PELAKSANAAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI (OTONOMI DAERAH DALAM ASPEK SUMBER DAYA ALAM)



PELAKSANAAN KEBIJAKAN DESENTRALISASI  (OTONOMI DAERAH DALAM ASPEK SUMBER DAYA ALAM)

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah 
Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu : Novita Dewi Masithoh,SH.,MH.



  
Disusun oleh:

M. Syukron Makmun  (122111013)
Fina Wafdatul Ulya     (122111048)
Nihayatul Ifadhloh       (122111103)
Zuhrul Anam               (122111136)


AHWAL AL-SAKHSYYAH  FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG
2012


Kebijakan Desentralisasi
       I.            Pendahuluan
Desentralisasi merupakan salah satu kebutuhan masyarakat di era globalisasi sekarang ini, hal itu digunakan untuk memperoleh hak dalam menentukan keinginan masyarakat setempat kearah yang lebih baik dan lebih memahami dengan keadaan masyarakat.
Perubahan paradigma pemerintah yang semula sentralisasi dimasa UU No. 5/74, menjadi paradigma desentralisasi dan demokratisasi melalui UU No. 22/99, dan UU No. 32/2004 (tentang pemerintahan daerah).[1]
Otonomi daerah yang kini diberlakukan di negara kita memberikan kewenangan pada masing-masing daerah untuk bisa mengurus dan mengatur tatanan daerah setempat dan tetap dibawah aturan pemerintah pusat, namun pemberian otonomi daerah ternyata belum mampu memberikan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, sehingga masih ada masyarakat yang acuh tentang penerapan otonomi daerah .
Dalam pembahasan kali ini pemakalah akan mencoba mengungkapkan salah satu bagian dari permasalahan pada aspek otonomi daerah mengenai ‘’Model Otonomi Daerah Berbasis Bio-Region (Alternatif  Solusi Konflik Sumber Daya Alam )’’ , padahal kerja sama antar daerah merupakan hal pokok yang dapat memperkecil kemungkinan adanya konflik-konflik kewenangan daerah, yang salah satunya mengenai SDA.
    II.            Rumusan Masalah
  Karya tulis sederhana ini akan mencoba membahas mengenai salah satu masalah yang ada pada aspek otonomi daerah
o        Definisi Otonomi Daerah
o        Aspek Otonomi Daerah
o        Alasan Pemilihan Kebijakan desentralisasi
o        Model Otonom daerah Berbasis Bio-Region
o        Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam
o        Evaluasi Terhadap Pemerintah Daerah
 III.            Pembahasan

A.                     Definisi Otonomi Daerah
Istilah  otonomi daerah berasal dari bahasa yunani ‘autos’ yang berarti ‘sendiri’ dan ‘namos’ yang berarti  ‘aturan’ . Dengan demikian salah satu definisi dari  otonomi darah adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.[2]
 Pengertian lain tentang otonomi daerah adalah kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, kebebasan yang terbatas  ataun kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus di pertanggung jawabkan  .[3]
Bulan Mei tahun 2000 ini tepatlah satu tahun disahkan dan diundangkannya undang-undang nomer 22/1999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah . undang- undang yang diharapkan akan memberikan nuansa baru bagi kehidupan penyelenggaraan pemerintah daerah . undang-undang yang dicetuskan di era reformasi yang diharapkan akan mengubah suasana monolitik sentralistik kepada suasana yang demokratis ,terutama demokratis lokal didaerah.[4]

B.      Aspek Otonomi Daerah

Tiga aspek pada otonomi daerah [5]
a). Aspek hak dan kewenangan yang digunakan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri .
b). Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peratuaran dari ketentuan pemerintah pusat, namun tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
c). Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaaan sendiri.




C. Alasan pemilihan Kebijakan Desentralisasi

Pilihan tehadap desentralisasi haruslah dilandasi dengan argumentasi yang kuat baik secara teoritik ataupun secara empirik, Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam mengadopsi dan mewujudkan pemerintahan yang federalistik , maka sebagai alternatif  adalah dengan membentuk negara kesatuan dengan prinsip kebijakan desentralisasi yang menyangkut pemerintahan nasional dengan pemerintah daerah.[6]
Asas dari desentralisasi itu sendiri adalah bahwa urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah dalma rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah sepenuhnya, dalam hal ini prakarsa sepenuhnya diserahkan kepada daerah baik yang menentukan kebijaksanaan , perencanaan, maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaanya, aparat-aparat pelaksananya adalah dinas-dinas daerah, naumun semua itu hanyalah wewenang yang diberikan pemerintah pusat kepada daerah, jadi daerah tetap ada didalam genggaman pemerintah pusat.[7]
Kalangan ilmuwan pemerintahan  dan politik  pada umumnya mengidentifikasi sejumlah alasan mengapa dese ntralisasi perlu dilaksanakan, yaitu antara lain: (1)peningkatn efisiensi dan effektifitas penyelenggaraan pemerintahan . (2)sebagai wahana pendidikan politik pada dae rah otonom. (3)memelihara keutuhan negaea kesatuan.
(4) mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dari daerah otonom. (5) meberikan kesempatan bagi masyarakat  untuk membentuk karier dalam bidang politik. (6) wahana masyarakat untuk berpartosopasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pemerintahan.  (7)sarana mempercepat pembangunan daerah . (8) mewujudkan pemerintahan yang bersih.[8]
Mungkin ini adalah bagian kecil dari alasan-alasan para ilmuwan tertentu, karna tentu saja masih banyak berbagai alasan para ilmuwan lainya.

D.           Model Otonomi Daerah Berbasis Bio-Region

Kekompakan dan kerja sama dalam memperlancar hubungan antara pemerintah daerah dengan pemerintah  pusat sangat penting, karna jika tidak ada hal itu mustahil pelaksanaan kebijakan desentralisasi akan berjalan sesuai dengan yang di harapkan, seperti halnya salah satu permasalahan pertanahan yang menimbulkan konflik.
Lembaga center for public and policy studies dan lembaga civil society support and strength ening program , menyoroti soal konflik pertanahan . mereka menulis pentingnya tanah sebagai asset yang sangat berharga bagi pemerintah daerah, namun malah menimbulkan pertentangan-pertentangan sebagai berikut:[9]
1). pertentangan masyarakat itu sendiri , dimana melibatkan pemerintah daerah dengan masyarakat .
2). Pemerintah pusat yang tetap memiliki kewenangan dalam permasalahan tanah, namun permasalahanya tidak terletak pada tarik ulur pusat dan daerah tetapi akusisi daerah terhadap tanah wilyahnya . daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam , faktor tanah menjadi sangat penting untuk memungkinkan eksploralisasi kekayaan menjadi terealisir. Namun potensi seperti ini sering kali bermasalah dengan masyarkat daerah usaha peningkatan pendapatan asli daerah sering kali berbenturan dengan tradisi adat dan nilai budaya lokal .[10]
Seharusnya pemerintah daerah yang mempunyai andil dalam mengurus daerah otonom khususnya aspek sumber daya alam mampu mengatur sedemikian rupa tata cara serta aturan-aturan yang tepat supaya tidak terjadi ketimpangan ketika terjadi masalah pada aspek sumber daya alam.
Perbedaan kepentingan serta tujuan dalam masalah sumber daya alam , khususnya tanah sering di ikuti dengan penyerobotan hak-hak yang justru akan menimbulkan konflik terhadap pihak-pihak yang lemah (seperti masyarakat adat) . namun dibalik itu semua ternyata faktor penguasaan sumber daya alam dan potensi uang yang akan yang akan di peroleh menjadi salah satu tujuan pokok yang berusaha diperebutkan oleh aktor-aktor yang terlibat.[11]




E. Konflik Pengelolaan Sumber Daya Alam

Konflik pengelolaan SDA Sering kali muncul karna adanya perbedaan arah tujuan serta presepsi dari masing-masing pihak, salah satunya yang terjadi di kabupaten Bangka.
Angka-angka yang fantastik telah di hasilkan, dan hal ini di ketahui dari studi yang di lakukan oleh berbagai pihak (UI, IPB, UNSRI, LIPI) , perubahan geomorfologi yang terjadi di bangka dapat dikatakan telah mengindikasikan kegagalan upaya suatu pengelolaan , karna jika di lihat dari segi teknologi dalam penambangan dan metode yang digunakan oleh PT terkait sangatlah mendukung, dan hal ini menyebabkan konflik sebagai berikut:
1). Konflik pengelolaan antar komoditi
2). Konflik pengelolaan antar sektor
3). Konflik antar kabupaten ketika limbah penambangan memasuki wilayah luar daerah tersebut.
4). Konflik sosial ketika limbah memasuki wilayah masyarakat setempat.[12]

F. Evaluasi Terhadap Pemerintah daerah

Pemerintah yang telah di beri kewnangan oleh pemerintah pusat seharusnya dapat mengatur dan menata sedemikian rupa aturan serta sanksi pada aspek sumber daya alam yang ada pada daerah otonom, kesalahan serta masalah konflik pada masa sebelumnya seharusnya dpat menjadi evaluasi bagi kinerja jajaran pemda setempat.
Salah satu ilmuwan mengkritik  pemerintahan orde baru yang melihat  SDA sebagian banyak hanya dari aspek ekonomi, karna sering kali yang di perhatikan hanya nilai ataupun investasi , seharusnya harus ada keseimbangan antara aspek ekologi, sosial, dan ekonomi, dan juga melakukan berbagai upaya koordinasi dari berbagai pihak maupun antar sektorda menjadikan kelestarian lingkungan hidup sebagai bagian yang sejajar dengan kepentingan pembangunan , karna sumber daya lam yang ada pada suatu daerah otonom menjadi salah satu faktor penting masalah perimbangan keuangan pusat-daerah.
Sementara itu beberapa peneliti LIPI lainya (siti zuhro dkk)  dalam laporan penelitianya membuat beberapa evaluasi sebagai berikut:
1). Pimpinan daerah dinilai kurang mendorong terciptanya kerjasama antar daerah , maka seharusnya pemerintah melakukan perumusan secara lebih spesifik tentang batasan-batasan wewenang yang bisa dikerjasamakan antar daerah.
2). Pemerintah perlu mempertimbangkan secara seksama hasil evaluasi otonomi daerah.
3). Menyusun konsep tentang pengelolaan kewenangan antar daerah otonom.[13]
Tentu saja tidak hanya itu evaluasi terhadap pemerintah, masih banyak lagi hal yang perlu dibenahi untuk membuat tatanan aturan pada daerah otonom berjalan lancar, serta mendelegasikan secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pelaksanaan pengelolaan SDA secara efektif dan selektif dan juga pemeliharaan ekosistem, yang penting adalah adanya timbal balik , kerjasama, juga keterbukaan antara pemda dengan masyarakat pada aderah otonom.

 IV.            Simpulan
Dari kajian ini pemakalah menyimpulkan   bahwa betapa pentingnya otonomi daerah. Otonomi daerah bisa menjadikan suatu daerhah menjadi terkendali.
Kemudian selain itu otonomi daerah memberikan dampak positif yang berarti. Pemerintah daerah diberi kekeuasaan untuk mengatur daerahnya  itu untuk bisa memajukansumber daya, salah satunya, baik sumber daya manusia ataupun sumber daya alam.
Adapun dampak negatifnya adalah pemisahan wilayah, salah satunya (pemekaran wilayah), mengutamakankepentingan golongan, dan sebagainya. Jadi dalam otonomi daerah harus adanya keterbukaan, tanggungjawab, dan kinerja yang optimal dalam suatu pemerintahan daerah untuk terwujudnya visi dan misi dari daerah tersebut.

    V.            Penutup
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang secara tidak langsung telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. Kami sadar akan banyaknya kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati, kami bermaksud meminta kritik dan saran dari para pembaca, yang tentu saja kritik dan saran yang tetap pada koridor membangun bagi kami,Amin.


DAFTAR PUSTAKA
o   Ratnawati, tri. 2006. Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia di Masa Perubahan. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
o   Syaukani dan Affan Gaffar, M. Ryaas Rasyid. 2002. Otonomi Daerah dalam Negara kesatuan. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
o   Http : //silahkan ngintip. Com/
o   Soetami, A.Siti.2007.Pengantar Tata Hukum Indonesia (Edisi Revisi).Bandung; PT Rafika Aditama.
o   Subagyo, 2005, Pendidikan Kewarganegaraan, Semarang,;UPT UNNES,
o   Widjaja, HAW.2005 Penyelenggaran Otonomi di Indonesia. Jakarta; PT raja grafindo persada




 



[1] Ratnawati, tri.Potret Pemerintahan Lokal di INDONESIA di Masa Perubahan.Yogyakarta:Pustaka Pelajar;2006,h xv
[2] http://silahkan ngintip .com (Bayu Suryaningrat 1985)
[3] Ibid,(Ateng Syarifuddin)
[4] Warsito utomo,Dinamika Administrasi Publik, Yogyakarta:Pustaka Pelajar;2003,h 146
[5] http://silahkan ngintip.com
[6] Syaukani , Affan Gaffar, M,Ryaas Rasyid. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan.Yogyakarta:Pustaka pelajar;2002, h 19
[7] A,siti soetam.Pengantar tata hukum indonesia(edis revisi).Bandung:2007;h 58
[8] Ibid.h xix
[9]  Tri Ratnawati..Potret pemerintahan Lokal di Indonesia di masa Perubahan.yogyakarta:Pustaka pelajar;2006, h 350
[10] M.asfar. Implementasi otonomi Daerah.jakarta:CPPS,CSPP dan penerbit pusdeham , 2001,hal.303-304
[11] Tri Ratnawati.Potret pemerintahan Lokal di Indonesia di masa perubahan.Yogyakarta:Pustaka Pelajar;2006, h 351
[12] Achmad subardja djakamiharja dkk, Akuntabilitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Jakarta: LIPI Riset Kompetitif Pengembangan Iptek Sub Program Otonomi Daerah, Konflik dan Daya Saing,2004 , h 78
[13] Tri Ratnawati, Potret Pemerintahan Lokal di Indonesia di Masa Perubahan, Yogyakarta:Pustaka Pelajar;2006. H 357

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH MASAILUL FIQH dalam PRESPEKTIF IJTIHAD METODE BAYANI

HARTA BERSAMA PASCA PERKAWINAN MENURUT ULAMA’ MADZHAB

PERJANJIAN JOINT VENTURE