PERADILAN UMUM



PERADILAN UMUM

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Peradilan di Indonesia

Dosen Pengampu : Drs. Saekhu, M.H

                                                       


Disusun oleh:
Faisol Abda’u (122111047)
Nihayatul Ifadhloh (122111103)
Nur Halimah (122111106)

AHWAL AL-SAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
WALISONGO
SEMARANG
2014


          Peradilan Umum

I.                   Pendahuluan
Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan  pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, keadilan, kebenaran, kepastian hukum, dan ketertiban penyelenggaraan sistem hukum merupakan hal-hal pokok untuk menjamin kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Lebih dari itu, hal pokok tersebut merupakan masalah yang sangat penting dalam usaha mewujudkan suasana peri kehidupan yang sejahtera, aman, tentram dan tertib, seperti yang diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara, oleh karena itu, untuk mewujudkanya dibutuhkan adanya lembaga yang bertugas menyelenggarakan keadilan dengan baik. Salah satu lembaga untuk menegakkan kebenaran dalam mencapai keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum adalah badan-badan peradilan sebagaimana di maksudkan dalam Undang-undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, yang masing-masing mempunyai lingkup kewenangan mengadili perkara atau sengketa dibidang tertentu.[1]
Salah satu dari sekian lembaga pengadilan didalamnya terdapat Peradilan Umum yang mencakup pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, dan juga dalam pengadilan negeri yang masih bersifat umum itu juga terdapat peradilan-peradilan khusus yang mana di selesaikan dalam pengadilan negeri. Inilah beberapa hal yang nantinya akan dibahas pemakalah dalam tulisan berikut.

II.                Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan dari pembahasan makalah ini adalah :
1.      Pengertian dan Wewenang Pengadilan Umum dan Negeri !
2.      Pengadilan Khusus dalam Lingkungan PN !
a.       Pengadilan Anak !
b.      Pengadilan HAM !
c.       Pengadilan Niaga !
d.      Pengadilan TIPIKOR !
e.       Pengadilan Hubungan Industrial !
f.       Pengadilan Perikanan !
3.      Pengadilan Tinggi !

III.             Pembahasan
A.    Pengertian dan Wewenang Pengadilan Umum dan Negeri
1.        Pengertian Peradilan Umum dan Peradilan Negeri
Sebelum masuk dalam pembahasan pengadilan negeri, pemakalah akan membahas terlebih dahulu tentang pengertian Peradilan Umum. Berdasarkan UU no 2 pasal 2 tahun 1986 tentang ketentuan umum, yang dimaksud dengan peradilan umum adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Kemudian dalam UU no 2 pasal 3 ayat 1 tahun 1986 dijelaskan bahwa kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh :
1). Pengadilan Negeri
2). Pengadilan Tinggi
Dan UU no 2 pasal 3 ayat 2 tahun 1986 menjelaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilingkungan peradilan umum berpuncak pada mahkamah agung sebagai pengadilan negara tertinggi.[2]
Pengadilan negeri merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata (non muslim).[3]
Dalam peradilan negeri hakim memeriksa secara langsung dan berhadapan dengan orang yang mengadili, atau dengan kata lain yang diperikas adalah fakta-fakata yang ada “ judex factie” beserta bukti dan juga para saksi. Sebagai pengadilan tingkat pertama Pengadilan Negeri dapat mengdaili semua orang, kecuali orang yang berstatus militer dalam perkara pidana diadili oleh peradilan militer, namun dalam perkara perdata diadili oelh pengadilan negeri. Selain itu, pengadilan negeri berwenang mengadili semua orang dengan tidak memandang kedudukan dan pangkatnya, dari rakyat biasa yang tidak berjabatan apa-apa smpai ke presiden, karena undang-undang dasar 1945 tidak menganut asas yang biasa disebut Forum preivilegiatum yakni memeberi keistimewaan terhadap pejabat tertentu yang diadili oleh badan tertentu pula.
Semua pengadilan negeri dari sabang sampai merauke adalah sama kedudukanya, yakni pengadilan tingakt pertama. Perbedaanya hanyalah terletak pada besar kecilnya daerah hukumya. Arti penting suatu “Daerah Hukum” bagi pengadilan negeri adalah dalam hubungan “kompetensi relatif” antara lain dalam hukum acara pidana tentang tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti) dan dalam hukum acara perdata tantang pengajuan gugatan.[4]
2.        Wewenang Peradilan Negeri dalam Pemeriksaan Perkara.
Di dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) diatur tentang wewenang pengadilan negeri, wewenang tersebut sebagian diatur dalam pasal 84, 85 dan 86, adapun inti dari isi pasal tersebut adalah:
Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. Pengadilan negeri yang didalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir di tempat ia diketemukan, Pengadilan Negeri tersebut hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman terdakwa yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri yang didalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan.
Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam daerah hukum berbagai pengadilan negeri, maka tiap pengadilan perkara pidana itu, terhadap beberapa perkara yang satu sama lain ada sangkut pautnya dan dilakukan oleh seorang dalam daerah hukum berbagai pengadilan negeri , diadili oleh masing-masing pengadilan negeri dengan ketentuan kemungkinan penggabungan perkara tersebut. [5]
Wewenang pengadilan negeri secara umum mencakup perkara pidana, namun pengadilan negeri juga mencakup perkara perdata (bagi non muslim) dan juga pada Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1979 tanggal  7 April mengatur tentang pengangkatan anak. Didalamnya dinyatakan bahwa pengangkatan anak hanya sah sifatnya, apabila diberikan oleh peradilan, penetapan atau tentang keputusan pengadilan itu merupakan surat essensial bagi sahnya pengangkatan anak.[6]
Acara perdata dimuka pegadilan negeri berlaku dengan lisan yang berarti pemeriksaan perkara pada pokoknya berjalan dengan tanya jawab dengan lisan dimuka hakim. Hakim pada prinsipya di peradilan acara perdata bersifat passif, hakim pada dasarnya hanya mengawasi supaya peraturan-peraturan acara yang ditetapakan Undang-Undang dituruti oleh kedua belah pihak, hakim akan ikut campur jikalau tata tertib sidang pengadilan dilanggar atau dari salah satu pihak bertindak tidak pantas.[7]
Contoh salah satu kasus yang diselesaikan dalam Pengadilan Negeri adalah tentang kasus kejahatan terhadap keamanan negara atau mungkin dapat dikatakan terorisme. Kejahatan terhadap negara merupakan salah satu kasus yang diselesaikan dalam PN (Pengadilan Negeri) karena hal itu berhubungan dengan publik (negara) dan masuk dalam ranah pidana. Dalam Peradilan Negeri yang diperiksa adalah fakta-fakata yang ada “ judex factie” beserta bukti dan juga para saksi, kemudian hakim akan memutuskan penjatuhan pidana yang berdasar pada pelanggaran UU, dan berdasarkan serentetan acara dalam persidangan. Namun dalam PN (Pengadilan Negeri) juga menyelesaikan tentang kasus perdata bagi non muslim.
B.     Pengadilan Khusus dalam Lingkungan PN
1.        Pengadilan Anak
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus bangsa. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai, oleh karena itu ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadilan bagi anak perlu dilakukan secara khusus.
Berdasarkan pasal 2 UU no 3 tahun 1997 yang dimaksud dengan  peradilan anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Dalam pasal 1 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin.[8]
2.        Pengadilan HAM
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Dalam rangka melaksanakan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, perlu membentuk Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam UU no 39 tahun 1999 pasal 1 ayat 6 yang dmaksud dengan Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Dan kemudian dalam ayat 7 dijelaskan Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.[9]
3.        Pengadilan Niaga
Gejolak  moneter  pada  pertengahan  Tahun  1997  menimbulkan  kesulitan  besar  bagi perekonomian  nasional,  terlebih  lagi  muncul  kondisi  sebagian  pelaku  usaha/debitor  tidak mampu  memenuhi  kewajiban  pembayaran  utang  kepada  para  lembaga  pembiayaan/ kreditor. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pada 22 April 1998 pemerintah menetapkan Perpu  Nomor  1  Tahun  1998  tentang  Perubahan  Atas  Undang-Undang  Kepailitan  yang kemudian  disahkan  menjadi  Undang-Undang  Nomor  4  Tahun  1998  tentang  Kepailitan (selanjutnya   disebut  UUK)  pada  24  Juli  1998.
menurut Pasal 280 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998,  ketentuan  pada  pasal  tersebut,  maka  ada  dua  hal  penting  yang  perlu dicermati dalam rangka pembentukan Pengadilan Niaga yaitu:
1.  Pengadilan Niaga ditetapkan berada di lingkungan peradilan umum
2.  Kompetensi  Pengadilan  Niaga  meliputi  permohonan  pernyataan  pailit,  penundaan kewajiban pembayaran utang, dan perkara lain di bidang perniagaan, misalnya tentang sengketa dibidang HKI (Hak Kekayaan Intelektual) termasuk sengketa Merek.[10]
4.        Pengadilan TIPIKOR
pemberantasan  tindak  pidana  korupsi  perlu  ditingkatkan  secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan  negara,  perekonomian  negara,  dan  menghambat  pembangunan nasional bahwa  berdasarkan  pertimbangan-pertimbangan yang ada  perlu  membentuk  Undang-Undang  tentang  Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam UU no 30 tahun 2002 pasal 53 dijelaskan bahwa dengan undang-undang ini dibentuk pengadilan tindak pidana korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa dan mengadili tindak pidana korupsi yang penuntutanya diajukan oleh komisi pemberantasan korupsi.[11]
5.        Pengadilan Hubungan Industrial
Dalam era industrialisasi, masalah perselisihan hubungan industrial menjadi semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah.
Dalam UU no 2 tahun 2004 pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak perselisihan kepentingan, perselisihan, pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.[12]
6.        Pengadilan Perikanan
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional berdasarkan Wawasan Nusantara, pengelolaan sumber daya ikan perlu dilakukan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan taraf  hidup bagi nelayan, pembudi daya ikan, dan/atau pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan, serta terbinanya kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya.
Dalam UU no 31 tahun 2004 pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.[13]
C.     Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi yang biasanya di singkat dengan PT merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungsn peradilan umum yang berkedudukan di ibu kota provinsi sebagai pengadilan tingkat banding tehadap perkara-perkara yang di putus oleh pengadilan negeri. Keberadaan pengadilan tinggi sebagai instansi pengadilan tingkat banding merujuk pada Undang-Undang No. 2 tahun 1986 tentang pengadilan umum diubah dengan Undang-Undang  No 8 tahun 2004, selanjutnya disebut dengan UU PU. Jadi yang dimaksud  PT (Pengadilan Tinggi)  dalam  pembahasan ini adalah peradilan tingkat banding yang terdapat dalam lingkungan peradilan umum sebagaimana yang disebut dalam pasal  24 ayat  2 UUD 1945 dan pasal 10 ayat 1 (a) Undang-Undang  No 14 tahun 1970 sebagaimana dengan Undang-Undang  No 35 tahun 1999,  dan sekarang diganti pasal 2 dan pasal 10 ayat 2 Undang-undang  No 4 tahun 2004.[14]
a.       Kedudukan dan pembentukan PT
Mengenai kedudukan PT sebagai peradilan tingakat panding diatur dalam pasal 4 ayat  2  UU No 2  tahun 1986 sebagaiman diubah dengan UU No 8 tahun 2004. Jikalau PN sebagai peradilan tingka pertama berkedudukan:
1.         Di kotamadya atau di ibu kota kabupaten;
2.         daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya  atau kabupaten, maka PT (Pengadilan Tinggi) sebagai peradilan tingkat banding Berkedudukan di ibukota provinsi
3.         daerah hukumnya meliput wilayah provinsi yang bersangkutaun, dan
4.         Membawahi, mengawasi, serta membina seluruh PN (Pengadilan Negeri)  yang terdapat dalam wilayah hukum PT (Pengadilan Tinggi) yang bersangkutan.
Berdasarkan ketentuan pasal 4 ayat 2 diatas menurut undang-undang  PT (Pengadilan Tinggi) harus ada pada setiap wilayah provinsi. Dengan demikian jumlah PT sebagai peradilan tingkat banding  sama banyaknya dengan provinsi yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pembentukan PT diatur dalam pasal 8 UU No 2 tahun 1986 sebagaimana diubah  dengan UU No 8 tahun 2004. Yang dimaksudkan dalam pembentukan dalam hal ini adalah landasan hukum yang menjadi dasar legalitas berdirinya PT pada suatu provinsi[15]
b.      Wewenang pegadilan tinggi
Sistem peradilan di Indonesia dibentuk secara instansional dimana PN berkedudukan sebagai peradilan instansi tingkat pertama (court of first instance). Yang mana pada UU No 8 tahun 2004 yang mengaskan bahwa kekuasaan kehakiman (judicial power)  dilingkungan peradilan dilaksanakan oleh: PN dan PT
Menurut pasal 51 ayat 1 UU tersebut , sebagai peradilan tingkat banding. PT bertugas dan berwenang mengadli perkara pidana dan perdata terhadap putusan yang dijatuhkan peradilan tingkat pertama.[16]
Didalam pasal 87 KUHAP menegaskan bahwa pengadilan tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang memintakan banding.[17] Kemudian jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan, atau ada yang kurang lengkap, maka pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk memperbaiki  hal itu, atau pengadilan tinggi melakukannya sendiri jika perlu pengadilan tinggi dengan keputusannya  dapat membatalkan penetapan dari pengadilan negeri (pasal 240).[18] 
Contoh kasus dalam Pengadilan Tinggi adalah Banding yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu kasus (misal pembunuhan) yang mana pihak penggugat tidak puas dengan putusan hakim di Pengadilan Negeri, kemudian mereka melakukan banding dengan mengajukan permohonan banding ke pengadilan Tinggi, di PT (Peradilan Tinggi) yang diperikasa adalah apakah putusan dari hakim yang ada di PN sudah sesuai dengan UU atau belum atau (judex iuris). Namun jika dalam pemeriksaan PT ternyata bukti baru diketemukan, maka tidak menutup kemungkinan dalam PT juga akan dilakukan beberapa peninjauan  kembali atas bukti baru yang ada, dan hal itu bisa juga akan berpengaruh pada putusan yang nantinya akan dikeluarkan oleh PT. jadi tidak selalu dalam PT hanya bersifat Judex Iuris.

IV.             Kesimpulan

Peradilan Umum adalah peradilan yang mana didalamnya mencakup tentang Pengadilan Neegri dan juga Pengadilan Tinggi. Kemudian dalam Pengadilan Negeri juga terdapat pengadilan-pengadilan khusus yang ada dalam lingkup pemutusan perkaranya, seperti halnya; pengadilan Anak, pengadilan Niaga, pengadilan HAM, pengadilan TIPIKOR, pengadilan Hubungan Industrial, dan, Pengadilan Perikanan.
Yang dimaksud dengan pengadilan negeri adalah pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata (non muslim). Wewenang pengadilan negeri secara umum mencakup perkara pidana, namun pengadilan negeri juga mencakup perkara perdata (bagi non muslim) seperti  pada Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1979 tanggal  7 April mengatur tentang pengangkatan anak.  Didalamnya dinyatakan bahwa pengangkatan anak hanya sah sifatnya, apabila diberikan oleh peradilan, penetapan atau tentang keputusan pengadilan itu merupakan surat essensial bagi sahnya pengangkatan anak. Kemudian yang dimaksud dengan pengadilan Tinggi adalah sebuah lembaga peradilan di lingkungsn peradilan umum yang berkedudukan di ibu kota provinsi sebagai pengadilan tingkat banding tehadap perkara-perkara yang di putus oleh pengadilan negeri. Keberadaan pengadilan tinggi sebagai instansi pengadilan tingkat banding merujuk pada UU No. 2 tahun 1986 tentang pengadilan umum diubah dengan UU No 8 tahun 2004 selanjutnya disebut dengan UU PU. KUHAP menegaskan bahwa pengadilan tinggi berwenang mengadili perkara yang diputus pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang memintakan banding.







V.                Penutup

Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang secara tidak langsung telah membimbing kami dalam pembuatan tulisan ini. Dan juga pemakalah sadar akan banyaknya kekurangan dalam pembuatan tulisan ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati, pemakalah bermaksud meminta kritik dan saran dari para pembaca, yang tentu saja kritik dan saran yang tetap pada koridor membangun bagi bagi pemakalah, dan semoga Allah selalu senantiasa meridhoi setiap langkah kita, dan selalu membimbing kita ke arah jalan yang benar, Aamin.....


DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, Ahmad. 2005. Perundang-Undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta.  Kencana. Cet 1.
Harahap, M. Yahya. 2006.  Kekuasaan Pengadilan Tinggi Dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Dalam Tingkat Banding. Jakarta:Sinar Grafika.
Saleh, K Wantjik. 1977. Kehaikam dan Peradilan. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Soepomo. 1994. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negerei. Jakarta. Pradnya Paramita.
 Sudarsono. 1994. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta. Rineka Cipta.


 


[1] Ahmad fauzan. Perundang-Undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus dan Mahkamah Konstitusi. Kencana. Jakarta. 2005. Cet 1. Hlm 52.
[2] Ahmad fauzan. Perundang-Undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus dan Mahkamah Konstitusi. kencana. jakarta. 2005. Cet 1. Hlm 33.
[3] Ahmad fauzan. Perundang-Undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus dan Mahkamah Konstitusi. kencana. jakarta. 2005.cet 1. Hlm 53.
[4] K Wantjik Saleh. Kehaikam dan Peradilan. Ghalia Indonesia. Jakarta. 1977. Hlm 56.
[5] Sudarsono. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, dan Peradilan Tata Usaha Negara.Rineka Cipta. Jakarta. 1994. Hlm  11.
[6] Sudarsono. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung, dan Peradilan Tata Usaha Negara.Rineka Cipta. Jakarta. 1994. Hlm  36.
[7] Soepomo. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negerei. Pradnya Paramita. Jakarta. 1994. Hlm 19
[8] Ahmad fauzan. Perundang-Undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus dan Mahkamah Konstitusi. Kencana. Jakarta. 2005. Cet 1. Hlm 95-97. 
[9] Http//Undang-Undang HAM.//Pdf. Diakses Pada Tanggal 13 Maret 2014. Pukul 21;46 WIB.
[10] Http//Undang-Undang Niaga// Pdf. Diakses Pada Tanggal 13 Maret 2014. Pukul 21;46 WIB
[11]Ahmad fauzan. Perundang-Undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus dan Mahkamah Konstitusi. Kencana. Jakarta. 2005. Cet 1. Hlm 193-194.
[12] Ahmad fauzan. Perundang-Undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus dan Mahkamah Konstitusi. Kencana. Jakarta. 2005. Hlm  208.
[13] Http//Undang-Undang Perikanan//Pdf. Diakses Pada Tanggal 13 Maret 2014. Pukul 21;46 WIB.
[14] M. Yahya Harahap, Kekuasaan Pengadilan Tinggi Dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Dalam Tingkat Banding, Jakarta:Sinar Grafika,2006,Hlm.6
[15] M. Yahya Harahap, Kekuasaan Pengadilan Tinggi Dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Dalam Tingkat Banding, Jakarta:Sinar Grafika,2006,Halm.9-10
[16] M. Yahya Harahap, Kekuasaan Pengadilan Tinggi Dan Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Dalam Tingkat Banding, Jakarta:Sinar Grafika,2006, Hlm.33
[17] Sudarsono, Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi Pengadilan Agung Dan Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: 1994, Hlm. 151
[18] Sudarsono, Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi Pengadilan Agung Dan Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: 1994, Hlm.153

Komentar

  1. Backgroundnya ganti dong.. Fontny jadi gakeliatan. Tp infonya sangat membantu.. Terimakasiih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH MASAILUL FIQH dalam PRESPEKTIF IJTIHAD METODE BAYANI

HARTA BERSAMA PASCA PERKAWINAN MENURUT ULAMA’ MADZHAB

PERJANJIAN JOINT VENTURE