DAS SEIN, HUKUM, DAS SOLLEN, dan REKAYASA SOSIAL



NIHAYATUL  IFADHLOH  (122111103)
AS-A. 2       
MAKUL;   Pengantar  Ilmu Hukum
SUMBER;  Kompas.com. diakses pada tanggal 02 April 2013, 16:25.


DAS SEIN, HUKUM, DAS SOLLEN, dan REKAYASA SOSIAL

1.        DAS  SEIN (Kasus Pencurian sandal jepit oleh anak dibawah umur)
Kasus pencurian sandal jepit yang pernah terjadi dan menghebohkan seluruk lapisan massyarakat ini dialami oleh anak yang berinisial AAL, seorang pelajar SMK, Putusan bersalah terhadap AAL (15 tahun) terkait kasus pencurian sandal yang dijatuhkan oleh hakim tunggal di Pengadilan Negeri Palu, Rommel F Tampubolon, dinilai hanya untuk menyelamatkan kepolisian yang melakukan penyidikan dan kejaksaan yang menyusun dakwaan serta menuntut AAL. Penilaian itu disampaikan Indra, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ketika dihubungi, Jumat (6/1/2012). Ia mengatakan, seharusnya hakim menolak seluruh dakwaan jaksa lantaran barang bukti sandal merek Ando yang diajukan di pengadilan bukan milik pelapor yakni Briptu Ahmad Rusdi Harahap. "Di situ tuduhan mencuri tidak terbukti. Cuma mengambil sesuatu itu persoalan lain," kata dia. Dalam persidangan, AAL didakwa mencuri sandal merek Eiger Nomor 43 milik Rusdi, anggota Brimob Polda Sulawesi Tengah. Namun, dalam persidangan, barang bukti yang diajukan adalah sandal merek Ando Nomor 9,5. Dalam putusan, hakim tak menyebut AAL bersalah mencuri sandal Briptu Rusdi. Namun, AAL divonis bersalah karena telah mengambil milik orang lain. Hakim memvonis AAL dikembalikan ke orangtuanya.
Hakim Pengadilan Negeri Palu, Rabu (4/1/2012) malam, memvonis terdakwa AAL (15) bersalah dalam kasus pencurian sandal jepit milik seorang anggota polisi. Meskipun demikian, hakim sidang Romel Tambubolan tidak menjatuhkan hukuman kurungan penjara. AAL hanya dikembalikan ke orangtuanya untuk mendapatkan pembinaan. Seperti diberitakan sebelumnya, AAL (15), siswa sekolah menengah kejuruan di Kota Palu, telah didakwa melanggar Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sidang dipimpin oleh hakim Rommel F Tampubolon. Adapun Pasal 362 lengkapnya berbunyi, "Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah".
Menurut Indra, tidak ada manfaat AAL dinyatakan bersalah. Putusan itu malah mengoyak rasa keadilan masyarakat menyusul rentetan kasus yang menyeret rakyat kecil. Adapun kasus korupsi besar tak terselesaikan. "Polisi seharusnya bersikap arif dalam bertindak. Dipilah mana yang bisa diselesaikan dalam taraf musyawarah. Saya anggap polisi berlebihan menerapkan hukum," ucapnya. Anggota Komisi III lainnya, Aboe Bakar Alhabsy, mengatakan, “Komisi III tengah mengodok Rancangan Undang-Undang Sistem Peradilan Anak agar kasus seperti AAL tidak terulang”. Nantinya, RUU itu akan mengedepankan prinsip restorative justice atau konsep keadilan restoratif, "Pemidanaan anak bukan lagi sekadar memberikan efek jera, namun bagaimana mengembalikan sebuah persoalan pada keadaan yang semestinya terjadi. Nantinya anak-anak yang berhadapan dengan hukum tak mesti harus masuk penjara, melainkan dibina dalam sebuah panti, pemondokan, atau sejenis boarding school," jelas Aboe Bakar.
Sosiolog Soetandyo Wignjosoebroto pun mengatakan, Hakim kini dinilainya terlalu legalistik terhadap putusan bersalah rakyat kecil. Hakim tidak mampu memahami arti dan makna sekaligus kearifan yang terkandung dalam aturan hukum. “Undang-undang itu dead letter law (hukum yang mati). Hukum menjadi aktif dan dinamik melalui kata hati dan tafsir hakim. Kalau putusannya itu aneh, itu bukan salah undang-undang, melainkan hakim. Hakimnya harus pandai memberi putusan yang bisa diterima," kata Soetandyo. Meskipun, seyogyanya mencuri atau mengambil barang orang lain sekecil apa pun tanpa izin adalah perbuatan melanggar hukum. Dan hukum harus ditegakkan. Namun, apakah hal itu sudah sesuai rasa keadilan di masyarakat? Lihat saja bagaimana para pejabat dan koruptor berdasi putih mencuri uang rakyat yang nilainya sebanding dengan jutaan sandal jepit  diperlakukan dengan terhormat oleh aparat. Mereka dapat melanggeng bebas dari hukuman yang tidak terlalu berat. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqqodas pada pertengahan November tahun lalu, mengakui bahwa hukuman untuk koruptor memang rendah. Pengadilan, kata Busyro, seakan-akan tak mencerminkan ideologi hukum yang baik. "Putusan hakim kehilangan roh untuk berpihak pada kepentingan rakyat," kata Busyro. Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan “kini hukum hanya tajam jika kebawah dan tumpul jika berhadapan dengan kalangan atas”. Pemerintah, menurut Hikmahanto, seharusnya peka terhadap rasa ketidakadilan yang terus dialami rakyat.  Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyarankan agar aparat penegak hukum menggunakan restorative justice (keadilan restoratif) sebagai penyelesaian alternatif dalam sejumlah kasus kecil. penahanan atau pemenjaraan anak adalah upaya terakhir. kata Lisda, pihaknya mendesak agar Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat segera menyelesaikan pembahasan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai payung hukum keadilan restoratif.

2.        DAS SOLLEN
perbuatan mencuri memang merupakan hal yang tidak baik juga merugikan bagi orang lain, dan untuk membatasi, menaggulangi, dan memperkecil atau bahkan menghapuskan bentuk-bentuk pencurian, akhirnya tercantumlah undang-undang kasus pencurian dalam kitab undang-undang hukum pidana, yang terdapat pada “BAB XXII Pasal 362” lengkap dengan sanksi dan hukumanya.
Namun disini yang menjadi sedikit terganjal adalah, bagaimana jika seorang pelaku adalah pelajar atau dapat dikatakan anak yang masih dibawah umur, apakah hal ini juga berlaku untuknya?.. namun kemudian berbagai reaksi muncul dari berbagai golongan, mulai dari rakyat kecil, LSM, DPR,  hingga presiden, dan mayoritas mereka mengatakan itu adalah sebuah ketidakadilan hukum, jika memang benar anak tersebut divonis berdasarkan pasal tersebut. karna masih banyak kasus yang lebih besar dari kasus tersebut,  yang tidak setara dengan hukumanya, seperti kasus korupsi yang hanya memberikan hukuman dua tahun bagi para pelakunya. Sehingga menimbulkan banyak protes dan dukungan bagi pelaku dengan berinisial AAL, salah satu buktinya adalah adanya pihak-pihak yang mengajukan RUU pidana anak untuk  lebih mengedepankan restorative justice (keadilan restoratif), nantinya pemidanaan pada anak itu bukan lagi untuk memberikan efek jera, namun bagaimana keadan akan semestinya kembali, bagaimana menanamkan kembali nilai-nilai kebaikan, tak mesti harus dipenjara anak dengan kasus pidana, namun dapat dibina dan di beri pelajaran dalam sebuah bentuk pemondokan. karna mungkin  inilah yang masyarakat inginkan, dan mereka merasa keadilan hukum di negeri ini perlu berbenah, dengan bercermin pada berbagai kasus yang telah diputuskan.
Namun, dalam konteks ini pihak Komnas Perlindungan Anak sepakat bahwa mencuri adalah perbuatan tidak terpuji dan tidak dibenarkan. stigma sebagai pencuri akan menjadi beban yang sangat berat bagi terdakwa, kususnya seorang anak . Sejumlah pandangan, fakta itu, memperlihatkan bahwa keadilan hukum di negeri ini hanya sebatas keadilan sendal jepit, keadilan yang menjepit rakyat kecil. Sungguh ironis, di negeri yang dalam butir-butir dasar negaranya disebut menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan perilaku berkeadilan ini, rakyatnya diperlakukan dalam perbedaan kasta besar dan kecil. Penegakan hukum di negeri ini masih sangat diskriminatif. Keras dan tegas untuk rakyat kecil, tapi loyo dan bagai agar-agar bagi kalangan atas. Guru Besar Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan “kini hukum hanya tajam jika kebawah dan tumpul jika berhadapan dengan kalangan atas”.

3.        HUKUM
BAB XXII
PENCURIAN
Pasal 362

Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
Pasal 71
pidana
(1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:
a. pidana peringatan;
b. pidana dengan syarat:
1) pembinaan di luar lembaga;
2) pelayanan masyarakat; atau
3) pengawasan.
c. pelatihan kerja;
d. pembinaan dalam lembaga; dan
e. penjara.
(2) Pidana tambahan terdiri atas:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
b. pemenuhan kewajiban adat.
(3) Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti
dengan pelatihan kerja.
(4) Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

4.        REKAYASA SOSIAL
Hukuman pada seorang pencuri itu di rancang oleh negara (pemerintah) dengan sedemikian rupa untuk memberikan efek jera dan membatasi aturan hukum mengenai tindakan seseorang agar tidak merugikan orang lain. Dan hal itu diwujudkan dengan adanya Undang-undang yang mengatur tentang kasus pencurian lengakap dengan sanksi dan hukumanya pada “BAB XXII Pasal 362 . Namun disini permasalahanya adalah jika yang melakukan adalah seorang anak yangh masih dalam taraf duduk dibangku sekolah atau bisa dikatakan di bawah umur ( 15 tahun) apakah pasal itu juga berlaku untuknya?.. hingga Kemudian munculah gagasan ataupun ide untuk  membuat RUU pidana anak, dengan mengedepankan konsep restorative justice (keadilan restoratif). Rapat Paripurna DPR (Selasa, 03 Juli 2012 , 12:27:00 WIB) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, akhirnya mengesahkan RUU Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi UU. Sebelumnya, Komisi III DPR telah melakukan pembahasan intensif sejak Oktober tahun lalu. Untuk mendapatkan masukan mengenai pembahasan RUU ini, Wakil Ketua Komisi III DPR Azis Syamsudin menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan kunjungan kerja ke 3 provinsi yaitu Sumatera Selatan, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Bentuk UU pidana  anak ini kemudian diharapkan dapat memberikan payung keadilan dan setidaknya dapat mengahargai anak, meskipun ia bersalah, karna kembali lagi, seorang anak itu masih membutuhkan arahan juga bimbingan, dan pengarahan. karna itu semestinya terdapat perlakuan yang berbeda, dan menurut saya penjara adalah jalan terahir untuk kasus pidana anak. inilah sebuah rekayasa sosial negara untuk membentuk dan mengembalikan keadaan seperti apa yang kita inginkan, ketentraman, dan kesetaraan sosial dimata hukum, khusunya bagi anak adalah bentuk pengarahan dan pelajaran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH MASAILUL FIQH dalam PRESPEKTIF IJTIHAD METODE BAYANI

HARTA BERSAMA PASCA PERKAWINAN MENURUT ULAMA’ MADZHAB

PERJANJIAN JOINT VENTURE