bermaksud meminta kritik dan saran dari para pembaca, yang tentu saja kritik dan saran yang tetap pada koridor membangun bagi bagi pemakalah, dan semoga Allah selalu senantiasa meridhoi setiap langkah kita, dan selalu membimbing kita ke arah jalan yang benar, Aamin..
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Syahrizal. 2011. Mediasi; Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional. Jakarta; Kencana. Ed 1. Cet 2.
Fanani, Ahwan. At.All. 2015. Meneglola Konflik Membangun Damai. Semarang; Walisongo Mediation Center (Wmc).
Fanani, Ahwan. 2012. Pengantar Mediasi (Fasilitas) Prinsip Metode, Teknik. Semarang; Walisongo Pers.
Jamil, M. Mukhsin,. 2007. Mediasi Dan Resolusi Konflik. Semarang; Walisongo Mediatin Centre (Wmc).
Rahmadi, Takdir. 2010. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta; Raja Wali Pers.
Witanto. 2008. Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Agama. Bandung; Alfabeta.




[1] Ahwan Fanani. At.All. Meneglola Konflik Membangun Damai. Semarang; Walisongo Mediation Center (Wmc). 2015. Hlm 178.
[2] Takdir Rahmadi. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada, 2010, Hlm  99.
[3] M. Mukhsin Jamil. Mediasi Dan Resolusi Konflik. Semarang; Walisongo Mediatin Centre (Wmc). 2007. Hlm 98-99.
[4] Syahrizal Abbas. Mediasi; Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, Dan Hukum Nasional. Jakarta; Kencana. 2011. Ed 1. Cet 2. Hlm 76.
[5] Witanto. Hukum Acara Mediasi Dalam Perkara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum Dan Agama. Bandung; Alfabeta. 2008. Hlm; 101-118.
[6] Takdir Rahmadi. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta; Raja Wali Pers. 2010. Cet 1. Ed 1. Hlm 14.
[7] Ahwan Fanani. Pengantar Mediasi (Fasilitas) Prinsip Metode, Teknik. Semarang; Walisongo Pers. 2012. Hlm 64-65.
[8] Ahwan Fanani. At.All. Meneglola Konflik Membangun Damai. Semarang; Walisongo Mediation Center (Wmc). 2015. Hlm 182.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH MASAILUL FIQH dalam PRESPEKTIF IJTIHAD METODE BAYANI

HARTA BERSAMA PASCA PERKAWINAN MENURUT ULAMA’ MADZHAB

PERJANJIAN JOINT VENTURE