MANFAAT SERTA TATA CARA PELAKSANAAN PENELITIAN (kritik) HADITS



MANFAAT SERTA TATA CARA PELAKSANAAN PENELITIAN (kritik) HADITS

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadits

Dosen Pengampu : DR., H, A. Fatah Idris, MSI.


 
  
Disusun oleh:

Nihayatul Ifadhloh (122111103)


AHWAL AL-SAKHSYYAH
 FAKULTAS SYARI’AH dan EKONOMI ISLAM
INTSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
WALISONGO SEMARANG
2012



Penelitian  Sanad dan  Matan Serta Manfaatnya

I.              Pendahuluan

Hadits merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al- Qur’an, dan hadits juga berfungsi sebagai  penjelas, penguat, dan penafsir Al-Qur’an, maka dari itu otentintas dari sebuah hadits harus diperhatikan, karena mengingat hadits juga merupakan sumber hukum yang diakui para ulama’ untuk menetapkan sebuah hukum.
 Untuk mengetahui otentik atau tidaknya suatu Hadits,  maka kita terlebih dahulu harus mengetahui dua unsur penting yaitu sanad dan matan. Kedua unsur tersebut mempunyai hubungan fungsional yang dapat menentukan eksitsensi dan kualitas suatu Hadits. Sehingga wajar manakala para muhadditsin  melakukan penelitian, penilaian dan penelusuran Hadits dengan tujuan untuk mengetahui kualitas Hadits menjadi sebuah hukum, karena para muhadditsin menyadari bahwa hadits itu merupakan tulisan dari manusia, dan tidak dapat dipungkiri bahwa manusia itu pasti pernah melakukan kesalahan,[1] meskipun sekecil apapun,  seperti peribahasa ‘tak ada gading yang tak retak’.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pemakalah  mencoba untuk memaparkan bagaimana melakukan penelitian terhadap sanad dan matan Hadits, serat manfaatnya, disini pemakalah menggunakan metode perpustakaan dengan menggunakan beberapa buku referensi, karena pemakalah juga masih belajar mengenai penelitian tentang hadits, jadi mustahil jika pemakalah melakukan penelitian secara langsung.

II.                 Rumusan  Masalah

Karya tulis sederhana ini akan mencoba untuk memaparkan beberapa pembahsan seberti berikut:
v    Pengertian  Serta Sejarah penelitian sanad dan matan
v    Faktor yang mendorong penelitian hadits
v    Objek penelitian hadits
v    Praktik penelitian hadits
v    Tujuan dan dan manfaat penelitian hadits

III.              Pembahasan

A.                 Pengertian  Serta Sejarah Penilitian Sanad dan Matan
1)                  Pengertian Serta Sejarah penelitian (Kritik) sanad

Kritik sanad hadits merupakan salah satu bagian terpenting dalam jajaran ilmu hadits yang muncul dan berkembang seiring dengan perkembangan hadits itu sendiri, aktivitas ini marak terjadi pada abad ke-3 H. Namun demikian bukan berarti bahwa di era sebelumnya sama sekali tidak terjadi kegiatan kriik sanad. Kritik sanad dipahami sebagai sebuah upaya untuk memilah-milah atau membedakan antara yang benar (shahih) dengan yang salah, pada mulanya kaum muslimin tidak begitu menanyakan tentang sanad namun setelah terjadinya peritsiwa terbunuhnya khalifah Utsman ibn Affan,  serta peperangan  Ali dan Muawwiyah yang kemudian beraksees pada perpecahan kaum muslimin, setelah itu mereka selalu mempertanyakan dari siapa hadits itu diriwayatkan. Jika berasal dari ahlusunnah, maka hadits tersebu diterima, namun jika hadits tersebutu dari bid’ah, maka hadits tersebut ditolak . Di abad 2, 3 H, tidak ditemukan informasi lengkap mengenai tata kerja kritik sanad, namun terdapat ‘rambu-rambu’ yang mengindikasikan adanya metode kritik sanad tersebut. Diantaranya disebutkan oleh Malik, bahwa ranbu-rambu yang dimaksud adalah: pertama, tidak meriwayatkan hadits dari orang yang selalu memeperturutkan ambisi pribadinya (hawa nafsu). kedua, tidak meriwayatkn hadits dari orang yang bodoh (mengatas namakan rasulullah). Terakhir, tidak meriwayatkan hadits dari seseorang yang sebenarya baik amalnya, namun hadits yang diriwayatkan itu tidak dikenal. [2]
Kritik terhadap sanad telah diisyaratkan oleh para ulama’ berkenaan dengan rawi yaitu, kejujuran, kekuatan ingatan, kekuatan hafalan, mendengar langsung yang harus ada pada setiap rawi dalam mata rantai sampai akhirnya bersambung dengan seorang sahabat[3].  Sikap para ulama’ Mempertanyakan sanad merupakan salah satu bentuk sikap kehati-hatian dan tanggung jawab mereka untuk mampu menjaga otentisitas sebuah hadits serta dimaksudkan untuk menjaga keaslian dan kemurnian sebuah hadits, karena tanpa adanya sebuah kepastian dan kebenaran sanad, setiap orang dapat mengaku dan mengatakan apapun sesuai kehendaknya dengan mengatasnamakan Rasulullah.
1)                  penelitian (Kritik) matan
 Analisis mengenai awal kemunculan dan perkembangan kritik matan hadits bukan merupakan hal baru, secara praktis, aktivitas kritik matan ini telah dilakukan oleh generasi sahabat, mereka menolak berbagai riwayat hadits yang tidak sesuai dengan kaedah-kaedah dasar keagamaan.[4]
Kaedah-kaedah yang Sebagai contoh misalnya, dapat disimak reaksi Aisyah tatkala mendengar sebuah hadits yang disampaikan oleh ibnu Abbas dari Umar bahwa mneurut versi Umar, Rasulullah bersabda:

ان الميت ليعذب ببكاء اهله عليه
‘’mayat itu akan disiksa karena ditangisi oleh keluarganya’’
Lalu Aisyah membantahnya dengan berkata: ‘’semoga umar dirahmati Allah, rasulullah tidak pernah bersabda seperti itu, tetapi beliau bersabda:’’

ان الله يزيد الكا فر عذابا ببكاء اهله عليه
‘’sesungguhnya Allah akan menambah siksa orang kafir karena ditangisi keluarganya’’.

Menyimak kasus tersebut terlihat bahwa kritik matan hadits telah terjadi di era sahabat.[5]
Kritik matan lazim dikenal dengan kritik intern (al-naqd al-khariji) yang difokuskan kepada isi hadits atau intisari dari apa yang pernah disabdakan rasulullah, yang ditransmisikan kepada generasi-generasi berikutnya hingga ke tangan para muhkarrij al-hadith, baik secara lafdzi maupun ma’nawi. Kritik matan hadits dipahami sebagai upaya pengujian atas keabsahan matan hadits, yang dilakukan untuk memisahkan antara matan-matan hadits yang shahih dan yang tidak shahih, bukan dimaksud untuk mengoreksi atau menggoyahkan dasar ajaran islam dengan mencari kesalahan sabda rasulullah, akan tetpai diarahkan kepada telaah redaksi guna menetapakan keabsahan  suatu hadits, karena itu kritik matan  merupakan upaya positif dalam rangka menjaga kemurnian matan hadits, disamping juga untuk mengantarkan kepada pemahaman yang lebih tepat terhadap hadits rasulullah. [6]

Sebagian para ulama’ meletakkan beberapa kaedah untuk kritik matan yaitu:[7]

1)                  Matan tidak boleh dengan kata-kata aneh.
2)                  Tidak boleh bertentangan dengan pengertian yang rasional.
3)                  Tidak boleh bertentangan dengan kaedah hukum dan akhlaq.
4)                  Tidak boleh bertentangan dengan kenyataan dan indera.
5)                  Tidak boleh bertentangan dengan hal yang aksiomatik[8] dalam kedokteran dan ilmu pegetahuan.
6)                  Tidak mengundang hal-hal yang agama tidak membenarkanya.
7)                  Tidak boleh bertentangan dengan hal yang rasional dalam prinsip aqidah tentang sifat-sifat Allah dan rasul-Nya.
8)                  Tidak boleh bertentangan dengan sunatullah dalam alam dan manusia
9)                  Tidak boleh bertentangan dengan Al-qur’an atau dengan sunnah yang mantap, atau yang sudah terjadi ijma’ atau yang diketahui dari agama secara pasti.
10)              Tidak boleh bertentangan dengan kenyataan sejarah yang diketahui dari zaman Nabi S.A.W
11)              Tidak boleh bersesuain dengan mazhab rawi yang giat mempropagandakan madzhabnya sendiri.
12)              Tidak boleh timbul dari dorongan emosional,yang membuat rawi meriwayatkanaya.
13)              Tidak boleh mengundang janji berlebihan dalam pahala untuk perbuatan kecil atau berlebihan dalam ancaman yang keras untuk perkara sepele.
Dari dasar-dasar inilah sebagian para ulama’memusatkan perhatian mereka untuk melakukan kritik berbagai hadits dan memisahkan yang otentik dan yang tidak.

A.                 Faktor yang Mendorong Penelitian Sanad dan Matan
Adapun faktor-faktor yang mendorong perlunya penelitian sanad dan matan diantaranya adalah:[9]

1.                   Kedudukan Hadits sebagai salah satu sumber ajaran Islam.
Diterimanya Hadits sebagai salah satu sumber ajaran Islam merupakan keniscayaan, karena begitu luas ruang lingkup Alquran di satu sisi dan keterbatasan manusia manusia dalam memahami Alquran di sisi yang lain. Maka terhadap hal ini Nabi Muhammad SAW bertugas menjelaskan secara rinci dan juga mendapat legitimasi[10] dari Allah dan umat pengikutnya berkewajiban mengikutinya. Ayat Al-quran yang berkaitan dengan perintah tersebut antara lain :

a.                   Q.S. Al Hasyr ayat 7

!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqß§=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 Ÿw tbqä3tƒ P's!rߊ tû÷üt/ Ïä!$uŠÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqß§9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
 ‘’Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.’’

b.                   Q.S. Al Imran ayat 32

© ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# š^qß§9$#ur ( bÎ*sù (#öq©9uqs? ¨bÎ*sù ©!$# Ÿw =Ïtä tûï͍Ïÿ»s3ø9$#
  Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".


B.                 Objek penelitian hadits
Sebagian besar objek yang diteliti dalam hadits adalah:[11]

1). Pembahasan tentang para perawi yang menyampaikan riwayat Hadits atau yang lebih dikenal dengan sebutan sanad, yang secara etimologi mengandung kesamaan arti dengan kata thariq yaitu jalan atau sandaran sedangkan menurut terminologi, sanad adalah jalannya matan, yaitu silsilah para perawi yang memindahkan (meriwayatkan) matan dari sumbernya yang pertama.Maka pengertian kritik sanad adalah penelitian, penilaian, dan penelusuran sanad Hadits tentang individu perawi dan proses penerimaan Hadits dari guru mereka dengan berusaha menemukan kesalahan dalam rangkaian sanad guna menemukan kebenaran yaitu kualitas Hadits.

2). pembahasan materi atau matan Hadits itu sendiri. Yang secara etimologi memiliki arti sesuatu yang keras dan tinggi (terangkat) dari tanah. Sedangkan secara terminologi, matan berarti sesuatu yang berakhir padanya (terletak sesudah) sanad, yaitu berupa perkataan, Sehingga kritik matan adalah kajian dan pengujian atas keabsahan materi atau isi Hadits.
Apabila kritik diartikan hanya untuk membedakan yang benar dari yang salah maka dapat dikatakan bahwa kritik Hadits sudah dimulai sejak pada masa Nabi Muhammad, tapi pada tahap ini , arti kritik tidak lebih dari menemui Nabi saw dan mengecek kebenaran dari riwayat (kabarnya) berasal dari beliau. Dan pada tahap ini juga, kegiatan kritik Hadits tersebut sebenarnya hanyalah merupakan konfirmasi dan suatu proses konsolidasi agar hati menjadi tentram dan mantap. Oleh karena itu kegiatan kritik Hadits pada masa nabi sangat simple dan mudah, karena keputusan tentang otentisitas suatu Hadits ditangan nabi sendiri. Lain halnya dengan masa sesudah nabi wafat maka kritik Hadits tidak dapat dilakukan dengan menanyakan kembali kepada nabi melainkan dengan menanyakan kepada orang atau sahabat yang ikut mendengar atau melihat bahwa Hadits itu dari nabi seperti : Abu Bakar al-Shidiq, Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Aisyah dan Abdullah Ibn Umar.[12]
Pada masa Sahabat, kegiatan kritik Hadits dilakukan oleh Abu Bakar al shidiq. Seperti yang dikatakan oleh Al Dzahabi bahwa “ Abu Bakar adalah orang pertama yang berhati-hati dalam menerima riwayat Hadits” dan juga yang dikatakan oleh Al Hakim bahwa “ Abu Bakar adalah orang pertama yang membersihkan kebohongan dari Rasul SAW”. Sikap dan tindakan kehati-hatian Abu Bakar telah membuktikan begitu pentingnya kritik dan penelitian Hadits. Diantara wujud penerapannya yaitu dengan melakukan perbandingan di antara beberapa riwayat yang ada, seperti contohnya :
“Pengalaman Abu Bakar tatkala mengahadapi kasus waris untuk seorang nenek. Suatu ketika ada seorang nenek menghadap kepada khalifah Abu Bakar yang meminta hak waris dari harta yang ditinggalkan cucunya. Abu Bakar menjawab, bahwa kami tidak melihat petunjuk al Quran dan praktik nabi yang memberikan bagian harta waris kepada nenek. Kemudian Abu Bakar bertanya kepada para sahabat, al Mughirah Ibn Syu’bah menyatakan kepada Abu Bakar, bahwa Nabi telah memberikan bagian harta waris kepada nenek sebesar seperenam bagian. Al Mughirah mengaku hadir pada waktu Nabi menetapkan kewarisan nenek tersebut. Mendengar pernyataan tersebut, Abu Bakar meminta agar al Mughirah menghadirkan saksi tentang riwayat yang sama dari rasul SAW, maka Muhammad Ibn Maslamah memberikan kesaksian atas kebenaran pernyataan al Mughirah dan akhirnya Abu Bakar menetapkan kewarisan nenek dengan memberikan seperenam bagian berdasarkan Hadits nabi yang disampaikan oleh al Mughirah”. Setelah periode Abu Bakar, maka Umar bin Khattab melanjutkan upaya yang dirintis pendahulunya dengan membakukan kaidah-kaidah dasar dalam melakukan kritik dan penelitian Hadits. Ibn Khibban menyatakan bahwa sesungguhnya Umar dan Ali adalah sahabat yang pertama membahas tentang para perawi Hadits dan melakukan penelitian tentang periwayatan Hadits, yang kegiatan tersebut kemudian dilanjutkan para ulama setelah mereka. Demikian pula Aisyah, Abdullan ibn Umar Abu ayyub al Anshari serta sahabat lainnya juga melakukan kritik Hadits, terutama ketika menerima riwayat dari sesama sahabat, seperti yang dilakukan Abu Ayyub al Anshari dengan melakukan perjalanan ke Mesir hanya dalam rangka mencocokkan sebuah Hadits yang berasal dari ‘Uqbah ibn Amir. Seiring dengan perluasan daerah Islam, Hadits pun mulai tersebar luas ke daerah-daerah di luar Madinah sehingga mendorong lahirnya pengkajian dan penelitian Hadits seperti di Madinah dan Irak. Kegiatan itu pasca sahabat kemudian dilanjutkan para tabi’in yang berkonsentrasi pada kedua daerah tersebut.[13]

C.                 Praktik Penelitian Hadits[14]

Kegiatan menelusuri hadits pada sejumlah kitab hadits yang asli ini disebut takhrij al-hadith, dalam penelusuran hadits terdapat dua metode yakni melalui sitsem digital (penelusuran hadits melalui komputer atau data-data koleksi kitab hadits yang telah terdokumentasikan dalam koleksi VCD hadits), dan sitsem manual (cara takhrij al-hadith melalui sumber-sumber koleksi kitab-kitab hadits).

1.                   Penelitian sanad dan matan hadits melalui komputer
Penelitian melalui komputer dapat melalui tahap-tahap berikut:
a.                   Pilih program hadith pada layar komputer, klik dua kali.
b.                   Pilih menu m’ajim, kemudian klik mu’jam li alfadz al-hadith.
c.                   Layar komputer akan  menampilkan beberapa penggalan lafadz hadits dari huruf alif sampai ya’.
d.                   Pilih penggalan hadits yang ada di layar komputer berdasarkan penggalan hadits yang akan diteliti, lalu klik dua kali atau enter.
e.                    Layar komputer akan menampilkan hadits secara lengkap, baik sanad maupun matanya.

2.                   Penelitian sanad dan matan hadits melalui koleksi kitab
Beberapa tahap penelitian hadits melalui koleksi kitab adalah sebagai berikut :

1). Penelitian sanad
a.                   Melakukan takhrij al-hadith, dapat menggunakan kitab kamus hadith, al-mu’jam al-mufahras li alafadz al-hadith al-nabawi (penelusuran penggalan lafadz hadits) dan kitab miftah kunuz al-sunnah (penelusuran topik hadits).
b.                   Menelusuri letak hadits dalam kitab hadits(al-kutub al tis’ah)
c.                   Menulis hadits lengkap dengan sanad, matan dan mukharrij al-hadith-nya.
d.                  Menyusun ranji sanad hadits (silsilah ruwat al-hadith ).
e.                   Meneliti kebersambungan sanad hadits berdasarkan data biografi perawi, yang meliputi nama lengkap, tahun lahir dan wafat, rihlah ilmiah pencarian hadits, serta daftar guru dan muridnya.
f.                    Meneliti keadilan dan kedhabitan  perawi berdasarkan nilai al-jarh wa al-ta’dil, dapat menggunakan kitab rijal al-hadith, seperti kitab tahdzib al-kamal fi asma al-rijal karya al-mazzi.
g.                   Mengambil natijah (kesimpulan sementara apakah shahih, hasan atau dha’if) .

2). Penelitian matan
a.                   Membandingkan hadits dengan ayat Al-qur’an yang sesuai.
b.                   Membandingkan hadits (yang diteliti) dengan hadits lain yang shahih atau lebih shahih.
c.                   Membandingkan hadits dengan fakta sejarah.
d.                  Membandingkannya dengan rasio dan perkembangan ilmu pegetahuan .
e.                   Mengambil kesimpulan sementara tantang nilai matan hadits.

3.                   Contoh Penelitian (Kritik) hadits

dalam tulisan ini pemakalah mencoba untuk meneliti tentang keabsahan (keshahihan) dari  hadits tentang keharusan mencri ilmu, dngan cara meneliti ketersambungan sanadnya, kemudian kualitas perawi, meneliti syadz, dan ‘iiat, kritik matan dan kandungan matan, dan inilah salah satu hadits yang menerangkan tentang keharusan mencari ‘ilmu .[15]

حدثنا هثام بن عمار رثان حفص بن سليمان ثنا كثيرا بك ثنظير عن محمد بن سيرين عن انس ابن مالك قا ل, قا ل رسو ل الله : طلب العلم فريضة علي كلي مسلم ومسلمة  وواضع العلم عند غير اهله كماقاد الخنا زيرالجواهر واللو لو والذهب.
Diagram transmiter dari sanad hadits tersebut adalah






















 





























A.                 kritik sanad dari hadits tersebut adalah
1). Biografi perawi dan kebersambungan sanad

Nama perawi
TL/ TW/ Umur
Guru
Murid
Jarh wa ta’dil
Hisyam ibn ammar (hisyam ibn ammar ibn nushair ibn maisaroh  ibn aban al-sulami)
Lahir :153 H, Wafat: 222/244/246 H.
Umur : 92(kesepakatan)
o        80 orang
o        Ismail ibn ayyas
o        Sulaiman ibn muthahir
o        Hafsh ibn sulaiman al- qari.
o        Ibn majah
o        Al-bukhari
o        An-nasa’i
o        Ibn ma’in dan al-ajali:thiqah
o        Abu hatim dari yahya ibn ma’in:kays-kays.
o        Al-nasa’i:la ba’s bih
o        Al-dharuquthni:
Shaduq, khabir al-muhmal.
o        Ibn abi hatim: shaduq

Hafsh ibn sulaiman (hafsh ibn sulaiman al-asadi,abu-umar,al-bazzar,al-kufi,al-qari).
L : 90 H
W:180/190 H
U: 90
o        27 orang
o        Kathir ibn shinzir
o        Laitz ibn abu sulaim
o        35 orang
o        Hisyam ibn ammar
o        Hafsh ibn ghiyats.
o        Ahmad ibn hanbal :shalih
o        Abu hatim dan umar ibn muhammad:matrukh al-hadith
o        Uthman ibn ahmad:ma’bih ba’s
o        Abu qudamah: laisa bi thiqah
o        Ali ibn al madini: dha’if al-hadith.
o        Al-bukhori : tarakuh,
o        Muslim dan al-nasa’i: matruk. Lisa bi al-thiqah, wala yktab hadithuh.
o        Shalih ibn muhammad: la yuktab hadithuh wa ahadithuhkulluha manakir
o        Ibn yusuf ibn khirasi: kadzdzab, matruk yadha’ ql-hadith.
Kathir Ibn Syinzir (Kathir ibn syinzir, al-mazini al-azdi, abu qurrah al-bashri)
L: -
W:-
U: -
(Tidak Diketahui)
o        7 orang
o        Muhammad ibn sirin
o        mujahi
o        15 orang
o        Hammad ibn zaid
o        hafz ibn sulaiman
o        Abdullah dari ahmad ibn hanbal dan ishaq ibn mansur dari yahya ibn ma’in: shalih.
o        Abbas al-durari: laysa bi sa’in
o        Abu zar’ah: layyin
o        Al-nasa’i: laysa bi al-qawi.
o        Abu sa’ad: thiqoh
o        Abu ubaidillah: shalih ak hadith dan tsabt al-hadith
o        Ibn jazm: dha’if jiddan.
Muhammad  ibn sirin  (muhammad ibn al-anshori, abu bakar ibn abu amrah al bashri)
L :33 H
W: 110 H
U: 77 H
o        55 orang
o        Anas ibn malik
o        Jundub ibn abdullah al-bajali
o        Hudzaifah ibn al-yamam
o        51 orang
o        Asma’ ibn ubaid al-dzuba’i
o        As’yat- ibn sawar
o        Khatir ibn- shynzir
o        Ibn ma’in dan abi thalib: thiqah
o        Ibn sa’ad:thiqah ma’mun, faqih qhatir al-‘ilm, rafi;, mam, wara’
o        Ibn hibban : orang basrah paling wara’, faqih, hafidz dan mutqin.


2). Kualitas pribadi dan kapasitas intelektual perawi
a.                   Hisyam ibn ‘ammar
sebagian ulama’( diantaranya yahya ibn ma’in dan al-ajali: thiqah, al-daruquthni:shaduq kabiral-muhmal, abu hatim dari yahya ibn ma’in:kays-kays, al-nasa’i), menilai bahwa baliau tergolong perawi dengan predikat ta’dil (menilai ‘adil dalam segi etimologinya, maksudnya dalam konteks ini adalah untuk menunjukkan sifat baik yang melekat pada diri perawi, seperti kuat hafalan, terpercaya, cermat, dan orang yamg mendapat penilaian seperti ini disebut ta’dil)[16] meski dengan peringkat yang beragam dan tidak mencapai derajat tertinggi , jika trem-term[17] ta’dil tersebut diklasifikasikan pada peringkat ta’dil versi al thahhan, maka posisi beliau berada pada peringkat III, IV, V. Dengan demikian beliau kapasitasnya sebagai transmiter hadits tidak dapat diajdikan sebagai hujjah namun hadits yang diriwayatkan tetap bisa ditulis dan di teliti ulang (yukhtab wa yukhbar).

b.                   Hafs ibn sulaiman
Sebagian ulama’ diantaranya ahmad ibn hanbal : shalih,utsman ibn ahmad:ma’bih ba’s, ali ibn al madini:dha’if al-hadith, abu qadamah :laisa bi thiqah umar ibn muhamad: matruk al-hadith, al-bukhari: tarakuh, sebenarnya masih terdapayt sederetan para ulama’ (kritikus) yang memeberikan penilaianya,namun semua sepakat memeberikan predikat jarh (parah), mereka menilai bahwa beliau adalah termasuk perawi yang dha’if, tertuduh dan bahkan pemalsu hadits,  jadi hadits yang diriwayatkan tidak dapat ditulis dan digunakan perbandingan.
c.                   Kathir ibn shyinzir
                    Sebagian krirtikus hadits (diantaranya abdullah dari ayahnya, ahmad ibn hanbal, dan ishaq ibn mansur, dari yahya ibn ma’in menilainya dengan shalih, abbas al-daruri menilainya laisa bi say’in, abu zahrah dengan komentar: layyin), dan maasih banyak lagi para kritikus hadits lainya, mereka menilai bahwa kapasitas priabdi dalam diri beliau sebagai perawi hadits tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, namun hadits yang diriawayatkan yamasih bisa ditulis sebagi bahan perbandingan (i’tibar).
d.                  Muhammad ibn sirin
Sebagian kritikus hadits (diantaranya ibn ma’in, dan abu thalib dengan term thiqah, ibn sa’ad dengan term thiqah ma’mun, faqih, kathir al-‘ilm, rafi’, imam, wara’,ibn hibban mengatakan bahwa beliau adalah penduduka basrah yang paling wara’, faqih, hafidz,dan mutqin ) mereka  menilai bahwa dalam kapasitasnya sebagai seorang perawi  beliau dapat dijadikan hujjah. 
3).  Meneliti syadz dan ‘illat pada sanad hadits
Mengacu kepada informasi kitab kamus al-mu’jam, dan miftah kunuz al-sunnah, hadits tentang motivasi mencari ilmu tersebut hanya bisa ditemukan pada satu jaliur sanad, yakni dalam bab muqaddimah dari kitab sunnah ibn majah. Berpegang pada formulasi syadz itu versi as-syafi’i bahwa kemungkinan terdapatnya syadz itu adalah pada hadits yang tidak hanya memiliki satu jalur sanad, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada syadz dan ‘illat pada hadits tersebut karena tidak ada jalur sanad lain yang bisa ditelusuri sebagai bahan perlindungan.

4). Penilaian terhadap kualitas sanad hadits
Dari keempat perawi tersebut, dua orang dinilai thiqah, dan dua orang lainya dinilai tidak thiqah, bahkan tergolong perawi yang tingkat jarh nya parah.
Dengan mengacu kepada keshahihan sanad hadits, penulis berkesimpulan bahwa terdapat beberapa kaedah keshahihan hadits yang tidak dipenuhi oleh sanad hadits ini, yakni aspek keadilan, dam kedhabitan perawi, karena itu, penilaian akhir penulis bahwa sanad hadits tersebut tergolong lemah (dha’if al-isnad) .
B.                 Kritik matan dari hadits
Penelitian tehadap matan hadits tentang motivasi mencari ilmu ini tidak penulis lakukan karena sanadnya berkualitas dha’if, dan juga tergolong berat.
Namun demikian, mengenai kandungan maknanya tetap diungkap mengingat ‘penulis’[18] melihat bahwa semangat yang dikandung oleh hadits tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan dalil-dalil yang lebih kuat dalam Al-qur’an maupun sunnah. Namun demikian, hendakanya hadits tersebut tidak dipedomani sebagia sumber utama, karena sanadnya berkualitas lemah (dha’if).
C. Kandungan makna hadits
Islam adalah agama yang sitsem aqidah dan syari’atnya ditegaskan atas dasar ilmu, artinya islam merupakan agama yang menampilkan diri berdasarkan atas ilmu pengetahuan dan menjadikan tuntutan mencari ilmu sebagai salah satu bentuk ibadah yang paling besar nilainya, tuntutan kewajiban mencari ilmu ini diilutsrasikan dalam QS al-alaq (1-5). Allah memberikan motivasi kepada umat manusia untuk memeperkaya dirinya dengan ilmu, karena ilmu merupakan tiang kehidupan, dasar kebangkitan umat, tonggak budaya dan sarana mencapai kemajuan baik individu maupun masyarakat, artinya bahwa dengan ilmulah manusia mampu mengakomodasikan  perolehanya dan mampu menerjemahkan ajaran agamanya dalam kehidupan.
Meskipun hadits tersebut berkualitas dha’if al isnad, namun semangat yang dikandungnya memperkuat term-term yang sama, baik yang ada dalam Al-qur’an, dan hadits lainya, muatan hadits tersebut sangat memberikan dukungan kepada beberapa ketentuan yang disinyalir oleh Al-qur’an maupun hadits lainya.motivasi yang disampaikan rasulullah itu memiliki relevansi dengan hadits lainya, seperti;

اخبرنا قبيصة اخبرنا سفيان عن عطاء بن الساءب عن الحسن عن عبد الله بن مسعود قال : اغد عالما او متعلما او مستمعا, ولا تكن الربع فتهلك. (الدرمي)

Penulis tidak menemukan satu literaturpun berkenaan dengan turunya hadits tersebut, kemungkinan krna hadits tersebut berkualitas dha’if, artinya kemungkinan  hadits yang berasal dari rasulullah itu tidak memiliki sebab turun, meski hadits yang memliki sebab turun tidak otomatis berkualitas shahih. Dari pesan-pesan yang ada dalam hadits dapat dipahami bahwa ilmu merupakan cahaya bagi pemiliknya, bagaimanapun kondisi ekinomi sosial dan politik pemiliknya, ilmu akan menambah kehormatan bagi pemeiliknya. Namun derajat itu bukan bararti ia terbebas dari kewajiban dan tanggung jawabnya mengabdi kepada tuhan, karena seorang intelek yang tidak beriman akan dapat membawa kehancuran baik bagi diri maupun sesamanya .[19]
Dimensi penelitian hadits tidak hanya berada dalam kawasan dunia keilmuan semata, tetapi juga dalam kawasan ajaran dan keyakinana agama, dan penelitin mengenai hadits keharusan mencari ilmu ini hanya merupakan salah satu contoh dari penelitian hadits, dan untuk kepentingan penelitian hadits itu diperlukan cukup banyak kitab rujukan dan cabang pengetahuan sebagai acuan, jadi harus dilaksanakan dengan penuh persiapan dan pertimbangan.[20]

D.                 Tujuan  dan Manfaat Penelitian Hadits
Untuk mengetahui hal-hal yang harus diteladani dan yang tidak harus ditaladani yang berasal dari diri nabi, diperlukan penelitian, karena dengan itu dapat diketahui hadits nabi yang berkaitan denganajaran dasar islam, praktek nabi dalam mengimplikasikanpetunjuk Al-qur’an sesuai dengan tingkat budaya masyarakat yang sedang dihadapi oleh nabi dan sebagainya, pada zaman nabi pemalsuan hadits belum pernah terjadi, dalam catatan sejarah pemalsuan hadits mulai berkembang pada zaman khalifah Ali bin abi thalib, dan hal-hal yang berkenaan dengan hadits tersebut merupakan sebagian faktor yang melatarbelakangi  pentingnya penelitian hadits, khususnya dalam penelitian sanad dan matan hadits[21].
Tujuan pokok dari penelitian sanad dan matan Hadits adalah
untuk mengetahui kualitas suatu Hadits, karena hal tersebut sangat fungsional berhubungan dengan kehujjahan Hadits. Suatu Hadits dapat dijadikan hujjah (dalil) dalam menetapkan hukum apabila Hadits tersebut telah memenuhi syarat-syarat diterimanya (maqbul) suatu Hadits. Adapun Hadits yang perlu diteliti adalah Hadits yang berkategori ahad, yaitu yang tidak sampai kepada derajat mutawatir, karena Hadits kategori tersebut bertsatus Zhanni al Wurud,  mwnurut sebagian ulama’.
Sedangkan terhadap Hadits mutawatir, sebagian para ulama tidak menganggap perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut, karena Hadits kategori tersebut telah menghasilkan keyakinan yang pasti bahwa Hadits tersebut berasal dari Nabi SAW, meski demikian tidaklah berarti bahwa terhadap Hadits mutawatir tidak dapat dilakukan penelitian lagi. Jika hal itu dilakukan hanya bertujuan untuk membuktikan bahwa benar Hadits tersebut bertsatus mutawatir, bukan untuk mengetahui kualitas sanad dan matannya sebagaimana yang dilakukan terhadap Hadits ahad.[22]
Manfaat yang kita dapatkan dengan melakukan penelitian hadits salah satunya adalah tidak tejebak dalan kepercayaan pada sembarang hadits, karena jika kita mempercayainya tanpa mengetahui siapa (rawi maupun sanad), dan apa (matan) yang ada dalam hadits tesebut, sama saja kita telah melewati jalan yang tidak pernah dianjurkan oleh nabi, karena hadits yang dapat dijadikan pedoman adalah hadits yang bersandar pada nabi, dan berkatagori masuk dalam jajaran hadits shahih.

IV.                         Kesimpulan
Kualitas suatu Hadits sangat ditentukan oleh kedudukan sanad dan matan Hadits. Apabila sanadnya sahih dan matannya sahih maka Hadits tersebut dapat diketegorikan sebagai Hadits Shahih serta dapat dijadikan sebagai hujjah. Sebaliknya apabila sanad dan matan nya tidak sahih maka dikategorikan Hadits dhaif dan tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.
Adanya kesan bahwa ulama’ hadits tampak lebih menekankan pentingnya penelitian sanad memang sulit dihindari, walaupun pada kenyataanya kesungguhan mereka dalam meneliti matan juga tidak diragukan, karena sanad merupakan keharusan pertama dalam penelitian hadits, karena bagi ulama’ hadits atau matan hadits yang tidak memiliki sanad sama sekali, tidaklah dapat dinyatakan sebagai sesuatu yang berasal dari nabi, hal itu dapat dipahami karena adanya faktor-faktor yang telah melatarbelakamgi riwayat dalam penghimpunan hadits.[23]
Para ulama Hadits berusaha membuat metodologi untuk menganalisis keberadaan suatu Hadits. Hal ini dilakukan karena secara hitsoris Hadits mengalami perkembangan yang signifikan dengan tendensi tertentu sehingga berujung pada tercampur aduknya Hadits yang memang bersumber langsung dari Rasulullah SAW dengan Hadits yang bersumber dari individu atau kelompok tertentu. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka diformulasikan beberapa pedoman untuk menguji dan menganalisis kualitas sanad dan matan Hadits dengan dilakukanya penelitian dan kritik hadits.
kita sebagai penerus umat Islam sudah seharusnya untuk selalu berjuang mempertahankan kemurnian Islam, salah satunya  dalam belajar ilmu tafsir hadits sebagai bekal kita dalam menghadapi tantangan dan halangan yang menghadang pada masa zaman  akhir ini. Dan  kita berharap semoga perlindungan Allah dan keridhoan-Nya selalu tercurahkan dan diberikan kepada kita.
V.                 Penutup
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang secara tidak langsung telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini. pemakalah sadar akan banyaknya kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati, pemakalah bermaksud meminta kritik dan saran dari para pembaca, yang tentu saja kritik dan saran yang tetap pada koridor membangun bagi kami, dan semoga Allah selalu senantiasa meridhoi setiap langkah kami, dan selalu membimbing kami ke arah jalan yang benar, Amin..
Daftar putsaka

§     Al siba’i, Mutsofa.----- sunnah dan perananya dalam penetapan hukum islam, (penj dan peng Nurcholis madjid), -------; putsaka firdaus.
§     Ismail, Syuhudi. 2007. Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta; bulan bintang, Cet 2.
§     Ismail, Syuhudi. 1995.  Hadits Nabi Menuurt Pembela  Pengigkar dan Pemalsunya. Jakarta; gema insani press, cet 2,
§     Sumbulah, Umi. 2008. Kritik Hadits (pendekatan hitsoris metodologis). Malang; UIN malang press, cet 1.
§     Zuhri, Muh. 2003. Telaah Hitsoris Dan Metodologis. Yogyakarta. Tiara Wacana Yogya. Cet 2.











         [1] http://makalahmajannaii.blogspot.com/
        [2] Umi sumbulah, Kritik Hadits (pendekatan historis metodologis), Malang;UIN malang press, cet 1, 2008, hlm 32-46
       [3] Mustofa Al siba’i,  sunnah dan perananya dalam penetapan hukum islam, (penj dan peng Nurcholis madjid), -------; pustaka firdaus,----- hlm 227-228
       [4] Umi sumbulah, Kritik Hadits (pendekatan historis metodologis), Malang;UIN malang press, cet 1, 2008,hlm 94
        [5]Ibid, hlm 96-97
        [6]Ibid, hlm 93-94
        [7] Mustofa Al siba’i,  sunnah dan perananya dalam penetapan hukum islam, (penj dan peng Nurcholis madjid), -------; pustaka firdaus,-----, hlm 228-229
        [8] aksiomatik merupakan hal yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian
         [9] http://makalahmajannaii.blogspot.com/
       [10] sebuah pengakuan secara formil (hukum)
        [11] http://makalahmajannaii.blogspot.com/
         [12] Ibid.
       [13] http://makalahmajannaii.blogspot.com/
      [14] Umi sumbulah, Kritik Hadits (pendekatan historis metodologis), Malang;UIN malang press, cet 1, 2008,hlm 113-117
         [15] Ibid, hlm 179-202
        [16] Muh ,Zuhri.Telaah Historis Dan Metodologis. Yogyakarta. Tiara Wacana Yogya. 2003 , hlm 120-121. Cet 2.
       [17]  term secara istilah adalah periode waktu awal dan akhir /bagian tahun akademik), sumber/kbbi, offline/.
       [18] yang dimaksud dengan kata ‘’penulis’’ disini adalah penulis dari buku  (Umi sumbulah, Kritik Hadits (pendekatan historis metodologis), Malang;UIN malang press, cet 1, 2008.)
         [19] Umi sumbulah, Kritik Hadits (pendekatan historis metodologis), Malang;UIN malang press, cet 1, 2008, hlm 179-203.
         [20] ismail, syuhudi. Metodologi Penelitian Hadist Nabi. Jakarta; bulan bintang. 2007, Cet 2, hlm 161.
        [21] Syuhudi, Ismail. Hadist Nabi Menuurt Pembela  Pengigkar dan Pemalsunya. Jakarta; gema insani press, cet 2, 1995, hlm 74-75
       [22] Umi sumbulah, Kritik Hadits (pendekatan historis metodologis), Malang;UIN malang press, cet 1, 2008,hlm 206.
          [23]ismail, syuhudi. Metodologi Penelitian Hadist Nabi. Jakarta; bulan bintang. 2007, Cet 2, hlm 160

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH MASAILUL FIQH dalam PRESPEKTIF IJTIHAD METODE BAYANI

HARTA BERSAMA PASCA PERKAWINAN MENURUT ULAMA’ MADZHAB

PERJANJIAN JOINT VENTURE