PEMMBAHARUAN dalam ISLAM



FIQH KAUM PEMBAHARU

Makalah

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Tarikh Tasyri’

Dosen Pengampu : Dr, H. Musahadi, M.,Ag



  
http://buku-on-line.com/wp-content/uploads/2012/04/Logo-IAIN-Walisongo-Semarang.jpg


Disusun oleh:

Nihayatul Ifadhloh (122111103)
AS A 2


AHWAL AL-SAKHSIYYAH  FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
WALISONGO
SEMARANG
203



 

Fiqh kaum pembaharu

I. Pendahuluan
Hukum islam tidak akan pernah dipungkiri keberadaanya oleh kaum yang menganut agama islam, dan hukum islam itu sendiri mengalami perubahan  seiring dengan perkembangan zaman dari masa rasulullah hingga sekarang, karna adanya tuntutan zaman yang seolah-olah mulai menuntut untuk  dilakukanya pembaharuan dalam hukum islam itu sendiri, selama masih dalam batas aturan qur’an dan sunnah yang digunakan sebagai rujukan awal pembentukan dari hukum islam. Pembaharuan dalam islam terjadi di beberapa wilayah, diantaranya yang sangat terkenal berawal dari negara Mesir, yang bermula dari perginya tentara Napoleon Bonaparte dari negara Mesir, kemudian diikuti oleh negara Turki, india, dan pakistan. Gerakan pembaharuan dimulai dengan penerjemahan buku-buku dari barat dan juga pengiriman beberapa pelajar ke sana, yang digunakan sebagai motivasi awal dari bangkitnya pembaharuan, yang kemudian melahirkan beberapa aliran, diantaranya mazhab tradisionalis, liberalisme, skripturalisme, dan lain sebagainya.[1]
Yang menjadi dasar pokok bagi setiap mujtahid (penggali hukum) dalam menentukan suatu hukum, adalah dedikasinya yang sangat berarti bagi kemaslahatan umat islam, karna memang kesanalah arah tujuan hukum syara’ islam itu, berangkat dari situlah bentuk penetapan hukum seorang mujtahid harus kontekstual dan relevan dengan masanya. Walaupun diakui bahwa hukum syara’ sebagai pesan ilahi adalah suatu bentuk yang bersifat universal dan lestari, namun kita kembali lagi bahwa tujuan dari hukum islam itu sendiri untuk kemaslahatan umatnya yang berada dalam ruamg lingkup waktu tertentu, maka perlu adanya penafsiran dengan sistem metodologi (ushul fiqh) islam, yang kemudian di interpretasikan dengan era sekarang, agar tetap relevan.[2]

 II. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan dari pembahasan makalah ini adalah :
§  Filosofi pembaharuan hukum islam
§  Madzhab skripturalisme
§  Madzhab liberalisme
§  Gagasan pembaharuan hukum islam Muhamad Iqbal dan Fazlur Rahman
§  Gagasan-gagasan pembaharuan lainya

III.Pembahasan
A.    Filisofi Pembaharuan Hukum Islam
      Hukum islam merupakan salah satu ruang ekspresi pengalaman agama yang amat penting dalam kehidupan umat muslim, hukum islam mempumyai dua pandangan, pertama, pandangan keabadian, mereka beranggapan bahwa hukum islamm itu abadi, tanpa ada perubahan maupun pembaharuan, kedua pandangan kebangkitan, mereka percaya bahwa  hukum islam itu dapat dilakukan adanya pembaharuan. Pada saat rasulullah wafat, generasi muslim berhadapan dengan berbagai hal yang seolah-olah menuntut dan mengharuskan mereka berpikir untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, akan tetapi alqur’an pada tingkat tertentu tidak dapat secara langsung aplicable, maka dibutuhkan pemahaman yang mendalam ataupun penafsiran dan kajian-kajian ijtihad sebagi penjelasan lebih lanjut, serta jawaban untuk berbagai problem yang belum tercover oleh sumber Al-qur’an dan sunnah, dan disinilah peran dari para mujtahid itu muncul. [3]
Dalam kajian mengenai prespektif historis pada hukum islam, pengertian dan pemahaman hukum islam jelas lebih mengarah pada ‘fiqh’ karna fiqh lah yang memiliki konsep dinamis dan dapat di pergunakan sebagai refleksi dari dinamika sejarah, prespektif historis hukum islam disini lebih diartikan dengan sejauh mana hukum islam itu dipahami, dapat di rumuskan dan direalisasikan dalam kehidupan praktis generasi muslim dimana ia tinggal, dan waktu kapan ia tinggal. jika merujuk pada syari’ah itu mustahil, karna syari’ah bersifat mutlak qoth’i. Sejarah perkembangan hukum islam itu terbagi dalam lima periode, yakni; periode rasul, sahabat, tadwin, taqlid, dan periode kebangkitan kembali (pembaharuan hukum islam). Hukum islam yang dirumuskan oleh para ahli selalu di mulai dari periode rasulullah, dan rasul telah mengatur kehidupan masyarkatnya sebagai pengejawentahan Al-qur’an, meskipun demikian harus diakui bahwa semasa hidup nabi, belum terdapat ilmu yang secara spesifik membahas tentang fiqh, dengan segala permaslahanya (jurisprudensi), sebagai contoh klasifikasi-klasifikasi yang ada dalam fiqh merupakan karya para ahli hukum yang mempelajari berbagai ayat Al-qur’an dan hadits, dan praktek-praktek sahabat. Setelah nabi wafat, sahabat tersebar di berbagai pelosok negara islam, dan umumnya mereka menjadi pemimpin keagamaan, maka jika timbul permasalahan-permasalahan, mereka dituntut untuk dapat memeberikan jawaban atas problem itu, demikianlah kemudian para sahabat menafsirkan Al-qur’an dan sunnah nabi, serta melakukan penetapan. Dalam menetapkan suatu hukum sahabat menempuh beberapa tahap, pertama merjuk pada Al-qur’an , kemudian baru sunnah, jika keduanya tidak mereka dapati, maka mereka berijtihad,  dan dalam berihtihad terkadang mereka menggunakan metode analogi qiyas, dan ijtihad inilah yang akan memebnetuk perkembangan hukum islam dan mampu beradaptasi dengan pluralistis kultural yang dihadapi umat islam di era yang semakin berkembang.[4]
Memasuki periode modern terjadi perkembangan menarik dari hukum islam, semenjak abad ke-19 M, pertumbuhan kontak dengan dunia barat semakin intensif, sejak saat itu pula, perkembangan hukum di dunia islam nyaris ditentukan oleh pengaruh-pengaruh barat, demikian menurut catatan Noel j, coulson. Setelah dunia islam mendapatkan kembali kemerdekaanya secara politis dari cengkraman imperialisme barat pada abad ke-20, disinilah kemudian nampak upaya-upaya intensif untuk mengangkat kembali hukum islam, dan kemudian mendefinisikanya dalam skema hukum nasional mereka masing-masing. Disisi lain perkembangn zaman mempengaruhi dari problem manusia itu sendiri yang hukumnya tidak ada secara spesifik dalam nash, dan hal ini menimbulkan kesenjangan antara nash dan problem itu, sementara nash tidak mungkin akan turun lagi, dan hal demikian dalam istilah ushul fiqh disebut “tanahi al-nusus wa ‘adamu tanahi al-waqq’i” dan dari sisnilah dipahami bahwa kebutuhan akan ijtihad merupakan kebutuhan sepanjang masa. Pembatasan terhadap ruang gerak ijthaad semakin tampak secara nyata dalam rumusan menegnai spesifikasi untuk melakukan ijtihad, diantaranya seperti; 1) mengetahui ketentuan-ketentuan hukum dalam Al-qur;an dan sunnah, 2) mengetahui masalah ijma’ dan tidak boleh menetapkan hukum berbeda, 3) menguasai bahasa arab, 4) menguasai ilmu ushul fiqh , karna meruapkan salah satu metodologi dalam melakukan ijtihad, mengetahui secara akurat mengenai nasakh-mansukh. Mengomentari hal ini muhamad iqbal menyatakan bahwa pintu ijtihad memang tidak dinyatakan tertutup oleh kaum sunny, doktrin tertutupnya pintu ijtihad telah membawa hukum islam kepada stagnansi (berhenti), namun doktrin ini ditentang oleh berbagai kalangan kaum pembaharu, seperti iqbal dalam tulisanya “penutupan ijtihad itu hanyalah fiksi semata yang sebagianya disebabkan oleh kristalisasi pemikiran umat islam, dan sebagian lainya oleh kemalasan intelektual yang terutama pada periode kebangkrutan spiritual telah mengubah pemikir-pemikir besar menjadi berhala-berhala”. Kemudian fazlur rahaman juga menambahkan bahwa “selain sebab-sebab yang muhamad iqbal sampaikan juga dari memburuknya standar intelektual dan menciutnya intelegensia islam serta dorongan untuk menegkalkan struktur hukumm dan menjamin persatuan dan kesatuan umat, merupakan sebab penting lainya yang memunculkan doktrin tertutupnya pintu ijtihad”. Penjelasan bahwa tertutupnya pintu ijtihad menunjukkan bahwa prinsip tersebut sangatlah bertentangan dengan dasar islam.[5]
Hukum islam merupakan cabang ilmu-ilmu keislaman paling tua usianya dan telah dikembangkan sejak zaman tabi’in, dan perumusan hukum islam sendiri mempunyai beberpa tahap untuk sampai ke arah puncak pembaharuan, hanya saja dalam kajian-kajian tersebut penelitian hukum islam tampak lebih banyak terfokus kearah bentuk tekstual, kemudian pada abad ke-20 semakin banyak upaya pembaharuan pemikiran hukum islam, baik yang dilakukan oleh para sarjana muslim maupun sarjana orientalis, dan yang terahir ini banyak memberi konstribusi dalam pengembangan kajian hukum islam dan membawa islam dapat dikatakan mampu dalam mengimbangi perkembangan modernitas zaman.[6]
Periode modern (1800-sekarang) merupakan zaman kebangkitan umat islam, jatuhnya mesir ke tangan barat menyadarkan dunia islam akan kelemahanya dan juga menyadarkan umat islam, bahwa di negara barat telah timbul peradaban baru yang selangkah lebih maju, atau dapat dikatakan lebih awal dalam menciptakan suatu peradaban modern dan semua itu merupakan ancaman bagi islam. Raja-raja dan pemuka islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan umat islam kembali, dan di sinilah dalam periode modern lahir sebuah pemikiran ide-ide baru untuk melakukan pembaharuan dalam islam.[7]
Istilah reformasi adalah istilah indonesia yang mempunyai kesamaan makna dengan tajdid dalam bahas arab, secara etimologis berasal dari akar kata jim dan dal (jadid), yang pada ntinya memiliki makna baru, dalam Al-qur’an, kata tajdid juga digunakan untuk menunjuk makna baru, demikian pula dengan hadits nabi kata yang berakar dari jim, dal,dal juga menunjuk makna baru, misalnya jadidu imanakum (peerbaharui imanmu).[8]
Filosofi[9] dari pembaharuan hukum islam itu sendiri terdapat beberapa hal didalamnya, dan diantaranya yaitu kemajuan zaman yang semakin menuntut manusia untuk menggali hukum baru mengenai hal yang terjadi di lingkungan sekitar, yang mana belum ditemukan penyelesaian dari masalah tersebut, kemudian banyaknya masalah yang ada belum tentu ada saat zaman rasulullah, sehingga memerlukan suatu pembaharuan didalam segi-segi tertentu. Pembaharuan dalam islam sudah ada sejak sebelum periode modern, seperti pembaharuan di Mesir, kerajaan Usmani yang ada di Turki, kemudian kerajaan yang ada di India, dan Pakistan.
Pembaharuan dalam islam itu juga mempunyai prinsip-prinsip pembinaan tersendiri, diantaranya seperti; tauhidullah, muwafaqat al-shahih al-manqul li sharih al-ma’qul (kesesuaian antara wahyu yang shahih dengan penalaran yang sharih), Al-haqiqah fi al-a’yan la fi al-azhan (kebenaran terdasar pada kenyataan bukan pada alam ide), dan masih ada lagi prinsip-prinsip lainya.
Pengkajian kembali terhadap Al-qur’an maupun sunnah dalam melakukan pembaharuan hukum islam perlu di dukung dengan beberapa hal, Seperti diantaranya;  ijtihad hukum islam yang dilakukan secara bersama dan dengan beberapa disiplin ilmu tertentu, membudayakan kajian secara muqaran atau perbandingan terhadap fiqh dan ilmu kajian lainya,  faslititas dari pemerintah, terutama kebijakan dan finansial, adanya hubungan antara ulama’, ilmuwan, pemerintah, ormas islam, dan juga masyarakat, kemudian sosialisasi hasil ijtihad secara meluas.[10]
Term reaktualisasi dapat Dimaknai dengan sebuah proses dinamis yang mengarah kepada pembentukan karakter tentang suatu masalah sebgai akibat logis dari adanya perubahan situasi dan kondisi.
Istilah reaktualisasi yang dalam banyak hal disepadankan dengan istilah reformasi, rekonstruksi dan pembaharuan. Dan dalam hal ini biasanya memeiliki tiga kandungan makna; pertama, memperbarui dengan sesuatu yang sudah ada sebelumnya, kedua, memperbarui yang sifatnya sudah tidak di pergunakan lagi, dan ketiga, memeperbarui dengan perwajahan baru. Secara teoritis issu pembaharuan dalam islam di picu oleh beberapa variabel. Dan diantaranya adalah; pertama, stimulasi dari perkembangan modern dunia barat yang demikian maju dengan segala hal, sehingga seakan-akan memicu penyesuaian dalam dunia islam sebagai bentuk  penyesuaian diri, kedua, fleksibilitas ajaran islam (penafsiran syari’ah) itu sendiri secara substantif, artinya islam harus mampu bergerak menyeimbangi semakin majunya zaman dengan berbagai persoalan yang beranekaragam, namun tetap dalam batas koridor aturan islam.[11] Dalam Periodesasi pembaharuan hukum islam ini kemudian melahirkan beberapa mazhab, diantaranya yaitu mazhab skripturalisme dan mazhab liberalisme yang menjadi bagian yang dapat dikatakan ikut andil dalam proses pembaharuan islam menuju ke taraf yang lebih baik, tanpa melalaikan nilai-nilai islam.[12]

B.     Madzhab Skripturalisme
Mazhab skripturalisme merupakan suatu bentuk mazhab yang berpegang teguh pada syari’at secara kaku, Amin abdullah mengatakan bahwa paradigma yang ada di dalam lingkaran mazhab skriptualisme adalah paradigma literalistic yang didalamnya dominan terhadap pembahasan tentang teks berbahasa arab, dengan mengesampingkan maksud dasar dari wahyu yang ada di balik teks literalnya.
Dalam fiqh tabi’in terdapat dua aliran besar yakni al-ra’y dan hadits, yang dimaksud dengan al-ra’y adalah segala bentuk penekanan hukum yang bersifat rasionalistis atau berdasarkan akal fikiran, dan yang paling dekat dengan pemikiran berdasarkan rasionalitas adalah mazhab hanafi. Dan aliran yang mendasarkan terhadap penekanan penggunaan hadist dan menolak segala bentuk rasio, meskipun hadist tersebut lemah, dan yang sejalur dengan penggunaan hadist adalah mazhab hambali. Imam ahmad bin hambal merupakan ulama’ yang memang terkenal dengan ahli hadist dibanding dengan ahli fiqh, Karna beliau menyandarkan mazhabnya dengan hadist rasulullah, yang meskipun didalamnya termasuk hadits yang lemah, dalam mazhabnya beliau sangat menolak adanya qiyas atau bentuk penalaran, kecuali dalam keadaan terpaksa.
Beberapa bentuk kegagalan mazhab skriptualisme ini sedikit banyak terpengaruh pada keyakinan mereka bahwa Al-qur’an dan sunnah sudah cukup untuk memecahkan persoalan, padahal dalam prakteknya kita hidup dalam zaman yang semakin maju dan berkembang, begitupun dengan persoalan-persoalan yang ada dalam lingkungan sekitar.
Beberapa bentuk kegagalan dari mazhab ini diantaranya adalah; pertama, dalam bentuk aqidah, karna mereka mempercayai bahwa dzat yang kita sembah itu turun ke langit dunia, mengobrol dengan ahli surga, kemudian duduk diatas arasy’,dan lain sebagainya, mereka menafikan segala bentuk takwil. Kedua, meniadakan bentuk-bentuk mistik dari sebuah agama, mereka menganggap kaum sufi sesat, karna mencoba untuk menangkap makna batiniyah dari nash-nash Al-qur’an, kemudian praktek-praktek keagamaan yang tidak spesifik terhadap nash Al-qur’an dianggap bid’ah. ketiga, menolak wacana intelektual, yang akan mudah sekali melahirkan sifat fanatisme, dan menganggap mazhab lain menyimpang dari ajaran agama. Bentuk kritik terhadap mazhab skriptualisme ini tidak semata-mata membela mazhab liberalisme, karna mazhab liberalisme juga sangat rentan terhadap bentuk penyimpangan, dengan sikap kritis terhadap mazhab-mazhab yang ada terlebih dari dua mazhab ini, kita dapat merumuskan kaidah-kaidah baru yang bertujuan untuk menegakkan fiqh yang lebih relevan dan signifikan (penting).[13] 

C.    Madzhab Liberalisme
Mazhab liberalisme muncul diantara gerakan-gerakan pembaharuan pada abad ke-18, dimana dalam masa ini  gencar-gencarnya terjadi perdebatan keislaman, dan semakin memprihatinkan, dengan runtuhnya pusat-pusat keislaman seperti diantaranya, di negara Mesir, Turki, India, Pakistan, dan hal itu menggerakkan hati para pemimpin negara untuk bangkit dan mencoba melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam segi-segi tertentu. Secara arti politis, saat itu dinasti-dinasti besar islam yang berada di adaerah  lembah sungai Mediterania (Kerajaan Turki Utsmani). Asia barat Daya (Dinasti Safawi), dan asia Selatan (Dinasti Mogol) berada pada masa-masa reruntuhan kejayaan.[14]
Fiqh kaum yang bermazhab liberalisme dapat dilihat dan ditelusuri pada mazhab ahl-al-ra’y di kalangan para sahabat Nabi. Fiqih al-ra’y sebenarnya sama dengan  tafsir al-Qur’an bi al dirayah, namun kaum yang bermazhab liberalis modern justru mengambil sejarah ijtihad bi al-ra’y, dengan alasan yang tidak begitu dapat terlihat.[15] Unsur Pokok dari Pemikiran Madzhab Liberalisme menurut seorang Charles Kurzman, dalam sebuah karyanya Liberal Islam, A Sourcebook, menyebutkan terdapat enam bentuk gagasan yang dapat digunakan sebagai tolok ukur sebuah pemikiran dalam Islam dapat disebut "Liberal" apabila: pertama melawan teokrasi, yaitu ide-ide yang bertujuan mendirikan negara Islam. kedua, mendukung gagasan demokrasi. Ketiga, membela hak-hak perempuan. keempat, membela hak-hak non-Muslim. Kelima, membela kebebasan untuk berpikir dan mempunyai pandangan serta gagasan terbaru. Dan terahir, membela gagasan kemajuan. Siapapun orangnya,  menurut Kurzman, siapa saja yang mempunyai satu diantara enam kategori liberal di atas, maka ia adalah seorang Islam Liberal. Secara ringkas unsur pokok mazhab liberalisme adalah Pertama, kita harus meninggalkan pemahaman secara harfiah terhadap al-Qur'an dan membuka mata kita dengan pemahaman berdasarkan apa yang ada didepan mata kita, yang membutuhkan pemahaman yang mendalam dan sesuai dengan apa yang terjadi dengan jalan peenafsiran. Kedua, mengacu pada sunnah Rasul dari segi jiwanya untuk tasyri’al-ahkam dan memberikan keleluasaan sepenuhnya untuk mengembangkan bentuk dan masalah dunia yang semakin berkembang. Ketiga, pergantian pendekatan ta'abbudi terhadap nash-nash Al-qur’an dengan pendekatan ta'aqquli. Keempat, melepaskan diri dari masalikul'illah terdahulu kemudian mengembangkan perumusan 'illat, dan juga pengembangan pemikiran terbaru yang relevan dengan masa sekarang yang kemudian akan membentuk suatu hukum yang baru, dengan harapan dapat memberikan jawaban atas permasalahan terkini yang membutuhkan bentuk-bentuk ta’wil terbaru yang sesuai dengan zaman.[16] 

D.    Gagasan Pembaharuan Hukum Islam Muhamad Iqbal dan Fazlur Rahman
1. Gagasan pembaharuan muhamad iqbal
Nama lengkapnya adalah muhamad iqbal, beliau dilahirkan pada tahun 1873 di sialkot, sebuah kota bersejarah yang terletak di kawasan perbatasan punjab dan kashmir, beliau berasal dari keluarga miskin, namun dengan bantuan beasiswa beliau dapat memperoleh pendidikan yang memadai. Setelah beliau selesai sekolah dasar di sialkot, beliau kemudian melanjutkan ke sokolah tinggi pemerintah, dan pada tahun 1897 beliau memenangkan beasiswa dan memperoleh penghargaan untuk kemampuan berbahasa Arab dan inggris, kemudian memperoleh gelar M.A. di bidang filsafat pada tahun 1899.[17]
Dilihat dari sejarah perkembangan pemikiran islam, nama iqbal menempati periode modern (1800-seterusnya) perbedaan pola pembaharuan di India pada dasarnya merupakan proses dinamika sejarah yang terkait dengan suasana masyarakat, yang sekaligus banyak menentukan karakter dari pola pembaharuan itu. Hal ini misalnya dapat dilihat dari diri muhamad iqbal yang telah menyaksikan dinamika pembaharuan pemikiran keagamaan pada masa silam dan pada masanya sendiri. Meskipun beliau memiliki persamaan denga pembaharu lainya, namun sebagai konsekuensi lingkungan sosial serta keberadaanya dalam dua pemikiran; Barat sebagai latar belakang kesarjanaanya, dan Timur sebagai tanah asalnya yang meiliki semangat mistis, menjadikan dirinya memiliki keunikan dalam pola pemikiranya. Dengan dua latar belakang tersebut (barat dan timur), beliau menjadi pemikir india yang  memeberi inspirasi sebagai modal awal usaha rekonstruksi pemikiran islam yang konstektual dengan perkembang zaman.[18]
Penegasan iqbal sebagi sosok pemikir timur sebenarnya dimaksudkan untuk memberi gambaran bahwa mata rantai sejarah pemikiran di India tidak bisa melampaui tradisi warisan masa lalu yang bercorak mistis, tampaknya beliau menyadari kegagalan yang pernah ada saat kepemimpinan Mustafa Kemal yang ingin “melompat” kedalam bentuk negara Eropa dengan mengesampingkan identitas Timur, namun hal itu tidak menjadikan Turki kemudian sejajar dengan Eropa. Keakrabanya dengan dunia barat menjadikanya sadar akan arah serta tujuan yang menurutnya tak mampu memperoleh kesejatian. Beliau merasakan pemikiran barat yang materialistik,  pemikiran barat memang bahaya bagi perkembangan dunia islam, namun dibalik semua itu juga terkandung segi positifnya, sebagaimana yang berkaitan dengan upaya pengembalian vitalisasi umat yang telah rapuh, dalam konteks ini maksud dari iqbal adalah hutang dari Eropa kepada dunia islam. Apabila Eropa telah lahir dan berkembang lebih dibanding dengan islam, maka sebenarnya merupakan dialektika[19] sejarah, dimana Eropa lahir dari proses dialog dengan Timur saat Turki mengalami banyak kemajuan dimasa yang lalu. “Dialog” dengan dunia pemikiran barat tersebut berlanjut dengan filosof terkemuka pada periode modern, yaitu immanuel kant, pandangan folosofi ini bukan saja dijadikan sebagai proposi bagi kesimpulanya, bahwa akal murni tak dapat mengantarkan kepada kebenaran. Dengan begitu dapat dilihat bahwa pandangan iqbal tentang ruang dan waktu memiliki kesamaan dengan kant, keduanya menganggap ruang dan waktu sebagai realitas subjektif yang tidak memiliki keeksistensian.
Dari uraian tersebut di atas membentuk satu simpulan bahwa iqbal merupakan sosok pembaharu yang tidak saja mementingkan vitalitas umat islam menghadapi tantangan jamanya, tetapi juga seorang pembaharu yang hatinya bergayut kerinduan pada tuhan lewat tradisi mistik. Cara pandang iqbal dapat dikatakan sebagai tiang pancang bagi pembinaan falsafah agama dalam islam.[20] 
Dasar bentuk kerohanian dalam hidup menurut iqbal adalah kekal dan melahirkan diri dalam bermacam ragam dan bentuk perubahan, dan dalam bnetuk kehidupan harus merujuk pada bentuk permanen, dan perubahan (categories of permanence and change), masyarakat harus memiliki prinsip-prinsip abadi dalam memberikan pijakan dalam dunia yang senantiasa berubah, dan perlu adanya sebuah pembaharuan, dan tanpa menghentikan apa yang seharusnya beregerak menurut kodratnya, Meskipun intens dalam dunia barat, iqbal tetap yakin akan adanya sebuah validitas dan originalitas Al-qur’an, bahkan dia menjadikanya sebagai seluruh sumber inspirasinya, dan tak perlu diragukan lagi akan undang-undang yang diciptakan oleh Al-qur’an, namun bukan bentuk secara spesifiknya sbagai undang-undang, karna tujuan asasinya yang utama adalah membangkitkan jiwa manusia hingga mencapai tingkat kesadaran yang lebih tinggi dalam berhubungan dengan tuhan maupun alam. Kemudian sumber utama hukum islam yang kedua adalah hadits, iqbal dlam konteks ini sependapat dengan syah waliyullah, menurutnya, dalam menentukan hukum-hukum nabi sangat memperhatikan kebiasaan-kebiasaan, cara dan spesifikasi masyarakat arab yang dihadapinya, gagasan-gagasan iqbal yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa dia sebenarnya ingin mengembangkan pemahaman terhadap hadits nabi secara kontekstual dengan memperhatikan background sosiologis dan setting situasional, masa nabi dan masa sekarang. Pandangan iqbal dalam konteks ijma’ dan ijtihad jelas menggambarkan penilakanya terhadap gagasan tradisional bahwa ijma’ tidak dapat ditolak, dan dia juga membantah terhadap teori hukum tradiaional yang cenderung formal dan berorientasi kebelakang, iqbal menghendaki konsep ijma’ yang berorientasi ke depan, konsep ijtihad yang seperti inilah yang diharapkan, dan mungkin dapt berkembang dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat modern. [21]
Sama dengan pembaharu-pembaharu lain iqbal berpendapat bahwa diantara penyebab kemunduran umat islam selama terahir 500 tahun terahir disebabkan oleh kebekuan dalam pemikiran, dan pada pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf yang kemudian  menyebabkan kurangnya sosial kemasyarakatan dalam islam. Paham dinamisme islam yang ditonjolkan oleh iqbal mempunyai peran penting dalam pembaharuan di India, iqbal tidak bependapat bahwa baratlah yang harus dijadikan sebagai model pembaharuan, kapitalisme dan imperialisme barat tidak dapat diterimanya, karna banyak dipengaruhi oleh materialisme yang mulai meninggalkan agama, yang harus di ambil dari barat adalah hanya ilmu pengetahuanya saja.[22]
2. Gagasan pembaharuan Fazlur Rahman
Fazlur Rahman lahir pada tanggal 21 September 1919 di tengah- tengah keluarga malak yang letaknya di Hazara sebelum terpecahnya India, kini merupakan bagian dari Pakistan. Beliau wafat pada tanggal 26 Juli di Chicago, Illionis. Negara pakistan yang berada dibawah jendral ayyub khan mulai memeperbaharui usahanya pada pembentukan sebuah negara, dalam pandangan khan, salah satu unsur untuk membangun kembali semangat nasional adalah memeperkenalkan perubahan politik dan hukum, dan dia berharap perubahan itu akan membawa negara kembali ke dalam sebuah negara dengan visi dan ide islam. Antusias dari fazlur rahman dapat dilihat sendiri dari kenyataan dia untuk meninggalkan karir akademisnya yang sangat berarti di kanada sebagai Associate professor pada kajian islam di institute of islamic studies Mc.Gill Unevirsity, demi tantangan Pakistan. Nama fazlur rahman masuk dalam jajaran nama-nama sarjana islam ternama pada akhir abad ke-20, karena ketajaman pemikiranya, dan juga sifatnya yang blak-blakan dalam penyampaian pandangan serta gagasnya.[23]
Sama dengan pembahru-pembaharu lainya, rahman menegaskan jika kaum muslimin hendak keluar dari krisisnya, maka harus kembali pada kedua sumber pokok Al-qur’an dan sunnah, dan juga  menafsirkany sebagai jawaban yang harus digenerilisasi sebagai prinsip-prinsip moral yang mampu mengahdapi kondisi-kondisi yang selalu berubah, namun jika pengertian kembali kepada Al-qur’an dan sunnah diartikan secara sederhana yakni kembali kepada masa lampau tanpa pemahaman ulang yang proporsional, sama saja kembali ke liang kubur. menyadari kondisi yang demikian, rahman menyerukan dikembalikan dan ditumbuhkanya semangat etika Al-qur’an kedalam hukum islam, jika saja hukum islam itu kembali ke landasan etisnya yang kokoh, maka perbedaan-perbedaan pandangan dalam bidang hukum dapat dikembalikan kepada landasan-landasan etis tersebut, dan menurut rahman, pandangan ini tidak pernah berhasil dilaksanakan. Teori hukum rahman memang membuka lebar-lebar adannya sebuah peluang lebar-lebar reformasi hukum islam, sehingga dapat menuju tahap yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat kontemporer.  Rahman juga melihat bahwa sunnah, ijtihad dan ijma’ sebenarnya adalah tiga konsep yamg memiliki hubungan originalitas, rahman menegaskan bahwa kebutuhan kaum muslim saat ini adalah menuangkan kembali hadits-hadits yang ada ke dalam bentuk sunnah yang hidup  melalui studi historis terhadapnya, yakni dengan revaluasi terhadap materi-materi hadits dan melakukan reinterprestasi terhadapnya, namun yang selaras dengan perubahan-perubahan kondisi sosial.[24]
Fazlur rahman disini berperan dalam dewan penasihat ideologi islam dalam lembaga riset islam, badan pembuat kebijakan tertinggi, yang secara tidak langsung memberinya kesempatan untuk meninjau berlangsungnya pemerintahan dan kekuasaan dari dekat dan dia harus memainkan peran sebagai filosofis. Bersama dengan para rekanya dia mengusulkan kebijakan-kebijakan kepada dewan penasihat untuk di implementasikan oleh pemerintah, karya intelektual fazlur rahman digambarkan dalam gejolak politik  pakistan pada tahun 1960-an dalam menggerakan reformasi sosial. Satu dari banyak pertanyaan utama yang menuntut perhatian fazlur rahman dan juga para sarjana muslim ada abad ke-20 adalah bagaimana islam sebagi warisan agama, budaya, politik dan etika, menghadapi modernisasi, mampu hidup ditengah-tengah berkembangnya zaman, dan tak hilang terlindas masa.[25]
Kebangkitan dan pembaharuan menjadi tema sentral dalam skema pemikiran Fazlur Rahman, kategori-kategori tajdid (pembaharuan) dan ijtihad (berpikir bebas) layak menjadi unsur utama dibawah rubrik pemikiran islam kembali, dan perhatian utamanya adalah menyiapkan dasar dari pemikiran tersebut, yang secara berangsur-angsur direalisasikan oleh saran pendidikan, satu hal yang paling diabaikan menurut pandangaya dalam era reformasi pendidikan adalah sistem pendidikan tradisional-konservatif (mempertahankan keadaan dan budaya), kelompok masyarakat muslim ini menolak perubahan yang dihasilkan oleh modernisasi budaya dan intelektual, kemudian fazlur rahman dan lainya berpikir hal itu sangat merugikan dan mengakibatkan dunia muslim tertinggal oleh masyarakat kontemporer lain yang sudah selangkah lebih maju dalam bidang politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Fazlur rahman menekankan masalah utama dalam hal pendidikan sebagi suatu “kekurangan sintesis kreatif dan hubungan organis  antara tradisional-agamis dan modern-sekuler”. Dia meminta ulama’ untuk tidak menolak perubahan, karna menyamakan kepentingan diri mereka terhadap kekuasaan dan kontrol dengan tradisi intelektual islam, dan dia berpikir jika penyesuaian pendidikan semacam itu direalisasikan, mungkin akan berdampak posistif bagi generasi penerus dan menjadikan mereka wakil-wakil umat islam yang aktif dalam dunia modern. Itulah gambaran mengenai konteks kebangkitan kembali pembaharuan yang Fazlur Rahman alami.[26]
Dalam konteks ini, letak persoalannya terletak pada kepandaian dan kejernihan pikir kaum muslim untuk mengkonsepsi Alquran secara benar. Seperti yang dikemukakan Rahman, pembaharuan itu bukan hanya kembali kepada Alquran dan sunnah sebagai proses untuk melakukan pembaharuan di era modern, tetapi terdapat suatu pemahaman terhadap keduanyalah yang akan memberikan pimpinan kepada kita dewasa ini. Dan, ketika kita kembali kepada generasi muslim awal, pasti kita temui pemahaman yang hidup terhadap Alquran dan sunnah dengan penafsiran-penafsiran yang akan menyeimbangi suatu era, tanpa lepas dari agama.[27]
Dari kedua pemikiran antara muhamad iqbal dengan fazlur rahman pada intinya sama, ingin membawa islam sejajar dalam taraf ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman, tanpa terkuranginya nilai dalam ajaran islam, dimana nantinya islam tidak akan dianggap oleh masyarakat dunia sebagai agama yang sifatnya tidak bisa berkembang, dan tidak dapat memeberi keleluasaan terhadap umatnya untuk sejajar dengan mereka, khususnya dengan negara barat dalam bentuk segi-segi tertentu, semisal saja pendidikan yang semakin maju, dengan perkembangan teknologi yang pastinya semakin mendukung, kemudian juga ada dalam bentuk rasa nasionalisme, dan ide-ide baru untuk membuat islam menjadi agama yang bisa memberikan apa yang diperlukan umatnya dalam zaman yang sama sekali berbeda dengan zaman islam terdahulu tanpa mengesampingkan ataupun meniadakan adanya sumber utama hukum dari Al-qur’an dan juga sunnah serta penafsiran dari ijtihad ulama’, karna disinilah islam akan terus melewati masa yang semakin berbeda dengan varian problemnya, dan juga dengan pemecahan masalahnya.

E.     Gagasan-Gagasan Pembaharuan Lainya
Dalam prespektif historinya, hukum islam pada awalnya merupakan suatu sitem yang dinamis dan kreatif dengan bukti bermunculanya beberapa bentuk mazhab hukum.[28] Pembaharuan dalam islam telah membawa sejumlah nama besar terjun didalamnya, dan telah memunculkan pemikiran-pemikiran yang luar biasa yang mampu memberi gambaran dan gagasan perubahan dalam perkembangan hukum islam hingga mampu menjadi seperti ini. pemunculan  beberapa mazhab hukum adalah sebagai konsekuensi logis dari  perbedaan pendapat yang ada dalam sebuah hukum islam, karna dalam memahami dan mengaplikasikan nash-nash Al-qur’an dan sunnah pada kehidupan praktis. Diantara nama-nama penggagas pembaharuan islam yang begitu banyaknya dan dari beberapa negara adalah diantaranya; dari negara Arab Saudi ada; Muhammad bi Abdul Wahab, Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, kemudian dari negara Mesir ada; Hasan al Bana, dan dari negara Turki ada; Tewfik dan Dr. Abdullah Jedwat, Mehmed Akif, Zia Gokalp dan Musthafa Kemal Attaturk,  dan dari negara India dan Pakistan ada; Syah Waliyullah, Sir Sayid Ahmad Khan, Sayid Amir Ali, Muhamad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah, dan di Indonesia sendiri ada; K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari. Namun disini pemakalah akan mencoba menengok nama-nama pembaharu perkembangan islam dari Indonesia sendiri, diantara nama-nama itu adalah;
1. K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan lahir di Kauman (Yogyakarta) pada tahun 1968 M dan meninggal pada tanggal 25 Februari 1921 M. dia berasal dari keluarga yang didaktis[29] dan juga terkenal ‘alim dalam masalah ilmu agama. Ayahnya bernama K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar Kraton Yogyakarta. Sementara ibunya bernama Siti Aminah. Dia adalah putra keempat dari tujuh bersaudara, yaitu; Katib Harum, Mukhsin atau Nur, Haji Shaleh, Ahmad Dahlan, ’Abd Al-Rahim, Muhammad Pakin dan Basir. Semenjak kecil Dahlan diasuh dan dididik sebagai putera kyai. Dia memulai pendidikan dasarnya dengan belajar membaca, menulis, dan mengaji Al-Qur’an, dan juga kitab-kitab agama, Pendidikan ini diperoleh langsung dari sang ayah. Saat menginjak usia dewasa, dia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu agama dengan beberapa ulama’ besar waktu itu, Diantaranya seperti; K.H. Muhammad Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R. Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at Al-Qur’an), serta masih ada beberapa guru lainya. Ketika dia berangkat haji dan bermukim di Makkah pada tahun 1903 M, Dahlan mulai mengenal dengan ide-ide pembaharuan yang didapatnya melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, seperti; Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abd al-Wahab, Jamal-al-Din al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan sebagainya. Dengan memepelajari kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, hal itu telah membuka wawasan Dahlan tentang Universalitas Islam. Ide-ide tentang reinterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah mendapat perhatian khusus Dahlan saat itu. Pada tanggal 18 November 1912 M, Dahlan mendirikan organisasi sosial keagamaan Muhamadiyah bersama temannya dari Kauman, seperti Haji Sujak, Haji Fachruddin, haji Tamim, Haji Hisyam, Haji syarkawi, dan Haji Abdul Gani. Dengan tujuan untuk mendalami agama Islam di kalangan anggotanya sendiri dan menyebarkan agama Islam di luar anggota inti. Kemudian organisasi itu bermaksud mendirikan lembaga pendidikan, mengadakan rapat-rapat dan tabligh yang membicarakan masalah-masalah Islam, mendirikan wakaf dan masjid-masjid serta menerbitkan buku-buku, brosur-brosur, surat kabar dan majalah. Ide pembaharuan K.H. Ahmad Dahlan mulai disosialisasikan ketika menjabat khatib di Masjid Agung Kesultanan, dengan menggarisi lantai Masjid dengan penggaris, miring 241/2 derajat ke Utara. Menurut ilmu hisab yang dia pelajari, arah Kiblat tidak lurus ke Barat seperti arah masjid di Jawa pada umumnya, tapi miring sedikit 241/2 derajat. Dan juga ada beberapa pemikirannya yang lain,seperti; 1) Ia menolak taqlid, 2) Upacara selametan merupakan perbuatan bid’ah dan pengkeramatan kuburan Orang Suci dengan meminta restu dari roh orang yang meninggal akan membawa kemusyrikan (penyekutuan Tuhan), 3) Mengenai tahlil dan talqin, menurutnya, hal itu merupakan upacara bid’ah, 4) Kepercayaan pada jimat yang sering dipercaya oleh orang-orang Keraton maupun daerah pedesaan, akan mengakibatkan timbulnya kemusyrikan, 5) Mendirikan sekolah dengan penambahan mata pelajaran agama. Dia berusaha untuk mengislamkan berbagai segi kehidupan yang tidak Islami.[30]
2. K.H. Hasyim Asy’ari
Nama lengkap K.H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid. Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M dan meningal tahun tahun 1947 M di Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Asal-usul dan keturunan K.H M.Hasyim Asy’ari tidak dapat dipisahkan dari riwayat kerajaan Majapahit dan kerajaan Islam Demak.Salasilah keturunannya, sebagaimana diterangkan oleh K.H. A. Wahab Hasbullah menunjukkan bahawa leluhurnya yang tertinggi ialah neneknya yang kedua iaitu Brawijaya VI (Ada yang mengatakan bahawa Brawijaya VI) adalah Kartawijaya atau Damarwulan dari perkahwinannya dengan Puteri Champa lahirlah Lembu Peteng (Brawijaya VII). Semasa hidupnya, dia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya, Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, setelah menikah dia berhaji dan menuntut ilmu di Makkah dengan guru Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani. Pada tahun 1926, M K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan organisasi Nahdatul Ulama (NU). Adapun ide-ide pembaharuannya antara lain: 1)membuka sistem pengajaran berjenjang, 2)tetap mempertahankan ajaran-ajaran mazhab untuk menafsirkan al-Qur’an dan hadits, 3)tujuan utama ilmu pengetahuan adalah mengamalkan, 4)Belajar merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah, yang mengantarkan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, 5) etika dalam pendidikan, dimana guru harus membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas, yang pada masanya jarang sekali dijumpai.[31]

IV.  Kesimpulan
Filosofi pembaharuan islam dimulai ketika mereka sadar semakin tertinggalnya islam dengan peradaban yang tak bisa ternafikan dan tak bisa dihindari, dari situlah pemabaharuan bermunculan di beberapa negara, dengan tokoh-tokoh pembaharu yang luar biasa dalam gagasan-gagasan pembahruannya, dalam pembahruan tersebut munculah beberapa mazhab yang mengatasnamakan pembaharuan, seperti, mazhab liberalisme dan skriptualisme, mazhab liberalisme sendiri mempunyai arti sempit menegacu pada al-ra’yu atau logika, dan mazhab skriptualisme memiliki arti berpegang teguh pada syari’at dengan kaku, artinya mereka menafikan logika untuk menentukan hukum. Pemikiran kaum pembaharu diantaranya yang menjadi topik dalam tulisan ini adalah muhamad iqbal dan fazlur rahman, mereka adalah sosok pembaharu dengan pemikiran yang jenius, yang pada intinya ingin membawa islam kedalam taraf lebih baik, dan mampu berdiri kokoh dalam tantangan problem zaman, pada intinya mereka berpikiran bahwa Al-qur’an dan sunnah yang digunkan sebagai rujukan awal suatu hukum islam, perlu adanya suatu penafsiran secara lebih luas lagi, karna didalamnya tidak disebutkan secara jelas tentang suatu problem yang semakin bervarian di era perkembangan zaman ini, jadi mereka tidak pernah mengganggap bahwa pintu ijtihad itu tertutup maupun akan tertutup, karna tujuan dari syari’at islam sendiri adalah untuk kemaslahatan umatnya,
Gagasan dari Pembaharu-pembaharu lainya juga sangat mendukung adanya suatu bentuk pembaharuan hukum islam, diantaranya dari negara Arab Saudi ada; Muhammad bi Abdul Wahab, Jamaluddin al Afghani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, kemudian dari negara Mesir ada; Hasan al Bana, dan dari negara Turki ada; Tewfik dan Dr. Abdullah Jedwat, Mehmed Akif, Zia Gokalp dan Musthafa Kemal Attaturk,  dan dari negara India dan Pakistan ada; Syah Waliyullah, Sir Sayid Ahmad Khan, Sayid Amir Ali, Muhamad Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah, dan di Indonesia sendiri ada; K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari, dan masih banyak lagi pembaharu-pembaharu lainya yang tidak penulis sebutkan.
 Namun disini pemakalah lebih membuka pada pemabaharu yang ada di negaranya sendiri, Indonesia, yaitu K.H. Ahmad Dahlan, beliau meruapakan seorang pendiri organisasi islam yang bernamakan “muhamadiyah”, dan K.H. Hasyim Asy’ari juga seorang pembaharu perkembangan islam di Indonesia, dan beliau juga merupakan pendiri dari organisasi islam “Nadhotul Ulama’, atau lebih sering disebut dengan NU”. Apapun bentuk pembahruanya dari para pembaharu, dan apapun bentuk mazhab ,organisasinya, serta gagasan-gagasan pembaharuanya,yang terpenting adalah tidak adanya maksud dalam pembahruanya untuk meniadakan ataupun mengesampingkan nilai-nilai islam, dan juga pokok dari sumber hukum sendiri, yaitu Al-qur’an dan sunnh. Semua itu pada intinya adalah sama, membawa islam ke arah yang lebih baik, dan dapat berdiri kokoh diatas bahtera zaman yang semakin memunculkan hal-hal baru, dan pasti didalamnya terdapat persoalan hukum, yang mencari pemecahan masalahnya, disitulah peran agama nampak, karna kita hidup sebagai orang yang beragama, meskipun kita memang diatur dengan aturan pemerintahan suatu negara, namun kita tidak akan terlepas dari hukum agama kita sendiri, karna kodratinya kita adalah manusia  yang beragama.

V. Penutup
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang secara tidak langsung telah membimbing kami dalam pembuatan tulisan ini. Dan juga pemakalah sadar akan banyaknya kekurangan dalam pembuatan tulisan ini. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati, pemakalah bermaksud meminta kritik dan saran dari para pembaca, yang tentu saja kritik dan saran yang tetap pada koridor membangun bagi sang pemakalah, dan semoga Allah selalu senantiasa meridhoi setiap langkah kita, dan selalu membimbing kita ke arah jalan yang benar, Aamin..


















 

DAFTAR PUSTAKA

·        Abdul Djamil, 2002, muhamad iqbal dan falsafah Agama, Semarang, gunung jati, cet 1.
·       Amin abdullah, 2002, Dr. Syamsul Anwar, dkk. Mazhab jogja, Djokjakarta, ar-ruzz press, cet 1.
·       Harun Nasution, 1975, pembaharuan dalam islam, jakarta; Bulan Bintang, cet 13.
·       Fazlur rahman, 2001, Gelombang Perubahan dalam Islam, jakarta; PT Raja grafindo persada, cet 1.
·       Musahadi HAM, 2000, Evolusi konsep sunnah, Semarang; aneka ilmu,
 cet 1.
·         Musahadi Ham, 2009, Continuity And Change; Reformasi Hukum Islam, Semarang; Walisongo Press, Cet 1
·       http://Sularno.Blogspot.com./ diakses pada jum’at  9:45 tanggal 8 Maret 2013.
·       http://thatra.blogspot.com/2012/06/tarikh. Dikutip dari; jalaluddin Rahmat, Dahulukan Akhlak di atas Fiqh, (Bandung: Mizan dan Muthahari Press, 2007), hlm. 211. Diakses pada jum’at  9:45 tanggal 8 Maret 2013.
·       http://adie prasetyo.Blogspot.com./ diakses pada minggu 10:21 tanggal 10 Maret 2013.
·       http://latheevsmartest.blogspot.com/2012/01/gagasan-dan-gerakan-pembaharuan-islam_25.html, diakses pada senin 11:33 tanggal 11 Maret 2013


        [1] http://thatra.blogspot.com/2012/06/tarikh. Diakses pada taanggal 8 Maret 2013
        [2] Amir syarifudin, Perubahan Pemikiran Dalam Hukum Islam, padang; angkasa raya padang, tt, hlm 76-77
      [3] Musahadi HAM, Evolusi konsep sunnah, Semarang; aneka ilmu, 2000, cet 1, hlm 45-56.
        [4] Musahadi HAM, Evolusi konsep sunnah, Semarang; aneka ilmu, 2000, cet 1, hlm 59-65
         [5] Musahadi HAM, Evolusi konsep sunnah, Semarang; aneka ilmu, 2000, cet 1, hlm 69-77
        [6] Amin abdullah, dkk. Mazhab jogja, Djokjakarta, ar-ruzz press, 2002, cet 1, hal 147-149
        [7] Harun Nasution, pembaharuan dalam islam, jakarta; Bulan Bintang, 1975, cet 13, hlm 6
         [8] Musahadi Ham, Continuity And Change; Reformasi Hukum Islam, Semarang; Walisongo Press, 2009, Cet 1, Hlm 13
         [9] filosofi merupakan bentuk jama’ dari kata filsafat (penegtahuan dan penyelidikan dengan akal mengenai hakikat segala yang ada/suatu hal yang mendasari pikiran atau suatu kegiatan). Dikutip dari KBBI.
       [10] http://Sularno.Blogspot.com./ diakses pada tanggal 8 Maret 2013
       [11] Amin abdullah, dkk. Mazhab jogja, Djokjakarta, ar-ruzz press, 2002, cet 1, hlm 212-213
       [12] http://thatra.blogspot.com/2012/06/tarikh. Diakses pada taanggal 8 Maret 2013
        [13] http://thatra.blogspot.com/2012/06/tarikh. Dikutip dari jalaluddin Rahmat, Dahulukan Akhlak di atas Fiqh, (Bandung: Mizan dan Muthahari Press, 2007), hlm. 211. Diakses pada taanggal 8 Maret 2013
        [14] http://thatra.blogspot.com/2012/06/tarikh. Diakses pada taanggal 8 Maret 2013
        [15] http://thatra.blogspot.com/2012/06/tarikh. Dikutip dari Jalaluddin Rahmat, Dahulukan Akhlak di atas Fiqh, (Bandung: Mizan dan Muthahari Press, 2007), hlm. 211. Diakses pada taanggal 8 Maret 2013
       [16] http://thatra.blogspot.com/2012/06/tarikh.Dikutip dari  http://www.al-ahkam.net./forum 09/view topic.php?f=35 &t=27853.kamis 13 oktober 2011. Diakses pada tanggal 8 Maret 2013
       [17]Harun Nasution, pembaharuan dalam islam, jakarta; Bulan Bintang, 1975, hlm 11.
       [18]Abdul Djamil, muhamad iqbal dan falsafah Agama,Semarang, gunung jati, 2002, cet 1,hlm 110-111,
        [19] definisi dialektika menurut ajaran hegel adalah segala sesuatu yang terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan antara dua hal dan yang menimbulkan hal lain lagi , di kutip dari KBBI.
       [20] Abdul Djamil, muhamad iqbal dan falsafah Agama,Semarang, gunung jati, 2002, cet 1, hlm 110-122,
        [21] Musahadi Ham, Continuity And Change; Reformasi Hukum Islam, Semarang; Walisongo Press, 2009, Cet 1, Hlm 54-65
       [22] Harun Nasution, pembaharuan dalam islam, jakarta; Bulan Bintang, 1975, hlm 183-186
       [23]Fazlur rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam, jakarta; PT Raja grafindo persada, 2001,cet 1, hlm 1-2 
         [24] Musahadi Ham, Continuity And Change; Reformasi Hukum Islam, Semarang; Walisongo Press, 2009, Cet 1, Hlm 66-72
      [25] Fazlur rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam, jakarta; PT Raja grafindo persada, 2001,cet 1, hlm 2-6
       [26] Fazlur rahman, Gelombang Perubahan dalam Islam, jakarta; PT Raja grafindo persada, 2001,cet 1, hlm 9-11
        [27] http://adie prasetyo.Blogspot.com./ diakses pada tanggal 10 Maret 2013
        [28] Musahadi HAM, Evolusi konsep sunnah, Semarang; aneka ilmu, 2000, cet 1, hlm 1.
        [29]Berhubungann dengan masalah belajar dan mengajar, atau bisa dikatakan ilmu mendidik, dikutip dari KBBI.
          [30] http://latheevsmartest.blogspot.com/2012/01/gagasan-dan-gerakan-pembaharuan-islam_25.html, diakses pada tanggal 11 Maret 2013.
         [31] http://latheevsmartest.blogspot.com/2012/01/gagasan-dan-gerakan-pembaharuan-islam_25.html, diakses pada tanggal 11 Maret 2013.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH MASAILUL FIQH dalam PRESPEKTIF IJTIHAD METODE BAYANI

HARTA BERSAMA PASCA PERKAWINAN MENURUT ULAMA’ MADZHAB

PERJANJIAN JOINT VENTURE